Hari Paskah

Kenapa Jumat Agung Disebut Good Friday? Ternyata Bermula dari Pelesetan Kata

Umat Kristiani di seluruh dunia memperingati Jumat Agung atau Good Friday pada Jumat 2 April 2021.

Penulis: - | Editor: Cornel Dimas Satrio
The Indian Express
Jumat Agung atau Good Friday. 

TRIBUNKALTARA.COM - Umat Kristiani di seluruh dunia memperingati Jumat Agung atau Good Friday pada Jumat 2 April 2021.

Jumat Agung diperingati untuk mengenang wafatnya Yesus Kristus.

Lalu kenapa Jumat Agung disebut Good Friday?

Dikutip TribunKaltara.com dari Kompas.com, Good Friday disebut sebagai hari yang baik, hari yang dianggap suci oleh umat Kristiani.

Baca juga: Apa Itu Jumat Agung atau Good Friday? Simak Maknanya Bagi Umat Kristiani yang Memperingatinya

Baca juga: Makna Jumat Agung, Perayaan Sakral Umat Kristiani Hari Ini 2 April 2021, Yesus Wafat di Salib

Ada pula yang menyebut Good Friday sebagai pelesetan dari kata God's Friday, yang berarti Jumat Tuhan.

Sebenarnya tak hanya Jumat yang dibubuhi Agung, namun juga hari perayaan Kristen lain, yakni Rabu Abu yang mulanya disebut sebagai Rabu Agung.

Namun nama Rabu Abu kini lebih familiar dan sering digunakan meski perayaannya tak sepopuler Jumat Agung.

“Merujuk pada hari (atau kadang musim) di mana ketaatan keagamaan dijalankan," kata seorang editor senior di Oxford English Dictionary (OED), Fiona MacPherson.

OED menyatakan "baik" dalam konteks ini mengacu pada "hari atau musim yang dirayakan sebagai hari suci oleh gereja."

Kondisinya berlaku sama dengan penyebutan good tide (air pasang baik) pada hari Natal atau pada Shrove Tuesday (hari sebelum Rabu Abu yang mengawali rangkaian Paskah umat Kristen).

Baca juga: Kumpulan Ucapan Jumat Agung atau Good Friday, Bisa Dikirim untuk Saling Mengenang Kebaikan Yesus

Sejarah Jumat Agung

Umat Kristiani di seluruh dunia akan memperingati wafatnya Yesus Kristus setelah disalib di Golgota.

Hari wafatnya Yesus ini juga biasa disebut dengan Jumat Agung.

Meski di Alkitab sendiri tak disebutkan secara pasti hari wafatnya Yesus, karena sempat diduga Yesus wafat pada Rabu.

Wafatnya Yesus ini dianggap sebagai penebus dosa-dosa umatnya.

Dimulai dari Yesus yang diadili lalu diakhiri dengan disalib.

Berikut sejarah perjalanan Yesus hingga akhir hayatnya:

Yesus dihukum mati di kayu salib.

Peristiwa tersebut diperingati dalam ibadah Jumat Agung oleh umat Kristiani di seluruh dunia.

Dikutip TribunKaltara.com dari Kompas.com, penyaliban adalah sebuah hukuman mati yang dianggap paling kejam dan memalukan di masanya.

Penyaliban sendiri adalah metode eksekusi di mana seseorang digantung dengan lengannya dari salib  atau struktur serupa hingga mati.

Namun, jika merunut sejarahnya, sebenarnya kapan metode eksekusi ini mulai dianut oleh masyarakat?

Dalam sebuah artikel ilmiah yang dipublikasikan di South African Medical Journal (SAMJ) pada Desember 2003, para penulis menyebut bahwa kemungkinan eksekusi ini berasal dari Asiria dan Babilonia.

Meski begitu, penyaliban pertama kali digunakan secara sistematis oleh bangsa Persia pada abad ke-6 sebelum masehi (SM).

Saat itu, korban penyaliban diikat ke pohon atau tiang dengan kaki jauh dari tanah.

Seiring berjalannya waktu, bentuk tiang palang (salib) digunakan untuk melaksanakan hukuman ini.

Pada abad ke-4 SM, Alexander Agung mengadopsi metode ini dan membawanya ke Mediterania lalu berkembang ke Mesir, Suriah, Fenisia, dan Kartago (daerah di Afrika Utara).

Selama Perang Punisia (Romawi melawan Kartago), para tentara Romawi mempelajari teknik ini.

Bahkan, Romawi menerapkan bentuk eksekusi penyaliban selama lebih dari lima abad.

Menurut sejarawan, ke mana pun prajurit Romawi berada, mereka sering menerapkan eksekusi ini.

Tak tinggal diam, suku lokal yang berperang melawan Romawi juga membalas perlakuan para prajurit itu dengan cara yang sama.

Misalnya saja pada tahun 9 masehi, pemimpin Jerman Arminius menyalib banyak prajurit Romawi  yang dikalahkan oleh Varus.

Kisah serupa kembali terjadi pada tahun 28 masehi, ketika suku Jerman menyalib para penagih pajak Romawi.

Sayangnya, hanya sedikit informasi tentang sejauh mana penyaliban dilakukan di Spanyol, Galia, Afrika Utara, dan Asia.

Selain bangsa Romawi, perkamen Qumran juga menjadi bukti adanya penyaliban bangsa Yahudi setelah abad ke-2 SM.

Perkamen tersebut menjadi bukti bahwa Hukum Yahudi pada masa itu menerima penyaliban sebagai salah satu metode eksekusi yang lebih tua dibanding hukuman rajam atau mencekik.

Di bawah pendudukan Romawi, bentuk hukuman ini menjadi hal biasa.

Bahkan pada tahun 4 SM, bangsa Romawi talah menyalib 2.000 orang Yahudi.

Pada masa itu, penyaliban dipandang sebagai hukuman budak.

Selain itu, hukuman ini juga sarat dengan muatan politik.

Selama abad pertama masehi, terjadi penyaliban besar-besaran yang diberikan pada kebanyakan orang Yahudi karena memberontak pada Roma.

(*)

Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com

Follow Twitter TribunKaltara.com

Follow Instagram tribun_kaltara

Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved