FPI Berbohong? Polisi Klaim Punya Bukti Kuat, Peringatkan Anak Buah Habib Rizieq Bisa Dipidana

Anak buah Habib Rizieq dianggap berbohong? usai FPI bantah kepemilikan senjata api, polisi klaim punya bukti kuat, peringatkan pidana

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
Personel Polri saat melakukan pemeriksaan bagian dalam mobil ambulans FPI di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (8/12/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA) 

TRIBUNKALTARA.COM - Anak buah Habib Rizieq dianggap berbohong? usai FPI bantah kepemilikan senjata api, polisi klaim punya bukti kuat, peringatkan pidana.

Insiden polisi dan laskar Front Pembela Islam ( FPI ) kini berbuntut panjang, lantaran anak buah Habib Rizieq disorot terkait kepemilikan senjata api.

Namun Juru Bicara FPI, Munarman buru-buru membantah laskar pengawal Muhammad Rizieq Shihab ( MRS ) dibekali senjata api.

Terkait hal itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengingatkan adanya pidana terkait penyebaran berita bohong atau hoaks.

"Jangan mengeluarkan berita-berita bohong, itu bisa dipidana nanti," ujar Yusri, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (8/12/2020).

Baca juga: Sebut Habib Rizieq Shihab Taat Hukum, Jusuf Kalla Minta Berdakwah Tanpa Kekerasan

Saat ini, Yusri mengatakan kepolisian masih terus mengumpulkan barang bukti terkait kepemilikan senjata api tersebut.

Namun, kata dia, bukti kepemilikan senjata oleh pelaku sudah sangat jelas. Hanya saja penyidik masih terus mendalami.

"Statement Munarman FPI tidak pernah membawa senjata api, bukti kepemilikan senjata sudah jelas bahwa si pelaku ini memiliki senjata itu. Buktinya ada, masih didalami semua, masih dilakukan penyelidikan. Pada saatnya akan kita sampaikan," katanya.

Selain itu, Yusri mengatakan salah satu bukti yang ditemukan penyidik adalah peluru kaliber 9 mm. Dia menambahkan pihaknya kini akan melakukan uji balistik untuk memperkuat temuan tersebut.

Baca juga: Simpatisan Rizieq Shihab Tewas Tertembak, Polisi Bersenjata Jaga Rumah Sakit Polri

"(Peluru) 9 mm. Masih uji balistik, makanya kan perkembangan kasus masih kita dalami tiap alat bukti. Nanti kita gelar prarekonstruksi dan rekonstruksi. Pada saatnya akan kita sampaikan," pungkasnya.

Bagaimana penggunaan kekuatan oleh polisi menurut peraturan?

Tewasnya 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) pendukung Rizieq Shihab dalam insiden dengan Kepolisian menjadi polemik.

Tindakan polisi yang diklaim sebagai tindakan tegas terukur itu mendapat kritikan berbagai pihak.

Termasuk anggota DPR yang mengusulkan adanya pembentukan tim khusus untuk investigasi kasus.

Di sisi lain, tindakan yang disebut polisi sebagai tindakan tegas dalam hal membela diri hingga ancaman oknum atau kelompok telah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009.

Yakni tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Dijelaskan dalam enam butir-butir pertimbangan dalam peraturan Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, satu di antaranya menyebut bahwa anggota Polri dalam melaksanakan tugas di lapangan sering dihadapkan pada situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak.

Baca juga: 6 Simpatisan Rizieq Shihab Ditembak Mati Polisi, Begini Reaksi Pihak Istana

Lanjut isi aturan itu, sehingga perlu melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.

Kemudian pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Masih dalam butir pertimbangan aturan tersebut, penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian perlu ditentukan standar dan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan dan pertimbangan lainnya yang diatur dalam aturan tersebut di atas.

Dalam aturan itu juga dituliskan mengenai tujuan dari adanya peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009.

Seperti halnya memberi pedoman bagi anggota Polri dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan kekuatan.

Hingga bertujuan untuk mencegah, menghambat atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum dan tujuan lainnya yang diatur dalam Pasal 2 aturan tersebut di atas.

Tahapan penggunaan kekuatan oleh kepolisian diatur dalam Pasal 5 Bab II peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009:

Tahap 1: kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan

Tahap 2: perintah lisan

Tahap 3: kendali tangan kosong lunak

Tahap 4: kendali tangan kosong keras

Tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri

Tahap 6: kendali  dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.

Selanjutnya pada Bagian kedua Pelaksanaan aturan penggunan kekuatan oleh kepolisian juga akan diurai dalam artikel ini.

Diterangkan dalam Bagian Kedua Pelaksanaan Pasal 6, tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan kehadiran anggota Polri yang dapat diketahui dari:

a. Seragam atau rompi atau jaket yang bertuliskan POLISI yang dikenakan oleh anggota Polri

b. Kendaraan dengan tanda Polri

c. Lencana kewenangan Polisi

d. Pemberitahuan lisan dengan menerikakkan kata “POLISI”

Selengkapnya aturan yang mengatur tentang Penggunaan Kekuatan dalam  Tindakan Kepolisian dapat diunggah di laman http://portal.divkum.polri.go.id/

Polemik dan Kritik

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid menyoroti soal tindakan kepolisian yang menembak 6 orang pendukung Habib Rizieq Shihab di Tol Jakarta-Cikampek, pada Senin (7/12/2020).

Menurut Fahri, tindakan kepolisian yang memutuskan untuk melakukan penembakan itu sangat berpotensi menjadi 'Extra Judicial Killing/unlawful killing' alias pembunuhan yang terjadi di luar hukum. 

Fahri menilai, polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai 'ultimum remedium' sebagai alat atau upaya terakhir. 

"Itu pun harus berdasarkan pada kondisi objektif serta merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan/atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing yang sifatnya adalah melanggar hukum karena tindakan tersebut hahikatnya adalah kejahatan 'crime' dan dapat di usut secara hukum," kata Fahri dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (8/12/2020).

Baca juga: Insiden 6 Laskar FPI Tewas Ditembak Polisi, Ini Saran Cak Nun ke Jokowi dan Rizieq Shihab

Fahri menjelaskan, dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun hukum positif sangat melarang keras tindakan yang bercorak 'extra-judicial killing' atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.

Tindakan seperti ini dilarang keras oleh ketentuan dalam hukum HAM internasional maupun hukum positif, Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi melalui UU RI No. 12 Tahun 2005.

Ia melanjutkan, extra-judicial killing merupakan suatu pelanggaran hak hidup seseorang, yang secara konstitusional telah dijamin dan diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, dan merupakan seperangkat hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun 'non-derogable rights'. 

"Oleh karena itu, tindakan yang demikian itu tidak dapat dibenarkan secara hukum sesuai prinsip Indonesia sebagai negara hukum," jelasnya.

Tindakan polisionil tersebut, bagi Fahri, selain melanggar hak untuk hidup yang telah dijamin oleh konstitusi, juga melanggar UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin hak untuk hidup.

Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran bersama Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman menunjukan barang bukti saat menggelar rilis kasus dugaan penyerangan anggota polisi oleh pendukung Front Pembela Islam (FPI) di Gedung Direskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Senin (7/12/2020). Pada rilis tersebut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran Fadil Imran menyebutkan bahwa pada peristiwa penyerangan tersebut polisi terpaksa menembak karena merasa terancam oleh beberapa orang dari kelompok pendukung FPI yang menyebabkan 6 orang dari kelompok FPI meninggal dunia. Tribunnew/Jeprima
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran bersama Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman menunjukan barang bukti saat menggelar rilis kasus dugaan penyerangan anggota polisi oleh pendukung Front Pembela Islam (FPI) di Gedung Direskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Senin (7/12/2020). Pada rilis tersebut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran Fadil Imran menyebutkan bahwa pada peristiwa penyerangan tersebut polisi terpaksa menembak karena merasa terancam oleh beberapa orang dari kelompok pendukung FPI yang menyebabkan 6 orang dari kelompok FPI meninggal dunia. Tribunnew/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Baca juga: Telegram Terbaru Kapolri Jenderal Idham Azis Setelah Tewasnya Simpatisan Rizieq Shihab, Polisi Siaga

Ia menambahkan, sejatinya, penggunaan instrumen kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur sedemikian rupa.

Melalui Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan PERKAP No. 8 Tahun 2009.

Selain itu, hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yang pada esensinya menjelaskan bahwa, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan, jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia.

Dan penggunaan kekuatan secara umum, harus diatur berdasarkan prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran serta mengutamakan tindakan pencegahan.

Dengan demikian, secara hukum penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang potensial melanggar hukum oleh polisi tidak dapat dibenarkan. 

Berangkat dari soal itu, maka untuk kepentingan perkara yang terjadi kemarin, Fahri pun berpesan agar Presiden Jokowi dan Menkopolhukam segera membentuk suatu Tim Pencari Fakta Independen, yang diisi oleh berbagai pihak, seperti Komnas HAM, tokoh-tokoh masyarakat yang Independent, kalangan kampus yang dijamin integritasnya serta imparsial, yang bertugas untuk melakukan investigasi yang menyeluruh dan komprehensif.

Tentunya, untuk mengungkap fakta dan peristiwa yang sesungguhnya. 

"Hal ini sangat penting dilakukan sebagai sebuah upaya responsif pemerintah atas persoalan ini, karena meninggalnya enam warga tersebut merupakan hal yang sangat serius," jelasnya.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul FPI Bantah Laskarnya Bawa Senjata Api, Polisi: Jangan Keluarkan Berita Bohong, Bisa Dipidana, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/12/08/fpi-bantah-laskarnya-bawa-senjata-api-polisi-jangan-keluarkan-berita-bohong-bisa-dipidana.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved