Longsor di Sumedang
Update Longsor di Sumedang Jawa Barat, Total 31 Orang Meninggal Dunia, 9 Korban Masih Dicari
Update longsor di Sumedang, 31 orang meninggal dunia, 9 korban masih dicari.
TRIBUNKALTARA.COM - Update longsor di Sumedang, 31 orang meninggal dunia, 9 korban masih dicari.
Tim SAR gabungan hingga saat ini masih melakukan pencarian korban akibat tanah longsor yang terjadi di Sumedang, Jawa Barat.
Teranyar, dua korban jiwa ditemukan oleh Tim SAR gabungan Minggu hari ini.
Sehingga saat ini, total 31 orang meninggal dunia telah ditemukan.
Sementara itu, sebanyak sembilan korban lainnya masih dicari hingga saat ini masih dicari.
Baca juga: Kisah Wartawan Tarakan Berjuang Sembuh dari Covid-19, Berfikir Positif Jadi Senjata Utama
Baca juga: Kisah Pilu Kifni Kawulur, Anak Buah Idham Azis Tewas Tertimbun Longsor di Manado, Baru Naik Pangkat
Baca juga: Cegah Balap Liar di Akhir Pekan, Wilayah Ini Akan Jadi Titik Pengawasan Satlantas Polres Malinau
Tim SAR gabungan menemukan dua korban tanah longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada operasi pencarian, Minggu (17/1/2021).
Kedua korban yang ditemukan dalam keansaan meninggal dunia tersebut berjenis kelamin perempuan.
"Keduanya ditemukan meninggal dunia di Sektor 1, tempat hajatan dan lapangan voli. Yang pertama ditemukan pukul 10.34 WIB. Yang kedua pukul 10.47 WIB," ujar Kepala Basarnas Bagus Puruhito melalui keterangan tertulis, Minggu (17/1/2021).
Kedua korban telah dievakuasi ke Posko DVI Polda Jabar di Puskesmas Sawah Dadap untuk diidentifikasi. Hingga siang ini, jumlah korban yang berhasil ditemukan sebanyak 31.
"Korban yang masih dalam pencarian sebanyak sembilan korban," ungkap Bagus.
Operasi SAR hari kesembilan saat ini, fokus pencarian di Sektor 1 dan Sektor 2, rumah yang terdampak langsung longsoran pertama.
Seperti diberitakan sebelumnya, bencana tanah longsor terjadi di Deaa Cihanjuang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang, Sabtu (09/12) sekitar pukul 16.45 WIB.
Longsor berikutnya terjadi sekitar pukul 19.30 WIB. Longsor kedua ini mengakibatkan lebih banyak korban tertimbun karna pada saat kejadian banyak warga dan tim SAR gabungan yang sedang melakukan evakuasi dan pendataan jumlah korban pada longsor pertama.
Penyebab Longsor di Sumedang
Terjawab penyebab longsor di Sumedang yang tewaskan Danramil dan pejabat BPBD, ahli geologi beri penjelasan.
Teka-teki penyebab longsor di Sumedang yang menewaskan 14 orang dan menimbun 26 warga lainnya akhirnya terungkap.
Hal tersebut berdasarkan pemetaan lokasi longsor Sumedang oleh ahli geologi Universitas Padjajaran.
Sebelumnya, Danramil 1014/Cimanggung, Kapt Inf Setio Pribadi; Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumedang, Yedi; dan Kepala Seksi Trantib Kecamatan Cimanggung, Suhanda turut menjadi korban longsor.
Mereka gugur saat berusaha mengevakuasi para korban yang masih tertimbun saat terjadi longsor pertama.
Menyikapi hal itu, Tim Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (FTG Unpad) pun melakukan survei geologi di kawasan bencana longsor untuk menganalisis struktur geologi di kawasan permukiman tersebut pada Senin (11/1/2021).
Dosen Fakultas Teknik Geologi Unpad, Dicky Muslim mengatakan, berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Pusat Riset Kebencanaan Unpad, Ikatan ahli geologi Indonesia, serta sejumlah alumni FTG Unpad, ditemukan bahwa wilayah yang terjadi longsor tersebut memiliki kontur lahan yang curam.
Selain itu, secara geologi, struktur tanah dan batuan di wilayah Perumahan SBG Desa Cihanjuang termasuk ke dalam bagian batuan vulkanik Qyu.
“Kami bukan mendatangi lokasi bencana longsor, tapi di hulunya atau di perubahan SBG itu, tujuannya selain melihat kondisi, tapi juga belajar dari lapangan, terkait potensi kedepan yang akan terjadi.
Setelah melakukan pengamatan melalui perekaman visual drone dan mencari lokasi singkapan material, ternyata, diketahui bahwa semula wilayah ini bekas tambang batu dan tanah urugan, lalu kemudian diratakan dan dijadikan perumahan,” ujarnya saat dihubungi Tribun Jabar, Selasa (12/1/2021).
Dicky menjelaskan, dalam Peta Geologi yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM, batuan vulkanik Qyu merupakan produk batuan vulkanik muda yang belum bisa dipisahkan, sehingga masih bercampur antara lapisan keras dengan yang lunak.
Karena termasuk batuan vulkanik muda, lapisan tanah dan batuan ini cukup rentan. Kerentanan ini sudah terlihat sebelumnya di beberapa titik.
Selain itu, batas bagian tenggara perumahan SBG tersebut, berhadapan dengan tebing yang dibatasi dengan saluran air.
Maka diduga, ketika hujan besar tiba, saluran air ini terjadi peresapan atau infiltrasi, sehingga membentuk bidang gelincir yang memungkinkan terjadinya longsor.
"Sejumlah rumah yang berbatasan dengan tebing tersebut juga terlihat ada yang retak. Hal ini sudah mengindikasikan bahwa wilayah itu berpotensi terjadi pergeseran tanah yang akan memicu terjadinya longsor," ucapnya.
Hal ini, lanjutnya diperparah dengan adanya proyek permukiman baru yang dibangun di atas tebing bagian utara dan tenggara perumahan SBG.
Adanya aktivitas lalu lintas alat berat di tebing tersebut turut menjadikan potensi terjadinya longsor semakin besar.
“Secara geoteknik aktivitas tersebut melemahkan ikatan butir tanah di wilayah itu, sehingga berpotensi sebabkan longsor.
Apalagi memang sebelumnya wilayah longsor tersebut merupakan sengkedan yang ditanami pohon, kemudian ditebang dan di bagian bawahnya untuk dijadikan perumahan,” ujar Dicky.
Ia menambahkan, untuk bagian wilayah utara dari perumahan SBG, ditemukan adanya bekas galian tambang yang dibangun menjadi kawasan perumahan.
Terlebih, Berdasarkan penuturan warga sekitar, di lokasi tersebut terdapat air terjun.
Secara geologi, keberadaan air terjun, menandakan adanya sesar atau patahan di wilayah tersebut.
“Sehingga kalau ada hujan besar, gempa, akan ada pembebanan berlebih yang kemungkinan akan terjadi longsor," ucapnya.
Disinggung terkait radius potensi longsor di Kecamatan Cimanggung, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pihaknya, daerah yang berpotensi tinggi terjadinya longsor itu, adalah daerah yang bertumpu pada material-material yang lunak yang terbentuk dari material endapan debu vulkanik atau disebut tuff.
Ditempat lain, ditemukan juga material endapan yang keras berupa batu-batuan atau disebut breksi.
"Karena distribusi atau pelamparan (terhampar) material lunak ini tidak terpetakan secara detil, tentu agak sulit.
Tapi yang jelas di lokasi kemarin itu merupakan daerah yang memiliki batuan lunak, maka kalau di tanya berapa luas (potensi longsor), tentu kita harus tahu dulu seberapa luas persebarannya batuan lunak ini.
Apalagi di lokasi permukiman SBG itu, sebagian besar sudah tertutup oleh bangunan rumah warga," ujarnya.
Meski demikian, menurutnya, karena pihaknya hanya bersifat penelitian dan bukan lembaga resmi, maka tidak dapat memberikan rekomendasi terkait tindak lanjut penanganan dari perumahan tersebut, sebab yang memiliki kewenangan terkait rekomendasi adalah PVMBG.
Namun melihat kondisi morfologi permukaan yang ada saat ini di wilayah tersebut, serta jenis tanah dan retakannya ditambah dengan curah hujan yang tinggi, maka dikhawatirkan akan terjadi potensi longsor susulan di daerah tersebut.
Hal ini terlihat dari masih adanya pergerakan tanah di sekitar mahkota longsor, yang diperparah dengan adanya kemungkinan terjadi infiltrasi di saluran air yang berada pada sisi utara perumahan.
Baca juga: Hujan Lebat Semalaman, BPBD Bulungan Sebut Potensi Banjir di Kota Tanjung Selor Kaltara Rendah
Baca juga: Aman Dikonsumsi, Pasokan Buah Asal Surabaya Diperiksa Pejabat Karantina Pertanian Tarakan
Baca juga: Ariel NOAH Terang-terangan Beber Anya Geraldine Bisa Jadi Pacarnya, Satu Kriteria Sudah Terpenuhi
"Melihat kondisi-kondisi tersebut, maka patut di waspadai, karena adanya punggungan semacam bukit yang kini ditempati bangunan rumah-rumah, lalu melandai ke arah titik terjadinya longsor saat ini di Desa Cihanjuang. Daerah yang melandai inilah, jenis batuannya, batuan lunak," ucapnya.
Selain itu pihaknya juga melihat di beberapa titik belakang perumahan SBG ini ada yang dilalui oleh SUTET, terlihat di bukit-bukit ini adanya kupasan-kupasan material tanah seperti material tuff.
Di titik tersebut perlu diwaspadai, terutama saat hujan besar akan membentuk bidang gelincir dan mengakibatkan longsor.
Karena itu, Dicky mengimbau, kepada warga maupun pemerintah daerah setempat, untuk senantiasa waspada terhadap kemungkinan bencana susulan yang akan terjadi di kawasan tersebut.
Terutama, retakan-retakan tanah yang terjadi pada beberapa tebing.
"Sebagai upaya mitigasi jangka panjang, ada beberapa hal yang dapat dilakukan baik oleh masyarakat maupun aparat pemerintah, diantaranya, melakukan pengetatan izin
pembangunan di kawasan tersebut dan penanaman pohon keras pada tebing yang berpotensi longsor," katanya
(*)