Warga di Tarakan Rela Antre Beli Beras Rp 60 Ribu per 5 Kg, Nuraena, Pembelian Dibatasi 10 Kg

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Gerakan Pangan Murah (GPM) yang digelar Polres Tarakan dan Bulog Tarakan, Kamis (4/8/2025) diakui warga cukup membantu kebutuhan konsumsi beras selama sepekan. Hal ini diakui Nuraena, warga Tarakan Kalimantan Utara.

Nuraena yang juga Ketua RT 24 Kelurahan Selumit  Pantai Tarakan mengaku, rela antre berburu beras SPHP karena harga beras SPHP murah. Dikarenakan 5 Kg beras SPHP Rp 60 ribu. Namun sangat disayangkan pembelian beras SHP hanya dijatah 10 Kg atau 2 karung beras.

"Hari ini dapatnya dua karung saja. Sebenarnya harapnya kalau bisa dapat 3 atau 4 tapi di batasi 2. Tadi kami mulai dapat jam sebelas. Padahal saya ke sini jam sembilan lewat sama teman-teman," ucap Nuraena yang mengetahui kegiatan ini dari gurp WA.

Ia mengatakan beras 10 Kg ini hanya cukup  lima hari atau paling lama semingguan. Pasalnya ini memiliki jumlah orang yang tinggal di rumah sebanyak 7 orang.

Baca juga: Hanya 18 Menit Dua Ton Beras SPHP Langsung Ludes, Karung Digunting Antisipasi tak Dijual Kembali

"Lumayan ya apalagi di dalam rumah ada 7 orang. Jadi kalau saya itu masak sehari bisa sampai 2 kg. Besok masak 2 kg lagi. Bisa sampai Rp500 ribuan itu sebulan habis buat beras saja," kata Nuraena.

Sebenarnya kata Nuraena, ia tidak setiap saat mengonsumsi beras SPHP. Jika tak ada SPHP yang dikonsumsi beras merek lain. "Kalau ada jual ya belinya pas kegiatan. Kalau tidak ada juga tidak apa-apa. Tapi memang ada selisih Rp5 ribuan. Ini iyalah sangat berharga," akunya.

Ia biasa konsumsi beras lain yang biasanya didatangkan dari Sulawesi dan sudah banyak beredar di Tarakan. Harga jualnya Rp16 ribu selisih Rp5 ribuan dengan per kg beras SPHP.  

Ia mengaku, sehari 2 kg konsumsi SPHP maka sebulan bisa sampai 60 kg habis untuk 7 orang dalam rumah.  Tentu jika membeli beras merek SPHP harga jual Rp60 ribu per karung isi 5 kg, maka  sebulan bisa sampai 12 karung ukurang 5 kg habis atau sekitar Rp720 ribuan malah.

" Sementara gaji suami kerja sebagai buruh bangunan tidak setiap hari ada. Tergantung pemasukan. Apalagi 2025 agak menurun pendapatan. Kalau ada dapat kerjaan, seharinya dapat Rp100 ribu tapi kerjaan bangunan tidak setiap hari ada," bebernya.

Sehingga ia berharap adanya GPM ini tentu sangat membantu warga dan diharapkan setiap minggu dilaksanakan. "Jangan tiap hari tiap minggu saja. Atau per 15 hari per dua kali sebulan yaa," tukasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah