Berita Nasional Terkini

Tersangkut Kasus Suap Lelang Proyek, Bupati HSU Abdul Wahid Tertunduk, Bungkam Usai Diperiksa KPK

Tersangkut kasus suap lelang proyek irigasi, Bupati Hulu Sungai Utara atau HSU Abdul Wahid tertunduk dan terdiam, bungkam usai diperiksa KPK.

Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022 di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/10/2021) malam. 

Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah menetapkan enam orang tersangka yaitu Robi Okta Fahlevi, Ahmad Yani, Elfin MZ Muchtar, Aries HB, dan Ramlan Suryadi.

Perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.

Sementara, Juarsah, saat ini perkaranya masih tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.

Konstruksi Perkara

Alex, Sapaan Alexander, menjelaskan untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019, pada sekitar Agustus 2019, Robi Okta Fahlevi bersama dengan A. Elfin MZ Muhtar menemui Ahmad Yani yang saat itu menjabat selaku Bupati Muara Enim.

Dalam pertemuan tersebut, Ahmad Yani menyampaikan agar berkoordinasi langsung dengan A. Elfin MZ Muchtar dan nantinya ada pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai net proyek untuk para pihak yang ada di Pemkab Muara Enim dan para anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019.

Baca juga: KPK Tetapkan Azis Syamsuddin jadi Tersangka, Mundur Diri dari Wakil Ketua DPR RI, Ini Sikap Golkar

Pembagian proyek dan penentuan para pemenang proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim diduga dilakukan oleh Elfin MZ Muhtar dan Ramlan Suryadi sebagaimana perintah dari Ahmad Yani, Juarsah, Ramlan Suryadi, dan Indra Gani BS dkk agar memenangkan perusahaan milik Robi Okta Fahlevi.

“Setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen fee dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin MZ Muhtar,” jelas Alex.

Pemberian uang dimaksud diterima oleh Ahmad Yani sekitar sejumlah Rp1,8 miliar, Juarsah sekitar sejumlah Rp2,8 miliar dan untuk para tersangka baru diduga dengan total sejumlah Rp5,6 miliar.

“Terkait penerimaan para Tersangka, diberikan secara bertahap yang di antaranya bertempat di salah satu Rumah Makan yang ada di Kabupaten Muara Enim dengan nominal minimal pemberian dari Robi Okta Fahlevi masing-masing mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta,” ungkap Alex.

Alex mengatakan, peneriman uang oleh para tersangka baru selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemerintah Kabupaten Muara Enim khususnya terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.

“Uang-uang tersebut, diduga digunakan oleh para Tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu,” terang Alex.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: Trending Topic BEM SI Ultimatum Jokowi soal Pemecatan 56 Pegawai KPK, Nitizen: Kok Baru Sekarang?

Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 30 September 2021 sampai 19 Oktober 2021.

Rinciannya, IG, AYS, MD, dan MH ditahan di Rutan KPK Kavling C1. IJ, ARK, MS, dan FR ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Sementara SB dan PR ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved