Ramadan
Ibadah yang Dianjurkan bagi Wanita Haid saat Bulan Puasa, 1 Ramadhan 1443 H Jatuh 3 April
Berikut ini amalan Ramadhan bagi wanita haid, 1 Ramadhan 1443 H jatuh 3 April berdasarkan keputusan Menteri Agama RI.
Dalam sebuah hadits doa disebut sebagai mukhkhul ‘ibâdah (otak dari ibadah).
Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk oleh perempuan yang sedang haid atau nifas.
Lebih dari sekadar meminta, doa yang berakar kata dari da‘â-yad‘û-du‘â juga berarti berseru atau memanggil.
Doa mengandung ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah. Berdoa bisa juga disebut bermunajat.
Melakukan kegiatan sosial
Di samping ibadah-ibadah yang bersifat ritual, umat Islam juga diperintahkan untuk memperbanyak kegiatan positif yang bersifat sosial.
Kegiatan sosial tersebut bisa berupa pergaulan secara baik, donor darah, menanam pohon, memberi makan kaum fakir, memudahkan urusan orang lain, mengajar, menyediakan buka puasa bagi anak-anak jalanan, dan lain sebagainya.
Di bulan suci Ramadhan ibadah bernuansa sosial itu tercermin, misalnya, dalam perintah untuk menyuguhkan buka puasa walaupun hanya sebiji kurma.
Artinya, aktivitas perempuan haid yang menghidangkan sajian berbuka untuk keluarga terhitung ibadah.
Puasa sendiri adalah bentuk latihan seorang hamba untuk merasakan keadaan saudara-saudaranya yang sehari-hari didera rasa lapar dan haus karena tak mampu.
Baca juga: Catatan Amal Dilipatgandakan, Ini 4 Ibadah yang Bisa Menambah Pahala di Bulan Ramadhan
Dengan demikian, kegiatan sosial sesungguhnya merupakan ibadah yang memang menjadi jati diri makna puasa itu sendiri.
Selain ketiga contoh di atas masih banyak bentuk-bentuk ibadah lain yang bisa dilakukan perempuan yang tengah menstruasi atau nifas.
Aktivitas-aktivitas itu tak hanya yang berelasi khusus dengan Allah tapi juga bisa sekaligus dengan sesama manusia.
Bagaimana dengan membaca Alquran? Seperti disebutkan di atas, ulama berbeda pendapat soal ini. Dalam madzhab Syafii ulama sepakat bahwa perempuan haid/nifas tidak diperkenankan menyentuh atau membawa mushaf.
Tapi sebagian lain membolehkan membaca Alquran (tanpa menyentuhnya) dengan niat dzikir, doa, atau mempelajarinya.