Berita Nasional Terkini

Pengembangan Kendaraan Listrik: Menyusuri Capaian Emisi di Hilir Hingga Dampak Ekstraktif di Hulu

Kebijakan pengembangan kendaraan listrik jalan keluar untuk mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi, belum diyakini sebagai langkah tepat.

Penulis: Edy Nugroho | Editor: Sumarsono
IST/tangkap layar
Diskusi Media: Beralih ke Kendaraan Listrik, Lebih Banyak Manfaat atau Mudharatnya?’, Jumat, 14 April 2023. 

Kedua, jangan menjadikan kendaraan listrik sebagai solusi palsu untuk mitigasi iklim, seperti pemberian subsidi kendaraan listrik pribadi dan pembukaan tambang nikel yang mengancam lingkungan dan mementingkan kelompok tertentu.

“Pelibatan publik di sepanjang proses pembukaan lahan tambang nikel sangat penting, termasuk mendengarkan umpan balik yang diberikan masyarakat atas kebijakan transisi kendaraan listrik,” tegas Ashov.

Baca juga: Kolaborasi Dukung Percepatan Kendaraan Listrik, PLN-Himbara Permudah Masyarakat Miliki Motor Listrik

Sehubungan dengan kebijakan transisi kendaraan listrik, Faela Sufa, Southeast Asia Director of ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) Indonesia berpandangan bahwa peraturan pemerintah harus dibuat secermat mungkin untuk dapat menjawab berbagai persoalan yang timbul atas kebutuhan transportasi di masyarakat.

Hendaknya pemerintah jangan hanya berfokus pada kepentingan kendaraan listrik pribadi, namun harus memperhatikan kepentingan infrastruktur publik yang harus ditingkatkan.

Beberapa di antaranya adalah masalah minimnya permodalan pada infrastruktur publik, pemberian insentif yang belum tepat sasaran.

“Mobilitas penduduk di daerah ibu kota yang sangat tinggi pada masa kenormalan baru, harus diimbangi dengan penyediaan transportasi publik yang mudah diakses.

Dengan demikian, ini adalah momen yang tepat jika komitmen pemerintah dalam penyediaan ekosistem elektrifikasi dapat menyasar pada transportasi massal.

Contohnya dengan memperbesar insentif untuk pembenahan dan perbaikan bagi kendaraan umum listrik dengan mempertimbangkan keamanan dan kenyamanan pengguna, keterjangkauan harga, serta inklusif,” tuturnya.

Selain itu, pengurangan emisi karbon dan kemacetan dapat teratasi dengan penataan kota yang terpadu (compact city) yang memungkinkan perjalanan warga menjadi lebih pendek dan tidak bergantung pada kendaraan bermotor pribadi.

Tantangan di lapangan untuk adopsi bus listrik masih ditemukan.

Di antaranya adalah biaya investasi yang cukup tinggi, kebijakan publik yang berubah-ubah sehingga menciptakan resistensi dari pihak lembaga keuangan selaku pemilik modal.

Selain itu, bank cenderung yang mengeluarkan pinjaman seminimum mungkin karena kurangnya pengalaman dalam perhitungan residu, dan kurangnya dukungan politis.

"Padahal, jika penggunaan bus elektrik pada 2030 bisa dimaksimalkan hingga 90 persen di skala nasional, Indonesia berpotensi untuk mengurangi 40 persen residu Gas Rumah Kaca (GRK).

Baca juga: Transisi Energi yang Adil, Bukan Sekadar Menurunkan Emisi Karbon

Maka dari itu, elektrifikasi pada bus harus diprioritaskan,” lanjut Faela.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga November 2022, sekitar 33.810 unit kendaraan listrik yang aktif digunakan di penjuru negeri.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved