Ramadan

Kapan Jadwal Puasa Ramadan 2023? Muhammadiyah Tetapkan 23 Maret, Intip Metode Penentuan Awal Ramadan

Jika menilik keputusan Muhammadiyah, awal Ramadan jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023. Lantas bagaimana dengan pemerintah?

Editor: Amiruddin
Kolase TribunKaltara.com
ILUSTRASI - Puasa Ramadan. Jika menilik keputusan Muhammadiyah, awal Ramadan jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023. Lantas bagaimana dengan pemerintah? (Kolase TribunKaltara.com) 

Maka dari itu, Muhammadiyah mulai melakukan takbiran pada Kamis, 20 April 2023 dan salat Id dilaksanakan pada Jumat, 21 April 2023.

Untuk versi Pemerintah, penetapan awal puasa Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri harus berdasarkan Sidang Isbat.

Akan tetapi hingga berita ini diturunkan pada Kamis (2/2/2023), Pemerintah melalui Kementerian Agama belum menetapkan kapan Sidang Isbat dilaksanakan.

Baca juga: Bayar Utang Puasa Ramadan Dahulu atau Puasa Syawal 6 Hari setelah Lebaran, Berikut Pendapat Ulama

Perbedaan Metode Penentuan Ramadan

Terdapat dua metode penentuan kapan awal Ramadan terjadi.

Kedua metode itu adalah hisab dan rukyatul hilal.

Lantas, apa perbedaan keduanya?

Rukyatul hilal secara harfiah artinya melihat bulan secara langsung melalui alat bantu seperti teropong.

Aktivitas pengamatan ini berfokus pada visibilitas hilal atau bulan sabit muda saat matahari terbenam sebagai tanda pergantian bulan pada kalender Hijriah.

Namun, jika cuaca terhalang gumpalan awan atau mendung, tak jarang rukyatul hilal menemui kesulitan untuk melihat bulan sabit muda.

Jika hal itu terjadi, maka hilal dianggap tak terlihat sehingga penentuan awal puasa Ramadan digenapkan pada lusa berikutnya.

Petugas yang melakukan rukyatul hilal di antaranya ahli astronom, pimpinan pondok pesantren, ahli klimatologi hingga masyarakat umum yang ingin terlibat langsung.

Dalam tradisi tiap tahun, pemantauan hilal akan dikoordinir oleh Kemenag yang bekerja sama dengan ormas serta para pakar dari BMKG, Lapan, dan pondok pesantren, untuk melakukan perhitungan soal ketinggian hilal agar tidak terjadi 'salah lihat'.

Sebab terdapat aturan baku sebagai syarat terlihatnya hilal, yakni jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya yang kebetulan terlihat kasat mata di angkasa.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved