Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja
Kapolri Idham Azis Diminta Tak Diam soal Kekerasan Terhadap Wartawan saat Demo Tolak UU Cipta Kerja
Buntut kericuhan demonstrasi tolak UU Cipta Kerja yang dilakukan mahasiswa dan buruh, wartawan jadi korban.
TRIBUNKALTARA.COM - Buntut kericuhan demonstrasi tolak UU Cipta Kerja yang dilakukan mahasiswa dan buruh, wartawan jadi korban.
Sejumlah wartawan di Jakarta dan Samarinda melaporkan adanya kekerasan yang dilakukan polisi saat mengamankan aksi unjuk rasa.
Sontak tindakan polisi menuai kecaman dari berbagai pihak termasuk DPR RI.
• Anya Geraldine Tanggapi Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Tolong Jaga Diri Kamu Baik-baik Buat Aku Ya
• Komentari Aksi Penolakan Omnibuslaw UU Cipta Kerja, Iwan Fals: Kalau Kecewa, Gugat Saja ke MK
• Derby della Madonnina Terancam, Pemain Inter Milan dan AC Milan Bertumbangan Dihantam Virus Corona
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyesalkan, aksi kekerasan yang dilakukan polisi terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja di sejumlah daerah, Kamis (8/10/2020).
Kekerasan yang dilakukan anak buah Kapolri Idham Azis itu tak hanya dialami oleh awak media massa, tetapi juga awak media kampus.
"Saya yakin tidak mungkin ada instruksi Polri untuk melakukan tindak kekerasan, apalagi kepada wartawan yang jelas-jelas sedang bertugas meliput kejadian.
Jadi ini sangat disesalkan," kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Jumat (9/10/2020).
Ia pun meminta kepada Kapolri Jenderal Pol Idham Azis untuk menyelidiki dan menindak anak buahnya yang melakukan kekerasan terhadap awak media.
"Saya meminta polisi segera mengusut dan mencari tahu siapa saja pihaknya yang melakukan tindakan kekerasan pda wartawan.
Dan kalau memang ada wartawan yang ditangkap, ya agar segera dibebaskan.
Mereka kan hanya menjalankan tugas," ucapnya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sebanyak empat jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput jalannya aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Jakarta pada Kamis (8/10/2020).
Direktuf Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, kekerasan terhadap empat jurnalis itu berupa penganiayaan hingga perampasan alat kerja.
"Penangkapan, penganiayaan, dan perampasan alat kerja," ujar Ade kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).
Dia mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap empat jurnalis ini belum termasuk kasus yang terjadi di luar Jakarta.
Hanya saja, jumlah itu belum terdokumentasi karena LBH Pers masih fokus melakukan pendampingan massa aksi yang diamankan aparat kepolisian.
"Di luar Jakarta banyak, tapi masih belum kita dokumentasikan karena masih fokus pendampingan," terangnya.
Polri Janji Usut Kekerasan terhadap jurnalis
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap jurnalis saat meliput unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja disebabkan oleh situasi yang kacau dan tidak dapat diprediksi.
"Kita memang harus jujur mengakui bahwa kita seharusnya melindungi wartawan ya, kadang-kadang kalau sudah situasinya itu chaos dan kemudian anarkis, kadang-kadang anggota sendiri pun melindungi dirinya sendiri," kata Argo dalam konferensi pers yang disiarkan akun Youtube Kompas TV, Jumat (8/10/2020).
Argo berjanji akan mengusut kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
"Nanti kita akan cross-check dulu, kita selidiki seperti apa ya di sana," ujar Argo.
Dalam kesempatan yang sama, Argo kembali mengimbau jurnalis untuk menunjukkan identitas yang jelas saat meliput aksi unjuk rasa.
Argo juga mendorong agar jurnalis berkomunikasi dengan petugas serta berdiri di lokasi yang aman misalnya di belakang barikade polisi.
"Sampaikan saja di sana bahwa saya seorang wartawan, saya ingin meliput," kata Argo.
• Emak-emak Bawa Bebek di Samarinda Viral, Terobos Barikade Polisi saat Demo Tolak UU Cipta Kerja
• Wakil Gubernur Sumsel Dihujani Lemparan Batu saat Tolak Penuhi Permintaan Demonstran
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sebanyak empat jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput jalannya aksi unjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja di Jakarta pada Kamis (8/10/2020).
Direktuf Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, kekerasan terhadap empat jurnalis itu berupa penganiayaan hingga perampasan alat kerja.
"Penangkapan, penganiayaan, dan perampasan alat kerja," ujar Ade kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).
Ade mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap empat jurnalis ini belum termasuk kasus yang terjadi di luar Jakarta.
Di Samarinda, Kalimantan Timur ada 5 wartawan yang mendapat perlakuan intimidasi dari polisi saat meliput demonstrasi tolak UU Cipta Kerja.
Sedangkan di Tarakan, Kalimantan Utara, 2 wartawan terkena water cannon yang disemprotkan polisi.
(*)
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter TribunKaltara.com
Follow Instagram tribun_kaltara
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official