Ratusan Mahasiswa Demo Lagi, Tolak UU Omnibus Law di Depan Kantor DPRD Kaltim
Ratusan mahasiswa yang tergabung di Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) kembali melaksanakan aksi demo di menolak UU Omnibus Law
TRIBUNKALTARA.COM, SAMARINDA - Ratusan mahasiswa yang tergabung di Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) kembali melaksanakan aksi demo di menolak UU Omnibus Law, Kamis (8/10/2020).
Aksi tersebut dilakukan di depan kantor DPRD Kaltim, Kamis (8/10/2020).
Selain mahasiswa, para siswa SMK rencananya ikut turun ke jalan.
Informasi yang dihimpun, ajak demo ini ramai di pesan WhatsApp. Isinya mengajak seluruh siswa SMK untuk menolak UU Omnibus Law.
M Akbar, Humas Aliansi Mahakam mengaku mendapat pesan berantai via WhatsApp tersebut. Namun, ia membantah jika siswa SMK menjadi bagian dari aksi massa.
"Mereka tidak tergabung di aliansi Mahakam. Tapi kalau mereka ikut gabung aksi kami arahkan untuk ikut komando dari kami," ucap Akbar melalui pesan singkat.
Ia mengatakan akan ada ratusan mahasiswa dari seluruh universitas dan organisasi kampus bergerak menuju Kantor DPRD Kaltim.
Nantinya para mahasiswa akan berkumpul di Islamic Center Samarinda.
"Kita nanti kumpul di Islamic Center. Setelah itu kami lakukan longmarch dari Islamic menuju DPRD," kata Akbar.
Ia memperkirakan jumlah massa yang ikut aksi ini lebih banyak dibandingkan Rabu (7/10/2020) kemarin.
Minta Penjelasan
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet angkat bicara soal Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang kini sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja, namun tetap masih menuai pro dan kontra.
Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk mensosialisasikan UU Cipta Kerja dan juga menjelaskan kepada masyarakat terkait pasal yang dinilai masih bermasalah.
"Mendorong pemerintah agar segera melakukan sosialisasi mengenai UU Cipta Kerja tersebut, serta memberikan penjelasan maksud dari sejumlah pasal atau butir-butir yang dinilai masih bermasalah, guna memberikan pemahaman kepada masyarakat," ujar Bambang Soesatyo dalam keterangannya, Kamis (8/10/2020).
Beberapa hal yang harus dijelaskan, kata Bamsoet, antara lain seperti perihal Upah Minimum Kabupaten Kota/UMK dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota, nilai pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau kontrak seumur hidup, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan, waktu kerja yang dinilai terlalu eksploitatif, hak cuti, outsourcing tidak mendapat jaminan pensiun dan kesehatan, dan Tenaga Kerja Asing yang dinilai menjadi mudah untuk masuk ke Indonesia.
"Hal tersebut penting untuk membendung berita-berita hoaks yang beredar di masyarakat," kata dia.
Bambang Soesatyo juga meminta kepada seluruh media yang ada di Indonesia, baik cetak, siaran, maupun online, agar tidak menyebarkan informasi hoaks atau informasi yang tidak jelas validitasnya, khususnya terkait substansi UU Cipta Kerja.
Media sebagai salah salah satu pilar demokrasi, lanjutnya, diharapkan dapat menyajikan pemberitaan yang berimbang, tidak memihak, dan objektif, sehingga menjadi sarana berbagi informasi dan pengetahuan yang benar bagi masyarakat.
"MPR berharap media dapat menyampaikan konten-konten yang positif dan edukatif bagi masyarakat," ungkapnya.
Tak hanya itu, politikus Golkar itu meminta seluruh masyarakat Indonesia yang belum bisa menerima keberadaan UU Cipta Kerja untuk dapat meminta pemerintah atau DPR untuk melakukan dialog terkait butir-butir yang dianggap merugikan masyarakat, khususnya buruh.
"Sehingga dapat dicapai kesepahaman untuk kepentingan bersama. Dan jika tidak didapat kesepahaman, MPR menyarankan agar diselesaikan dengan mengajukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi," kata Bambang Soesatyo.
"Kami juga mengimbau masyarakat agar berfikir secara jernih dalam menilai suatu persoalan dan tidak mudah terhasut oleh konten-konten hoaks yang belum jelas validitas atau kebenarannya. Diharapkan masyarakat tetap kritis dalam mengoreksi setiap kebijakan yang ditetapkan pemerintah termasuk UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan rakyat Indonesia," tandasnya.
Perketat Keamanan
Polisi mulai memperketat keamanan menuju Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Diketahui, hari ini merupakan puncak aksi mogok nasional serikat buruh dan pekerja menolak UU Cipta Kerja.
Pantauan Tribunnews, Kamis (8/10/2020), akses menuju Gedung DPR melalui pintu belakang atau di Jalan Gelora (depan Hotel Mulia) ditutup.
Puluhan polisi berjaga membuat barikade menutup akses menuju pintu belakang Kompleks Parlemen.
Polisis juga menutup akses jalan yang menuju Jalan Gerbang Pemuda, Senayan.
Tribunnews mencoba melintas ke Jalan Gelora dengan menunjukkan Id Pers.
Namun, aparat kepolisian tak mengizinkan untuk masuk mendekat Kompleks Parlemen.
"Tidak boleh, menteri saja tidak boleh lewat," ucap seorang polisi yang berjaga.
Alhasil, banyak kendaraan yang terpaksa memutar balik.
Sementara itu, beberapa kendaraan taktis turut disiagakan di sepanjang Jalan Gelora.
Didominasi Mahasiswa dan Siswa SMK
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengimbau agar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang digelar di lapangan berlangsung damai, tertib, dan tidak anarkis.
Imbauan ini disampaikan Said Iqbal menyoroti aksi unjuk rasa mahasiswa pada 6 dan 7 Oktober 2020 di sejumlah daerah.
Di salah satu daerah, yakni di Bandung, unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di gedung DPRD Jawa Barat berlangsung ricuh pada dua hari pertama aksi mogok nasional kaum buruh.
"Sebaiknya unjuk rasa dilakukan dengan damai, tertib, dan tidak anarkis, demi Indonesia yang kita cintai menjadi lebih baik," ucap dia saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (8/10/2020) pagi.
Said Iqbal mengaku tidak keberatan dengan aksi unjuk rasa yang digelar mahasiswa di tengah aksi mogok nasional kaum buruh yang berlangsung pada 6 - 8 Oktober 2020.
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negara demokrasi ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan India.
Di negara demokrasi, lanjut dia, setiap individu, warga, organisasi atau kelompok masyarakat memiliki hak secara konstitusional untuk menyalurkan aspirasi di muka umum, termasuk berunjuk rasa.
"Setiap individu atau kelompok masyarakat serta organisasi diberi hak oleh konstitusi untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya di muka umum sesuai UU yang berlaku, termasuk membolehkan unjuk rasa," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, ratusan mahasiswa dan berbagai kelompok kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, Rabu (7/10/2020).
Aksi tersebut kembali diakhiri dengan pembubaran paksa akibat massa menolak dibubarkan saat batas waktu unjuk rasa telah habis.
Massa aksi melempari gedung DPRD Jawa Barat menggunakan batu.
Tak tinggal diam, polisi segera mendesak massa untuk mundur menggunakan water cannon dan gas air mata.
(TribunKaltim.Co/Jino Prayudi Kartono)