Predator Anak di Tarakan
9 Santri Korban Predator Sesama Jenis Kini Ditangani DP3APPKB Tarakan, Ada yang Trauma Ketakutan
Update asusila sesama jenis yang dilakuakn RD terhadap puluhan santri, DP3APPKB tangani 9 korban predator anak di Tarakan, ada yang trauma ketakutan.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Cornel Dimas Satrio
Karena lanjutnya, memang pelaku RD mengakui sudah melakukan sejak 2016.
Tidak menutup kemungkinan, muncul korban lain dari aksi bejat predator anak di Tarakan tersebut.
Dalam hal ini pihaknya membentuk per kelompok dalam melakukan proses pendampingan kepada anak untuk menjalami trauma healing pasca inisiden yang dialami.
"Kami bentuk lima kelompok. InsyaAllah Jumat kami melakukan assessment dan Sabtunya, langsung dipetakan.
Kan saat ini belum diketahui berapa anak yang sudah mendapatkan perlakuan dari RD secara berulang karena bertahap, ada yang baru mengaku korban-korbannya," beber Mariyam.
Baca juga: Heboh Predator Sesama Jenis di Tarakan, Korbannya 30 Santri di Bawah Umur, Polisi tak Tinggal Diam
Sabtu jika tak ada aral melintang, proses assessment tahap awal.
Adapun terhadap ke-9 anak yang menjadi korban ini, saat dilakukan pendampingan awal, kondisinya memang ada yang terlihat merasakan trauma ada juga yang tampak biasa saja.
"Kami bawa ke Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Anak (P2TPA) Sedungan di tempat kita.
Khusus yang trauma itu misalnya dia diam, kalau kami tanya, masih takut banget.
Sedangkan yang lainnya sudah bisa diajak berkomunikasi mengakui pernah diperlakukan seperti apa oleh pelaku, mereka cerita dengan polosnya aja," urainya.
Adapun terhadap anak yang mengalami trauma, DP3APPKB Tarakan menduka itu dipengaruhi timdakan bejat RD yang dilakukan terhadap korban secara berulang kali.
"Ketika kami menyebut nama pelaku, anak ini langsung ketakutan, yang agak berat, kami secara privat melakukan pendampingan dan penanganan psikologis," tegasnya.
Maryam menyebut usia anak-anak yang menjadi korban di kisaran usia 10 tahun, 13 tahun, 14 tahun. Sehingga perlu pemetaan dilakukan mana anak yang mengalami perlakuan berulang.
"Kita mau bagi karena masing-masing ada tingkat keparahannya, dan bagaimana nanti penanganan dari trauma healing yang dialami anak-anak ini," pungkasnya.
(*)