Berita Nunukan Terkini

Desa Tanpa Listrik Isolasi Ratusan Penduduk Perbatasan Kabupaten Nunukan jadi Perhatian TMMD Ke 111

Desa tanpa listrik isolasi ratusan penduduk perbatasan di Kabupaten Nunukan jadi perhatian TMMD ke 111.

HO/Kodim Nunukan
Kondisi salah satu desa yang tidak teraliri listrik di Kabupaten Nunukan, yang menjadi perhatian TMMD ke 111 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Memiliki luas wilayah sekitar 60,94 Kilometer persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 476 Kepala Keluarga (KK), Desa Binusan Dalam yang merupakan pemekaran dari Desa Binusan di Kecamatan Nunukan, hingga kini warganya tak kunjung merasakan nikmatnya listrik PLN.

“Desa kami memiliki 7 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk 1.834 jiwa,” kata Ketua RT 11 Desa Binusan Dalam Sappe.

Sejak menjadi desa otonom pada tahun 2019 lalu, warga Desa Binusan Dalam, hingga kini tak mengenal apa itu listrik, pulsa token, dan apa itu listrik prabayar.

Baca juga: Pemda Nunukan Beri Rp 1 Miliar untuk Program TMMD, Ini Kata Dandim 0911 Letkol Eko Pur Indriyanto

Baca juga: TMMD di Tarakan Telah Selesai, Jenderal TNI Anak Buah Andika Perkasa Kunjungi Kalimantan Utara

Baca juga: TMMD Resmi Berakhir, Dandim 0907/Trk Serahkan Bukti Pencapaian ke Walikota Tarakan

“Usia saya saat ini sudah 35 tahun, sampai sekarang belum pernah menikmati listrik, bagaimana sih rasanya beli token listrik itu, penasaran saya,” kata Sappe.

Kalaupun ada penerangan listrik di Desa Binusan Dalam, hanya rumah rumah milik warga di RT. 6 dan RT. 10, karena mendapatkan bantuan listrik tenaga surya dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Namun, Itupun tidak bisa bertahan lama.

Sappe adalah salah satu warga Binusan Dalam yang lahir dan besar disana. Sebagai seorang ketua RT tentu banyak menerima keluhan dan keresahan masyarakat tidak hanya soal listrik,  tetapi juga soal kebutuhan sembako karena sulitnya transportasi akses jalan dari kota Nunukan ke desanya.

Tidak hanya persoalan itu, Sappe menuturkan, warganya juga kesulitan mendapatkan air bersih. Biasanya warga hanya mengandalkan sumur gali dan rawa itupun kadang kering dikarenakan musim kemarau datang.

Berbagai macam kesulitan ini telah disampaikan ke desa induk dan kecamatan. Namun hingga saat ini belum ada realisasi dan hanya sebatas janji.

“Kami harus membiasakan dengan cahaya terbatas pada malam hari, kesulitan air dan sulitnya membeli sembako. Pagi harus basah dikarenakan embun, malam harus was-was terhadap binatang buas seperti ular dan lainnya” ungkapnya.

Menurut Sappe, harusnya Desa Binusan Dalam bisa berkembang selayaknya desa lainya, apalagi berada satu daratan dengan Pulau Nunukan. Terasa aneh sekali jika melihat wilayah di ibu kota kabupaten yang jaraknya tidak jauh dari sumber yang terang benderang.

Tidak adanya jaringan listrik menyebabkan masyarakat dipaksa mengisi baterai handphone dengan berjalan kaki jauh menuju desa induk, sementara anak-anak tersebut menunggu handphone untuk keperluan belajar online disaat masa pandemic seperti ini.

“Orang tua terpaksa beli HP untuk anak belajar daring, padahal kami rata-rata petani, ada 2 orang pegawai honorer penjaga kubur, jangan heran kalau disini masih banyak warga yang buta aksara,” terangnya.

“Kadang warga menuju rumah ibadah seperti gereja atau masjid harus berjalan di atas tanggul lahan sawah sambil meraba-raba dan saat hujan Desa juga harus terendam banjir,” tambahnya.

Bukan hanya pada aspek Ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. Pada aspek kesehatan juga kian memprihatinkan. Pasalnya Ibu-ibu di RT 11 yang memiliki anak juga harus bertarung melawan medan sulit guna mengantarkan anaknya ke posyandu untuk bisa diimunisasi.

“Jarak dari sini ke posyandu itu memakan waktu kurang lebih 30 menit jika menggunakan kendaraan. Atau sekitar 4 kilometer dari pemukiman ini”.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved