Hindari Salah Paham, Ini Nasihat Ketua MUI Pusat ke Menag Yaqut Terkait Edaran Penggunaan Toa Masjid
MUI Pusat nasehati Menag Yaqut Cholil Qoumas terkait Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
TRIBUNKALTARA.COM - Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat KH M Cholil Nafis menyarankan perlunya sosialisasi mengenai Surat Edaran Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Dikatakan KH M Cholil Nafis yang juga Rais Syuriyah PBNU tersebut, penyebarluasan informasi mengenai edaran Menag Yaqut Cholil Qoumas tersebut dinilai sangat krusial agar tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat.
Menurut KH M Cholil Nafis, surat edaran Menag Yaqut Cholil Qoumas sudah sangat relevan karena selama ini belum ada aturan mengenai penggunaan pengeras suara masjid selain azan.
Dikutip dari situs resmi Nahdlatul Ulama, KH Cholil Nafis menjelaskan, pengeras suara atau toa masjid merupakan bentuk syiar, asal dipergunakan tepat pada waktunya.
Baca juga: Ketua MUI Pusat Beri Saran ke Menag Yaqut Terkait Surat Edaran Penggunaan Pengeras Suara Masjid
“Memang ada relevansinya berkenaan dengan pengeras suara; azan sama sekali tidak diatur (asalkan pada waktunya dan sesuai syariah), yang diatur adalah penggunaan pengeras suara untuk kegiatan, misalnya bacaan sebelum adzan atau tarhim,” katanya lewat keterangan yang diterima NU Online, Senin (21/2/2022).
Pendapat dia, penerapan aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid perlu mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat sekitar yang tidak sama.
Misalnya, aktivitas pengeras suara sebelum adzan cukup dinikmati di pedesaan, berbeda bagi masyarakat perkotaan dengan tingkat heterogenitas tinggi.
“Ada bedanya pedesaan dan perkotaan. Bagi (masyarakat) pedesaan mereka menikmati sekali adanya tarhim, bacaan Qur’an yang lama. Tetapi untuk perkotaan, dengan heterogenitas dan pekerjaan yang cukup padat, sehingga mungkin akan cukup terganggu,” terang Kiai Cholil.
“Dan itu diperlukan sikap saling mengerti, ya,” sambung Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah itu.
Surat edaran itu juga direspons oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, H Asrorun Niam Sholeh. Dalam penerapannya, kata dia, aturan itu tetap harus memperhatikan semua kearifan lokal dan tidak boleh digeneralisasi di semua wilayah di Indonesia.
“Jadi di dalam implementasinya, aturan ini harus memperhatikan semua kearifan lokal, tidak bisa digeneralisir,” tutur Ni’am, sapaan akrabnya.
Baca juga: Begini Aturan Penggunaan Pengeras Suara Masjid untuk Azan dan Salat Berdasarkan Edaran Menag Yaqut
Penerapan tidak kaku
Menurut dia, jika suatu wilayah sudah memiliki kesepakatan dan terbiasa dengan penggunaan pengeras suara baik di masjid maupun musala, maka aturan baru Kemenag tersebut juga harus disesuaikan.
“Kalau di suatu daerah terbiasa dengan tata cara yang sudah disepakati bersama dan itu diterima secara umum, maka itu bisa dijadikan pijakan. Jadi penerapannya tidak kaku,” ujarnya.
Niam menjelaskan, dalam pelaksanaan ibadah ada beberapa dimensi syiar. Salah satunya adalah adzan yang menggunakan pengeras suara.