Berita Tarakan Terkini

Mengenal Sosok Soleh, Peternak Sapi Kurban di Tarakan, Langganan Pejabat hingga Jokowi

Mengenal sosok Soleh, peternak sapi kurban di Tarakan yang jadi langganan pejabat hingga Presiden. Gaji pekerja melebihi upah minimum (UMK) Tarakan.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH
Pak Soleh saat menunjukkan sapi milik Gubernur Kaltara yang sudah dipesan di lokasi peternakannya di wilayah Pasir Putih, Kelurahan Karang Anyar Kota Tarakan. 

Ia menceritakan, pengalaman menangani sapi miliknya sampai jatuh terguling ke sungai di bawah dimana memang lokasi peternakannya berbatasan dengan sungai di area Pasir Putih.

"Pernah 16 ekor itu sampai tergulung-gulung jatuh ke sungai bawah itu sampai satu mati. Pondoknya kandangnya ikut jatuh ke sungai. Memang belum ada atapnya tahun 2009 waktu itu," ujarnya.

Mau tidak mau harus bekerja ekstra kembali membawa seluruh sapi naik ke perternakan sampai sore dikerjakan. Dan sebelumnya dari 16 ekor sapi yang jatuh, semua berhamburan ada yang masuk ke septitank rumah warga, ada yang masuk ke jalan.

"Panik juga kami waktu itu tapi mau diapa risiko pekerjaan," urainya.

Di usianya sudah mencapai 72 tahun, masih kuat menangani sapi yang bobotnya rerata di atas 50 kg. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun meracik dedak untuk diberikan kepada sapi miliknya.

Kemudian kembali meracik jamu khusus untuk sapi limousin dan sapi bali yang ada di peternakan.

Aroma sapi dan kotorannya tercium di badan sudah biasa baginya.

Prinsipnya, jika tidak bekerja, tidak ada penghasilan.

Pendapatan bersih ia mengakui setahun bisa sampai Rp 30 juta. Ia mengakui tak banyak karena harus berbagi dengan pekerjanya yang mencapai enam orang.

Belum lagi membeli biaya operasional seperti pakan dedak, kemudian vitamin, bahan jamu dan obat-obatan.

Baca juga: Idul Adha 2022, Wali Kota Tarakan Khairul Serahkan Seekor Sapi Kurban ke Baznas

"Dedaknya saja saya datangkan dari Gorontalo sudah Rp 100 jutaan. Satu tonnya sudah habis Rp 5 juta," sebut pria kelahiran Lamongan, 3 Maret 1950 ini.

Dan sampai saat ini ia sudah memesan sampai 20 ton. Artinya sudah habis biaya sebanyak Rp 100 juta.

"Yang banyak itu juga beli rokok anak-anak. Satu bulan sama gaji tidak lari Rp 20 jutaan. Kemudian belum makannya. Jadi penghasilan semua dicatat makan dan rokoknya, habis lebaran baru ditotal. Kalau ada untung alhamdulillah, kalau tidak banyal untung yang bersyukurlah. Namanya pekerjaan begini," pungkasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved