Cerita Pendiri NII Crisis Center: Teroris Manfaatkan Perempuan, Modus Perampokan Sehari Bisa Rp 1 M

Cerita Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan, terorisme manfaatkan perempuan dalam melakukan aksinya. Jadi modus perampokan, sehari bisa dapat Rp 1 M

Editor: Sumarsono
TRIBUNNEWS.COM
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan 

TRIBUNKALTARA.COM – Cerita Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan, terorisme sering manfaatkan perempuan dalam melakukan aksinya. Jadi modus perampokan, sehari bisa dapat Rp 1 miliar.

Modus-modus terorisme memang kerap kali memanfaatkan perempuan sebagai 'ujung tombak'. Di antaranya melakukan perampokan demi mendapatkan dana operasional.

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan menceritakan, saat dirinya menjadi seorang perekrut kelompok radikal di NII.

"Radikalisme di kalangan perempuan ini memang unik," tutur Ken saat berbincang bersama Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara D Ambarita, Kamis (1/4/2021).

Baca juga: KAGET Tau Anak Terlatih Nembak, Ayah Terduga Teroris Serang Mabes Polri Sebut Pasti Ada Pengajak ZA

Baca juga: Terbongkar Sikap Terduga Teroris yang Serang Mabes Polri, ZA Berubah Setelah DO dari Kampus

Saat masih bergabung dengan NII, kata Ken, anggota terbanyak adalah dari kalangan perempuan.

"Bahkan di tingkat amaliyah, penggalangan dana, dan perekrutan anggota baru, perempuan itu cukup menjadi andalan," ucap Ken.

Sosok wanita terduga teroris yang ditembak mati oleh polisi saat menyerang Mabes Polri.
Sosok wanita terduga teroris yang ditembak mati oleh polisi saat menyerang Mabes Polri. (KOLASE TRIBUNKALTARA.COM)

Ken menyontohkan, perempuan di NII memiliki tugas khusus sebagai garda terdepan untuk melakukan perampokan. Misalnya, menyamar jadi pembantu di perumahan.

"Perampokan itu kita pernah sehari bisa mencapai Rp 1 miliar. Modusnya ketika saya bergabung, itu kita menggunakan perempuan," imbuh Ken.

Ken mengatakan, mereka dibuatkan KTP, ijazah, dan Kartu Keluarga palsu untuk meyakinkan si pengguna jasa mereka bekerja.

"Kita pilih Pondok Indah, Kalibata, jadi pembantu. Tunggu majikan pergi, anak sekolah. Panggil kita kasih tahu rumah kosong, kalau perlu kita bawa mobil atau truk, itu harta orang kita ambil," tuturnya.

Sementara kelompok NII lainnya bergerak ke rumah tersebut, setelah mendapat informasi rumah ditinggalkan oleh para majikan. Dengan begitu leluasa untuk mengambil barang-barang berharga.

 

Baca juga: Stimulus Listrik Diperpanjang hingga Juni 2021, Ingin Mendapat Diskon Begini Cara Mendapatkannya

"Jadi kayak orang pindahan. Kita di rumah kayak toko emas, yang asli sebelah kiri, palsu sebelah kanan. Saya baru tahu di rumah elite itu juga banyak emas palsunya," ungkap Ken.

"Satu hari lima orang di tempat yang berbeda itu pernah di atas Rp 1 miliar. Karena kita menganggap harta di luar kelompok boleh diambil. Harta musuh kita ambil untuk perjuangan," ujar Ken.

Terpapar Radikalisme Berani Bohongi Orangtua

Ken Setiawan juga membagikan kisah, beragam cara generasi milenial yang terpapar paham radikal membohongi orangtua mereka

Ken Setiawan mengatakan, bagi mereka yang menganut paham radikal mengambil harta orangtua adalah halal hukumnya.

"Karena kita menganggap harta di luar kelompok boleh diambil. Harta musuh kita ambil untuk perjuangan. Termasuk mengambil harta orang tua.

Ini juga yang banyak dilakukan kalangan milenial yang sudah tergabung kelompok radikal saat ini," kata Ken.

Baca juga: Sinopsis dan Link Nonton Ikatan Cinta Jumat Malam Ini, Al Yakin Elsa Ada Hubungan dengan Kasus Roy?

Ken sendiri adalah mantan perekrut kelompok radikal awal dekade 2000-an.

Dia mengaku lembaganya menerima banyak laporan kasus penipuan anak terhadap orangtuanya untuk membiayai kegiatan kelompok mereka.

Ada seorang anak yang mengaku dihipnotis dan menghilangkan motor milik kawannya kemudian datang bersama kawannya tersebut dan mengadu kepada orangtuanya.

Padahal kawannya tersebut juga bagian dari kelompok radikal.

Ada pula seorang mahasiswa asal Bandung yang kuliah di universitas ternama di Yogyakarta  mengaku kepada orangtuanya memecahkan alat laboratorium seharga Rp 300 juta.

Orangtuanya awalnya tidak percaya anaknya tergabung dalam kelompok radikal karena anaknya tersebut selalu berkomunikasi dengannya.

"Bahkan telepon katanya anaknya di kampus, padahal kata dosennya anaknya sudah drop out, dan mereka sudah tergabung ke kelompok radikal," kata dia.

"Anaknya jadi DPO karena merekrut kawan-kawannya. Jadi akhirnya kalau memang di kampus, telepon terus bertemu di ruangan.

HP dimatiin, sampai sekarang anaknya hilang entah di mana," ujarnya.

Baca juga: Viral di TikTok, Seorang Pria Tidur di Pelaminan, Terkejut saat Bangun di Hadapan Pengantin

Ada pula mahasiswa kampus di Jawa Barat yang menipu orangtuanya dengan cara lain.

Mahasiswa yang sempat bergabung di NII namun kini pindah ke organisasi lain itu, kata Ken, melamar ke empat perusahaan teknologi informasi dengan identitas palsu.

Setelah bekerja satu bulan, ia mengatakan kepada rekan dan atasan di kantornya bahwa orangtuanya meninggal dan meminta sumbangan.

"Kebetulan ibunya kenal, tiga minggu tidak pulang. Ibunya tanya ke kantor, menanyakan anaknya.

Dia ditanya, 'Lah ibu siapa? katanya orang tuanya sudah meninggal'. Dia juga jual mobil orangtuanya. Jadi ini luar biasa," kata Ken.

Meski cerita-cerita tersebut miris, menurut Ken penanganan yang salah terhadap kasus serupa bisa menimbulkan masalah baru.

Banyak orangtua, kata dia, yang melihat anaknya berubah mengkafirkan orangtua dan pulang-pulang langsung bercadar.

Baca juga: 5.000 Test Swab Antigen Bantuan BNPB Tiba di Nunukan, 2 Unit PCR dan 60.000 Masker Dalam Perjalanan

Mereka ada yang mengira anaknya kesambet dan memanggil orang pintar.

"Dipasung anaknya di rumah dalam waktu 1,5 tahun. Itu perempuan, sekarang rambutnya botak.

Penanganan yang salah juga menimbulkan korban semakin tertekan. Dia ingin dialog, kalau memang salah di mana salahnya dan mana yang benar," kata Ken. (*)

Baca juga Teror di Mabes Polri

Berita Terkait Ledakan Bom di Makassar

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved