Pertama, fasilitas, seperti kebijakan, anggaran, dan dukungan administrasi serta protokoler pejabat.
Kedua, pengaruh sebagai pemegang kekuasaan akan mempengaruhi netralitas birokrasi dan mengarahkan pemilih.
Baca juga: Pernyataan Jokowi Presiden Boleh Memihak Menuai Kritik, Simak UU Membolehkan Presiden Kampanye
"Perlu dibedakan antara 'berpolitik' dan 'berkampanye', Presiden berhak berpolitik, tetapi ia tidak diperbolehkan untuk berkampanye.
Situasi ini menuntut tanggungjawab kita untuk bersikap. Sebab berdiam diri dan membisu sama seperti membunuh moralitas intelektual kita," kritik Castro.
Sedangkan nepotisme dan politik dinasti yang demikian parah, serta 'cawe-cawe' politik yang dilakukan tanpa etik dan rasa malu, baru terjadi pada masa pemerintahan Jokowi.
Pernyataan Jokowi seakan memberi landasan hukum bagi sesuatu yang sebenarnya tidak etik dan melanggar asas keadilan dalam Pemilu sesungguhnya.
Mestinya, sebagai presiden, Jokowi harus membiarkan semua berproses sesuai aturan main yang ada, tanpa perlu membuat pernyataan yang membenarkan perilaku yang melanggar etik dan hukum.
Deklarasi Universitas Indonesia
Dari Jakarta, Dewan Guru Besar dan Sivitas Akademika Universitas Indonesia (UI) melakukan gerakan moral dengan menggelar deklarasi kebangsaan di Gedung Rektorat UI, Jumat (2/2).
Ketua Dewan Guru Besar UI Prof Harkristuti Harkrisnowo merasa prihatin karena tatanan hukum dan demokrasi di Indonesia telah hancur.
Sebab, di Pemilu 2024 ini etika bernegara dan bermasyarakat telah hilang karena banyak terjadi kasus korupsi dan nepotisme.
Baca juga: Sinyal Mahfud MD Mundur? Pratikno Bongkar Isi Pertemuan dengan Cawapres Ganjar, Minta Bertemu Jokowi
"Telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup," ujarnya.
Tuti mengatakan apa yang terjadi saat ini sudah membuat resah karena sikap dan perilaku para pejabat, elit politik serta hukum yang mengingkari sumpah jabatannya.
Ia menilai para pejabat negara memilih untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang Pemilu.
"Kami cemas kegentingan saat ini akan bisa menghancurkan masa depan bangsa dan ke-Indonesiaan," ungkapnya.