Upah Minimum 2021 Tak Naik, Presiden KSPI Ungkap Reaksi Buruh Akan Lebih Keras ke Pemerintah
Kabar terbaru, upah minimum 2021 tak akan naik, Presiden KSPI ungkap reaksi buruh bakal lebih keras ke Pemerintah, sindir Menaker Ida Fauziah.
TRIBUNKALTARA.COM - Kabar terbaru, upah minimum 2021 tak akan naik, Presiden KSPI ungkap reaksi buruh bakal lebih keras ke Pemerintah, sindir Menaker Ida Fauziyah.
Baru-baru ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta upah minimum 2021 tak mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya.
Permintaan itu disampaikan Ida Fauziyah melalui urat edaran Nomor M/11/HK.04/X/2020 tanggal 26 Oktober 2020 ke gubernur.
Isi surat edaran tersebut meminta para gubernur melakukan penyesuaian penetapan upah minimum 2021, sama dengan nilai upah minimum 2020.
Selain itu, Ida Fauziyah juga meminta Gubernur melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan, dan menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada 31 Oktober 2020.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyesalkan sikap Menaker Ida Fauziyah yang tidak menaikkan upah minimum 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi perlawanan buruh akan semakin mengeras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan upah minimum 2021 dan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," kata Said melalui keterangan tertulis, Selasa (27/10/2020).
Menurutnya, pengusaha memang sedang susah, tapi buruh juga jauh lebih susah.
Baca juga: Surat Suara Pilgub Kaltara Dicetak di Surabaya, KPU Kaltara Bakal Gandeng TNI-Polri saat Distribusi
Seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan upah minimum 2021.
Tetapi, bagi perusahaan yang tidak mampu, maka dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikkan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan, dan melaporkannya ke Kemenaker.
"Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu."
"Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat."
"Apakah Presiden sudah mengetahui keputusan Menaker ini? Atau hanya keputusan sepihak Menaker?" Tanyanya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, serikat buruh akan melakukan aksi nasional menolak UU Cipta Kerja, bila UU tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Aksi penolakan UU Cipta Kerja di Jakarta, kata Said, akan dilaksanakan pada Senin 2 November 2020, dan dipusatkan di kawasan Istana serta Mahkamah Konstitusi.
"Sebelumnya saya mengatakan tanggal 1 November 2020."
"Ternyata tanggal 1 adalah Hari Minggu, jadi yang benar adalah 2 November, Hari Senin," ujar Said lewat keterangan tertulis, Senin (26/10/2020).
KSPI memperkirakan Presiden akan menandatangani UU Cipta Kerja dan penomorannya paling lambat pada 28 Oktober.
Sementara tanggal 29 - 31 Oktober ada libur panjang, sehingga KSPI, KSPSI AGN, dan 32 federasi/konfederasi serikat buruh akan menyerahkan berkas judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 2 November 2020.
Baca juga: Polda Kaltara Mulai Laksanakan Operasi Zebra 2020, Beber Peningkatan Angka Kecelakaan Lalu Lintas
Saat penyerahan berkas judicial itulah, kata Said, buruh melakukan aksi nasional dengan tuntutan agar Mahkamah Konstitusi membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Serta, meminta Presiden untuk mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.
"Aksi nasional buruh pada 2 November tersebut dilakukan serempak di 24 provinsi dan 200 kabupaten/kota yang diikuti ratusan ribu buruh."
"Sedangkan aksi di Istana dan Mahkamah Konstitusi diikuti puluhan ribu buruh," papar Said.
Selain itu, KSPI juga akan melakukan aksi nasional serempak di 24 provinsi pada 9-10 November yang diikuti ratusan ribu buruh.
Aksi tersebut menuntut DPR harus melakukan pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui proses legislative review, sesuai mekanisme UUD 1945 pasal 20, 21, dan 22A serta UU PPP.
Aksi pada 9-10 November 2020 juga akan menuntut kenaikan upah minimum 2021 sebesar 8% di seluruh Indonesia, dan menolak tidak adanya kenaikan upah minimum 2021.
Dijelaskan Said Iqbal, aksi nasional tersebut serempak dilakukan di 24 provinsi dan melibatkan 200 kabupatenn/kota.
Antara lain Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung Raya, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Semarang, Kendal, Jepara, Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Gresik.
Baca juga: Andrea Pirlo Cari Kambing Hitam, Juventus Gagal Geser Inter Milan dan Dekati AC Milan di Liga Italia
Aksi juga akan dilakukan di Jogja, Banda Aceh, Medan, Deli Serdang, Batam, Bintan, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorontalo, Bitung, Kendari, Morowali, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Lombok, Ambon, Papua, dan sebagainya.
"Aksi KSPI dan serikat buruh lainnya ini adalah aksi anti kekerasan 'non violence'."
"Aksi ini diselenggarakan secara terukur, terarah dan konstitusional."
"Aksi tidak boleh anarkis dan harus damai serta tertib," paparnya.
Minta Naik 8 Persen
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak tegas wacana tidak adanya kenaikan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota (UMP/UMK) di tahun 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, upah minimum di tahun 2021 harus mengalami kenaikan.
"Serikat buruh KSPI berpendapat, mengusulkan serta bersikap, kenaikan upah minimum, UMK, UMSK, UMP, UMSP harus tetap ada," kata Said dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/10/2020).
"Berapa nilai yang diminta oleh KSPI? 8 persen kenaikan UMK, UMSK, UMP, UMSP."
"Dari mana cara lihatnya? Melihat angka tiga tahun berturut-turut," tuturnya.
Said menjelaskan, ada dua alasan mengapa harus tetap ada kenaikan UMP 2021, meski saat ini kondisi krisis akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Cegah Peredaran Narkotika di Kalimantan Utara, Begini Strategi 3 Paslon Pilgub Kaltara
Pertama, Said berkaca pada resesi ekonomi yang terjadi pada krisis tahun 1998.
Saat itu, pertumbuhan ekonomi mencapai minus 13,6 persen, namun tetap ada kenaikan UMP pada tahun 1999.
"Dengan analogi yang sama, kita belum sampai minus 8 persen di kuartal III ini."
"Baru setengah dari pada tahun 1998/1999, bahkan kami minta naiknya 8 persen adalah wajar."
"Tujuannya apa? Biar purchasing power terjaga, kan investasi lagi hancur, ekspor tidak lagi bagus, tinggal konsumsi."
"Nah, konsumsi yang bisa dijaga untuk menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak resesi lebih dalam adalah dengan cara menjaga daya beli purchasing power."
"Upah adalah salah satu instrumennya," paparnya.
Kedua, lanjut Said, fakta di lapangan masih banyak perusahaan yang beroperasi.
Said mengungkapkan, anggota KSPI 90 persen masih bekerja dan beroperasi.
Apalagi, menurutnya ada beberapa perusahaan besar yang tetap menerima karyawan baru.
"Itu menjelaskan perusahaan walaupun mungkin profitnya turun, tapi masih sehat."
"Buktinya masih beroperasi, bahkan beberapa perusahaan komponen otomotif memanggil kembali karyawan-karyawan baru untuk dikontrak, itu fakta."
"Oleh karena itu, fakta ini menjelaskan masih banyak perusahaan yang mampu untuk menaikkan upah minimum yang kami minta 8 persen, tapi nanti negosiasi," bebernya.
Bagi perusahaan yang tak mampu menerapkan kenaikan UMP 8 persen, Said Iqbal menyarankan agar berkirim surat kepada Menteri Tenaga Kerja, disertai lampiran laporan pembukuan perusahaan tersebut tidak mampu atau merugi.
(Chaerul Umam)
(*)