Berita Papua Terkini
KKB Semakin Liar di Papua, Todongkan Senjata ke Pilot dan Penumpang Susi Air, TNI-Polri Dibawa-bawa
Kelompok Keluarga Bencana ( KKB) semakin liar di Papua, todongkan senjata ke Pilot dan penumpang Susi Air, TNI-Polri dibawa-bawa.
Suriastawa mengatakan, jumlah personel KKB yang melakukan serangan gerilya biasanya berjumlah 5 sampai 7 orang.
Dari jumlah tersebut, paling banyak hanya dua orang yang membawa senjata api.
"Dalam aksi gerilyanya, dari 5-7 orang hanya 1 atau 2 yang bersenjata dan bila terjadi kontak senjata," ucap Suriastawa.

Baca juga: Angkat Senjata, KKB Kalang Kabut Dikejar TNI dan Polisi di Papua, Pimpinannya Sudah Teridentifikasi
Ketika kontak senjata terjadi dan ada satu atau dua personel KKB yang terluka atau tewas, maka personel yang selamat langsung menjalankan tugasnya membawa kabur senjata api.
"Orang yang selamat bertugas membawa kabur senjata," ujarnya.
Setelah itu, mereka mendokumentasikan rekannya yang tewas tersebut untuk kemudian diunggah di media sosial.
Postingan itu biasanya dibumbui narasi bahwa korban adalah warga sipil.
"Mereka kemudian memposting di medsos mereka bahwa korban adalah warga sipil karena tidak bersenjata," tutur Suriastawa.
Baca juga: KKB Papua Berulah Lagi, Sebar Hoaks Remaja 17 Tahun Tewas Ditembak, Jajaran Listyo Sigit Beber Fakta
Lebih lanjut, Suriastawa mengatakan, KKB meeupakan salah satu sayap gerakan Organisasi Papua Merdeka.
Namun, masih ada dua gerakan lagi yakni sayap politik dan kelompok klandestin.
Suriastawa melanjutkan, ketiga sayap gerakan tersebut memanfaatkan media sosial atau medsos untuk saling berkomunikasi.
Biasanya, mereka berkomunikasi untuk merencanakan aksi. Selain itu, juga untuk menyebarkan berita bohong.
Hal itu dilakukan untuk membentuk opini publik, sehingga membuat citra buruk tentang pemerintahan Indonesia, termasuk TNI-Polri terkait persoalan Papua.
Baca juga: Kondisi Terkini Intan Jaya, Warga Amankan Diri di Gereja, 3 Wilayah Jadi Lokasi Pengejaran KKB Papua
"Tiga sayap gerakan ini memanfaatkan medsos untuk saling berkomunikasi, merencanakan aksi dan menyebarkan berita bohong," ucap Suriastawa.
"Membentuk opini buruk memang cara mereka untuk menyudutkan pemerintah Indonesia (termasuk TNI/Polri) terkait masalah Papua melalui berbagai platform medsos."