Berita Nunukan Terkini

Akibat Penambangan Pasir Ilegal, 14 Rumah di Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Rusak

Belakangan ini publik Nunukan dihebohkan dengan aktivitas tambang pasir ilegal di Desa Sei Manurung, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan

Penulis: Febrianus Felis | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ Istimewa
Aktivitas tambang pasir ilegal di Desa Sei Manurung, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Belakangan ini publik Nunukan dihebohkan dengan aktivitas tambang pasir ilegal di Desa Sei Manurung, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Diketahui, penambangan pasir yang sudah berlangsung puluhan tahun itu baru mencuat ke publik, lantaran dampak kerusakan terhadap ekosistem di lingkungan pesisir sudah cukup parah.

Informasi yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, garis pantai Pulau Sebatik bergeser 5 hingga 6 meter setiap tahunnya.

Baca juga: Puluhan Babi Mati Mendadak di Desa Long Yin, Dugaan Virus ASF, Dinas Pertanian Bulungan Ambil Sampel

Baca juga: Krisis Air, Warga Kerok Laut Kabupaten PPU Antre Air Bersih, Dijatah 2 Sampai 4 Jerigen 

Hingga Februari 2020, BPBD Nunukan mencatat sekira 969 Ha pantai di Sebatik tergerus abrasi.

Abrasi tersebut berdampak pada 4 kecamatan di Pulau Sebatik, yakni Kecamatan Sebatik Timur dengan luas 120 Ha, Kecamatan Sebatik Induk seluas 357 Ha, Kecamatan Sebatik Barat seluas 416 Ha, dan Kecamatan Sebatik Utara seluas 76 Ha.

Adapun kerusakan yang terjadi pada lokasi yang dimaksud yakni sebanyak 14 unit rumah, beberapa titik jalanan, satu bangunan posyandu, satu bangunan Musallah, dan satu jembatan pos Marinir.

Baca juga: Rencana Pemerintah Kenakan Pajak untuk Sembako, Wakil Ketua Baleg DPR RI Ibnu Multaza Tak Setuju

Ketua Komisi I, DPRD Nunukan, Nursan mengatakan dua hari lalu pihaknya telah melakukan monitoring ke lokasi penambangan pasir ilegal di pulau Sebatik itu.

Dia akui, penambangan pasir secara liar itu sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Bahkan, pada tahun 2009 lalu, dia sempat terlibat dalam sidak ke lokasi tambang pasir tersebut.

Proses evakuasi tiga penambang emas yang tewas terjebak di 'Lubang Jarum' di Merangin, Jambi.
Proses evakuasi tiga penambang emas yang tewas terjebak di 'Lubang Jarum' di Merangin, Jambi. (TRIBUNJAMBI)

"Kemarin itu hanya monitoring dan ternyata masih ada tambang pasir ilegal di sana. Kami juga sudah merekomendasikan penutupan total aktivitas penambangan pasir di sana," kata Nursan kepada TribunKaltara.com, Jumat (11/06/2021), pukul 13.00 Wita.

Menurutnya, rekomendasi dan kebijakan penutupan total itu berlandaskan pada Pasal 35 (i) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Dalam UU itu tegas dinyatakan, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya," ucapnya.

Baca juga: Tim SAR Akhirnya Temukan Penambang Pasir yang Tenggelam di Sungai Kayan Kaltara

Kasus tambang pasir ilegal itu memiliki sisi dilematis. Pasalnya, bahan material pasir untuk pembangunan infrastruktur di pulau Sebatik hanya bersumber dari Desa Sei Manurung, yang kini dilarang aktivitas pengerukan pasirnya.

Di sisi lain, larangan pengerukan pasir berimplikasi pada mata pencaharian warga yang selama ini bergantung pada aktivitas tambang pasir.

"Saya ingin menggaris bawahi undang-undang diciptakan untuk mengantisipasi benturan di masyarakat. Undang-undang tidak boleh ditawar-tawar, tinggal pilih mau hitam atau putih. Kalau mau menegakkan hukum, apapun dalihnya yang melanggar aturan, tidak boleh dilakukan," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved