Travel
Mengenang Kejayaan di Museum Kesultanan Bulungan, Peristiwa Bultiken Membekas di Ingatan Datu Hamid
Peristiwa Bultiken 1964 pun sangat membekas di ingatan Datu Hamid. Dirinya yang hampir 15 Tahun tinggal di Istana, harus melihat Kejayaan Kesultanan.
Penulis: Maulana Ilhami Fawdi | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TANJUNG SELOR - Kesultanan Bulungan, dengan raja pertama yang telah memeluk Islam ialah Wira Amir, memerintah sejak 1731-1777 dengan gelar Sultan Amril Mukminin.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Bulungan dahulu, kini setara dengan wilayah Provinsi Kalimantan Utara hari ini.
Namun kejayaan Kesultanan Bulungan mulai redup sejak Republik Indonesia diproklamirkan.
Baca juga: Museum Kesultanan, Sisa-sisa Kejayaan Bulungan, Datu Abdul Hamid Kenang Masa Kehidupan di Istana
Dimulai sejak Tahun 1958, di mana saat itu status Swapraja atau Daerah Istimewa dihapuskan, yang menyebabkan Raja atau Sultan tidak lagi menjabat sebagai Kepala Daerah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pemangku Sultan Bulungan, Datu Abdul Hamid saat ditemui di Museum Kesultanan Bulungan, Sabtu (14/8/2021) lalu.
"Tahun 1949 kita bergabung ke Republik Indonesia, lalu tahun 1950 raja-raja diangkat, dan daerah dijadikan Swapraja. Lalu Tahun 1958 diambil alih oleh pemerintah, hilanglah raja-raja itu," kata Datu Abdul Hamid.
Baca juga: Museum Mulawarman Tenggarong Kembali Dibuka, Pengunjung Wajib Patuhi Prokes, Catat Tanggalnya
"Tahun 1958 ke atas, raja atau Sultan itu sudah tidak ada apa-apanya lagi, yang tersisa hanya di Jogja saja, Solo saja juga tidak," tambahnya.
Puncaknya terjadi di Tahun 1964, saat peristiwa Bulungan Tidung Kenyah atau Bultiken terjadi, di mana tentara pada masa itu membakar seluruh komplek Istana Kesultanan Bulungan.

Dengan tuduhan, Kesultanan Bulungan mendukung Malaysia saat gerakan Ganyang Malaysia atau saat Dwikora berlangsung pada 1964-1966.
Menurutnya, tuduhan tersebut tak memiliki bukti, ia mengatakan alasan tentara menuduh Kesultanan Bulungan membantu Malaysia, lebih kepada sentimen Pangdam VI Mulawarman waktu itu dengan kerajaan, serta kedekatannya dengan haluan kiri.
Peristiwa Bultiken 1964 pun sangat membekas di ingatan Datu Hamid. Dirinya yang hampir 15 Tahun tinggal di Istana, harus melihat Kejayaan Kesultanan Bulungan luluh lantak ditelan api. Begitu pula dengan kenyataan kerabat Kesultanan yang diculik bahkan dibunuh.
Baca juga: Komunitas Tarakan Tempo Doeloe Serahkan Koleksi Peninggalan Perang Dunia II ke Museum Sejarah
"Tahun 1964 ini ada tiga bangunan Istana, satu rumah adat dan satu kantor, semua rata dengan tanah," katanya.
"Kita difitnah membela Malaysia saat Ganyang Malaysia, abang-abang saya ditangkap dibunuh dibuang ke laut, harta-harta dijarah," jelasnya.
Kini Kesultanan Bulungan berusaha untuk tetap eksis, salah satunya dengan mempertahankan sisa-sisa peninggalan Istana yang luput dari penjarahan.