Berita Nasional Terkini

Staf Khusus Wapres hingga Ketum KIB Tanggapi Tuntutan Kenaikan Dana Desa di Talkshow ‘Kades Iwan’

'Kades Menuntut Kenaikan Dana Desa' jadi tema Talkshow Kajian Desa bareng Iwan atau ‘Kades Iwan’ belum lama ini.

Editor: Amiruddin
HO
Talkshow Kajian Desa bareng Iwan atau ‘Kades Iwan’ yang tayang secara langsung tiap Selasa pukul 18.30 WIB di TV Desa, di episode 63 pada Selasa (14/3/2023) lalu membahas tema “Kades Menuntut Kenaikan Dana Desa”. 

TRIBUNKALTARA.COM - Talkshow Kajian Desa bareng Iwan atau ‘Kades Iwan’ yang tayang secara langsung tiap Selasa pukul 18.30 WIB di TV Desa, di episode 63 pada Selasa (14/3/2023) lalu membahas tema “Kades Menuntut Kenaikan Dana Desa”.

Dalam talkshow itu, ada 3 narasumber yang hadir, antara lain: Staf Khusus Wakil Presiden RI bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah K.H Imam Azis; Ketua Umum Kepala Desa Indonesia Bersatu (KIB), Pandoyo dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teguh Dartanto, Ph.D.

Seperti biasanya, talkshow ini dipandu oleh host ‘Kades Iwan’, Iwan Sulaiman Soelasno yang juga pendiri desapedia.id.

Dalam pengantarnya, Iwan mengatakan Dana Desa yang bersumber dari APBN dalam kurun waktu 9 tahun terakhir ini jumlahnya terus naik dan hanya satu kali mengalami penurunan setiap tahunnya.

“Hal ini tentu saja menjadi capaian yang patut disyukuri khususnya untuk membiayai kewenangan lokal berskala desa pada bidang pembangunan, pemberdayaan, pemerintahan dan kemasyarakatan desa”, ungkap Iwan dalam rilis yang diterima TribunKaltara.com Kamis 16 Maret 2023.

Iwan menambahkan, dalam 9 tahun terakhir ini ada beberapa isu – isu strategis dalam tata kelola dana desa, yakni antara lain tata kelola dana desa belum berjalan sesuai semangat rekognisi dan subsidiaritas; dampak dana desa terhadap pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan desa; tuntutan kenaikan dana desa; pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dana desa secara berjenjang; formulasi dana desa; dan korupsi dana desa.

Dalam paparannya, K.H Imam Azis menyoroti soal dukungan dana desa terhadap capaian Sustainable Development Goals Desa (SDGs Desa) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, politik penganggaran dalam dana desa dan program dari pusat yang didanai oleh Dana Desa.

“Ada satu hal yang mengganggu capaian SDGs Desa yang didanai dari dana desa, yaitu menurut saya politik penganggaran kita saat ini masih berorientasi jangka pendek semua, usianya satu tahunan harus habis. Satu tahun itu terlalu pendek untuk mengukur pencapaian SDGs Desa.

Karena itu perlu waktu yang panjang dan konsisten terutama untuk mengukur pembangunan SDM dan pemberdayaan masyarakat desa misalnya. Mungkin untuk mengukur yang fisik mudah’, ujar Imam Azis.

Menurut Imam Azis, politik penganggaran yang jangka pendek ini juga menyulitkan ketika mengukur pencapaian SDGs Desa dikalangan warga miskin.

Imam Azis juga menyoroti banyaknya program – program jangka pendek dari pusat yang berlomba – lomba datang ke desa. Akibatnya, ini menyulitkan pengukuran pencapaian SDGs Desa karena program tersebut tidak ada keberlanjutan.

“Hal kedua yang saya soroti adalah bagaimana desa mempunyai semacam dana investasi. Ini penting supaya desa bisa punya nafas panjang, maka desa perlu punya tabungan.

Dana investasi desa ini bisa dioptimalkan untuk pemberdayaan. Ini adalah dana yang tidak boleh diutak atik.

Digunakan untuk program desa jangka menengah dan panjang sehingga tidak terganggu oleh gaya politik penganggaran pemerintah yang short term atau jangka pendek.

Bagaimana caranya, ini yang perlu kita rumuskan bersama”, timpal K.H. Imam Azis.

Menurut Pak Yayi, sapaan akrab Imam Azis, sesungguhnya ada sesuatu yang hilang di UU Desa, yaitu tidak dilibatkannya desa dalam perencanaan tata ruang.

“Banyak program dari provinsi dan kabupaten termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), desa tiba – tiba diminta untuk mengerjakan program tersebut, padahal desa tidak mengerti apa – apa.

Kalau desa dilibatkan dalam perencanaan tata ruang industri, pertambangan, perkebunan dan lain sebagainya, maka desa akan tahu lebih deteil, sehingga ini juga bisa mendorong investasi desa melalui PADes. Ini yang tidak terakomodasi dalam UU Desa”, ujar Imam Azis. 

Yang ketiga, Imam Azis melanjutkan paparannya, berbagai program seperti BLT Desa, Kemiskinan Ekstrem (KE) dan lain – lain memang desa hanya pelaksana tetapi harsunya tidak mengurangi dana desa.

Baca juga: Reses ke Kalimantan Utara, Fernando Sinaga Pantau Pelaksanaan Dana Desa di Desa Mansalong Nunukan

Imam Azis mengusulkan dana – dana tersebut seharusnya dialokasikan kementerian terkait yang diimplementasikan di desa tetapi tidak mengurangi alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBN.

“Kalau BLT Desa jangan diambil dari dana desa dong, sehingga dana desa juga bisa berkontribusi kepada dana investasi desa tersebut. Desa harus negosiasi”, tegasnya.

Imam Azis kemudian mengajak semua pihak untuk mendukung evaluasi dan revisi UU Desa karena momentumnya sudah tepat yaitu jelang 10 tahun pelaksanaan UU Desa.

Dalam kesempatan talkshow itu, Ketua Umum Kades Indonesia Bersatu (KIB), Pandoyo mengatakan Dana Desa sebagai mandat terpenting dari UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa merupakan hasil perjuangan dari desa dan kehendak politik dari DPR RI dan Pemerintah untuk memuliakan dan memajukan desa.

“UU Desa dimana ada mandat dana desa didalamnya disambut dengan gegap gempita oleh stakeholders desa karena ini merupakan UU terbaik yang pernah ada dalam rangka mengangkat harkat dan martabat desa yang lebih dahulu eksis dari NKRI”, ungkap Pandoyo.

Namun demikian, Pandoyo melanjutkan, dalam perjalanannya ada yang terlupakan, yaitu asas dalam UU Desa rekoqnisi dan subsidiaritas, hak asal – usul dan kewenangan lokal berskala desa.

“Ini semua telah dilupakan, akhirnya desa saat ini menjadi sampah teknokrasi, yaitu seluruh kebijakan dari kementerian turun ke desa semua, mulai dari kemendikbud, kemenkes, kemensos dan lain – lain.

Idealnya ini disertai pembiayaan, namun akhirnya desa sibuk untuk melaksanakana tugas dan mandatori dari kementerian di pusat.

Rekoqnisi dan subsidiaritas, hak asal – usul dan kewenangan lokal berskala desa menjadi tidak jalan. Bahkan LPJ yang sesuai arahan Presiden Jokowi juga tidak ditindaklanjuti oleh kementerian terkait.

Desa itu ibarat anak satu tetapi punya bapak banyak, ada tiga bapaknya”, keluh Pandoyo.

Oleh karena itu, Pandoyo mengatakan Kades menuntut kenaikan dana desa, meskipun hal itu hanyalah sebuah subsistem, karena ada 3 hal yang fundamental terkait UU Desa yang harus mendapat perhatian dari pemerintah yaitu revisi UU Desa secara menyeluruh.

Pandoyo yang juga Kades Tegalharjo, Kecamatan Trangkil, Pati ini menjelaskan hal fundamental itu pertama, soal dicabutnya syarat calon kepala desa oleh MK yang menyebabkan Kades terpilih kurang memahami budaya, keunikan dan asal – usul desa tersebut.

Kedua, terkait ADD yang dipatok 10 persen dari dana transfer daerah. Ini berdampak pada siltap kades dan perangkat desa.

“Kesejahteraan kades dan perangkat desa tidak akan pernah bisa meningkat.

Karena itu perlu ada perubahan di UU Desa, kata Pandoyo.

Ketiga, Pandoyo mengatakan banyak masyarakat sipil yang menyamakan pemdes itu sama seperti pemkab, pemprov dan pusat terkait masa jabatan, tata kelola keuangan, tata kelola pemerintahan.

“Khusus soal masa jabatan, ini terkait rekoqnisi dan subsidiaritas yang merupakan asas dari UU Desa. Ini yang membedakan kami dengan pemerintahan diatasnya”, ujar Pandoyo.

Pandoyo menyayangkan Dana Desa yang terlalu rijit ditentukan prosentasenya.

“Ini rejim prosentase. Dana desa menjadi prosentase yang telah ditentukan oleh Kemenkeu dan munculnya peraturan dibawah UU itu sangat mepet sekali ketika APBDes sudah hampir mencapai final pembahasannya. Kasus kemarin saja nyampe ke desa sudah tanggal 25 desember, Kades sudah selesai semua pembahasannya.

Akhirnya kami mau mengakomodir usulan warga yang telah tersusun di forum Musdes malah bisa berhadapan dengan APH. Jadi kades ini seperti berjalan di jalan yang sempit, terjal dan licin”, ungkapnya.

Terkait dana desa, Pandoyo menyatakan memang naik terus tetapi yang menjadi tanda tanya adalah bagaimana formulasi dan distribusinya karena ada desa yang justru mengalami penurunan di tahun 2023 ini.

“Misalnya di Kabupaten Pati secara akumulatif ada penurunan sebesar 13 persen. Ada desa yang turun sampai 1,2 miliar.

Maka kami butuh kenaikan karena kalau dihitung besarannya dana desa hanya 1,7 persen dari APBN, karena dulu perjuangan kami inginnya mencapai 10 persen”, tuntut Pandoyo.

Pandoyo menilai, kenaikan dana desa juga harus mempertimbangkan banyaknya kementerian yang programnya dimasukan ke desa.

“Misalnya di kemenkes punya program dan anggaran yang besar tetapi program stunting malah harus desa yang membiayai.

Termasuk kementerian sosial, kami masih harus menganggarkan BLT dengan prosentase tertentu.

Ini menunjukan rekoqnisi dan subsidiaritas tidak diakomodir oleh berbagai peraturan dari Menkeu, Mendes, Mensos dan Mendagri”, tegas Pandoyo.  

Senada dengan K.H Imam Azis, Pandoyo mendesak adanya revisi UU Desa karena banyak hal yang harus disesuaikan dengan kondisi fundamental saat ini termasuk dana desa.

Dekan FEB UI, Teguh Dartanto,Ph.D yang juga hadir dalam talkshow ‘Kades Iwan’ mengatakan setuju dengan kenaikan dana desa, namun alokasinya harus clear dan formulanya juga harus clear sehingga semua desa paham bahwa tiap desa dapat berapa dan tidak ada lagi penurunan jumlah dana desa yang diterima setiap tahunnya.

“Kenaikan dana desa harus dikaitkan dengan komitmen pencapaian SDGs pada 2030. Capaian – capaiannya terukur. Kita harus akuntabel, harus bertanggungjawab jika dikasi duit”, ujar Teguh.

Akademisi yang pernah menjadi Peneliti di LPEM FEB UI ini memberikan 4 catatan.

“Pertama, dana desa ini merupakan inisiasi yang luar biasa. Saya mengapresiasi. Di inisiasi sebelum Jokowi, diimplementasikan zaman Jokowi. Ini good policy dan kelihatannya merupakan salah satu kebijakan di dunia yang cukup bagus”, ungkap Teguh.

Kedua, Teguh melanjutkan paparannya, dana desa dampaknya luar biasa, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi di desa – desa yang tertinggal.

Bahkan kecepatannya dua kali dibanding desa – desa yang maju.

Sehingga dana desa ini bisa membuat pembangunan di Indonesia lebih adil, jawa luar jawa, barat dan timur suatu saat akan membuat pembangunan lebih merata.

Ketiga, Teguh meminta fokus pada perbaikan formula dana desa.

“Harus kita clearkan formula seperti apa sehingga jumlah penduduk perlu dipikirkan, indeks geografi dinaikan dan jumlah penduduk juga dinaikan”, kata Teguh.

Keempat, Teguh setuju dan mendukung kenaikan dana desa tetapi bukan sekedar naik, kenaikan dana desa harus di bundling dengan target pencapaian tujuan SDGs.

Berikut ini video lengkap talkshow Kades Iwan membahas “Kades Menuntut Kenaikan Dana Desa”. (*) 

https://www.youtube.com/watch?v=Hcyfp09_HbE

(Adv)

Join Grup Telegram Tribun Kaltara untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltaracomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com

Follow Twitter TribunKaltara.com

Follow Instagram tribun_kaltara

TikTok tribunkaltara.com

Follow Helo TribunKaltara.com

Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved