Kejatuhan Batu Meteor Luar Angkasa, Warga Sumatera Mendadak Jadi Miliarder, Ditawar Rp 26 Miliar
Kejatuhan batu meteor dari luar angkasa, Joshua Hutagalung (33) warga Tapanuli Tengah, Sumatera Utara mendadak jadi miliarder, ditawar Rp 26 miliar
TRIBUNKALTARA.COM - Setelah beberapa waktu lalu kejatuhan batu meteor dari luar angkasa, Joshua Hutagalung (33) warga Kolang, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara mendadak jadi miliarder, ditawar Rp 26 miliar.
Kejadian tak biasa menimpa Joshua Hutagalung (33) warga Kolang, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang mendadak menjadi miliarder setelah kejatuhan batu meteor dari luar angkasa.
Kini ia menjadi miliarder usai batu meteor luar angkasa yang ditemukannya dijual senilai senilai 1,5 juta euro atau setara dengan Rp 25 miliar.
Joshua merupakan seorang pembuat peti mati yang pada 4 Agustus 2020, sedang berada di rumah ketika batu meteor seberat 2,2 kilogram menghantam beranda di tepi ruang tamunya.
Setelah analisis, batu meteor tersebut diklasifikasikan sebagai CM1 / 2 karbonan Chondrite.
Baca juga: Giliran Jedar Susul Gisel Viral di Twitter Soal Video Mesum, Ini yang Dilakukan Jessica Iskandar
Baca juga: 21 Hari Jelang Pilkada, Pemkab Nununkan Gelar Rakor Bersama OPD, Sekda Nunukan Inginkan Ini
Penemuan batu meteor sangat langka itu yang membawa bahan kimia penyusun yang diyakini telah menjadi benih kehidupan di awal tata surya.
Dilansir dari dari www.thesun.ie, Rabu (18/11/2020) Joshua Hutagalung telah menjual batu meteor tersebut kepada kolektor dari Amerika Serikat dengan harga 1,4 juta poundsterling atau setara dengan Rp 26 miliar (kurs Rp 18.600/poundsterling).
Uang tersebut membuat Joshua Hutagalung cukup untuk persediaan pensiun dan membangun gereja baru di desanya.
Dia mengatakan, “Saya sedang mengerjakan peti mati di dekat jalan di depan rumah saya ketika saya mendengar suara ledakan yang membuat rumah saya bergetar. Seolah-olah pohon telah menimpa kami."
Menurutnya, benda tersebut terlalu panas untuk diambil.
"Jadi, istri saya menggalinya dengan cangkul dan kami membawanya ke dalam."
Batu tersebut dibeli seorang ahli meteorit Jared Collins, yang berbasis di Bali, dikirim oleh kolektor bernama Jay Piatek untuk mengamankan meteorit langka tersebut, sekaligus melakukan negosiasi harga.
"Ponsel saya menyala dengan tawaran gila bagi saya untuk melompat ke pesawat dan membeli meteorit," kata Jared dikutip Daily Star.
"Itu terjadi di tengah-tengah krisis Covid dan terus terang itu adalah masalah antara membeli batu untuk diri saya sendiri atau bekerja dengan ilmuwan dan kolektor di AS."
"Saya membawa uang sebanyak yang saya bisa kumpulkan dan pergi mencari Josua, yang ternyata adalah negosiator yang cerdik."
Jared membayar dengan harga fantastis tadi, Rp 25 miliar.
Setelah melakukan kesepakatan dengan Joshua Hutagalung, Jared mengirimkan batu meteor tersebut ke Amerika Serikat, dan sekarang menjadi koleksi Jay Piatek, seorang dokter dan kolektor meteorit dari Indianapolis.
Joshua Hutagalung yang memiliki tiga anak laki-laki, mengatakan dirinya memimpikan memiliki anak perempuan.
Ia berharap hadirnya batu meteor itu mampu memberikan keberuntungan untuk memeiliki anak perempuan.
"Saya juga selalu menginginkan seorang anak perempuan, dan saya harap ini pertanda bahwa saya akan cukup beruntung sekarang untuk memiliki anak perempuan," katanya kepada The Sun.
Seberapa Sering Meteorit Jatuh ke Bumi?
Meteorit adalah batuan sisa dari terbakarnya komet atau asteroid yang memasuki atmosfer Bumi.
Lapisan atmosfer inilah yang melindungi planet yang kita tinggali dari benda-benda langit yang berpotensi jatuh ke Bumi.
Tak dipungkiri bahwa gravitasi atau daya tarik medan magnet Bumi yang sangat kuat memungkinkan menarik benda langit apapun untuk jatuh.
Saat memasuki lapisan Bumi, benda-benda ini akan terbakar, ada yang tidak bersisa, namun ada juga yang bertahan.
Lantas, seberapa sering meteorit jatuh dan menghantam Bumi?
Meskipun tumbukan besar jarang terjadi, ribuan potongan kecil batuan luar angkasa, yang disebut meteorit, menghantam Bumi setiap tahun.
Baca juga: Mbah Asih, Juru Kunci Gunung Merapi Beri Pesan Penting ke Warga Terkait Meningkatnya Status Merapi
Dilansir dari Space, Jumat (10/10/2020), sebagian besar dari peristiwa ini tidak dapat diprediksi dan tidak diketahui.
"Karena mereka mendarat di hutan tak berpenghuni yang luas atau di perairan terbuka seperti lautan," kata Bill Cooke dan Althea Moorhead dari Kantor Lingkungan Meteoroid NASA.
Untuk diketahui, meteorit berasal dari meteorid yakni sisa-sisa batuan dari komet atau asteroid yang bergerak di luar angkasa.
Saat benda-benda ini memasuki atmosfer Bumi, maka mereka disebut dengan meteor.
"Sebagian besar (antara 90 dan 95 persen) meteor ini benar-benar terbakar di atmosfer, menghasilkan garis terang yang bisa dilihat di langit malam," kata Moorhead.
Baca juga: Status Gunung Merapi Meningkat Jadi Siaga III, Kapan Meletus? Mbah Rono: Kita Tunggu Kata Terakhir
Namun, ketika meteor tidak terbakar habis dan kemudian terjun dengan kecepatan tinggi menuju Bumi dan jatuh ke tanah, mereka disebut meteorit.
Dampak meteorit jatuh Meteor jatuh adalah bencana tak terduga.
Kebanyakan meteorit yang ditemukan di tanah memiliki berat kurang dari satu kilogram biasanya hanya sekitar 0,45 kg.
Kendati tampaknya potongan-potongan kecil batu ini tidak akan menimbulkan banyak kerusakan, namun meteorit yang bergerak dengan kecepatan 322 km per jam dapat jatuh menimpa atap rumah atau menghancurkan kaca depan mobil.
Peristiwa meteorit jatuh dan menimpa rumah atau benda-benda di Bumi juga banyak dilaporkan.
Namun, menurut Cooke, pecahan batu yang jatuh dari langit bahkan bukan masalah terbesar terkait dampak meteor.
"Yang menyebabkan kerusakan paling besar adalah gelombang kejut yang dihasilkan meteor saat pecah di atmosfer ( bumi)," kata Cooke.
Secara umum, para astronom tidak dapat memprediksi dampak meteorit, terutama karena meteoroid yang bergerak di luar angkasa terlalu kecil untuk dideteksi.
Namun, peristiwa meteorit besar yang berasal dari asteroid, yang dapat dilacak di luar angkasa, tidak dapat diprediksi.
"Untungnya, antara 90 dan 95 persen meteor tidak selamat dari kejatuhan melalui atmosfer bumi untuk menghasilkan meteorit," jelas Moorhead.
Baca juga: Giliran Nikita Mirzani Bereaksi ke Gisel, Eks Istri Gading Marten Dipanggil Polisi Soal Video Mesum
Hal ini karena sebagian besar meteorit diyakini berasal dari komet, yang lebih rapuh daripada asteroid.
Moorhead menambahkan hanya meteoroid yang kebetulan terbuat dari material yang lebih kuat yang menghasilkan meteorit.
"Selain itu, jika meteor yang mendekati Bumi dengan kecepatan lebih lambat, batu tersebut kemungkinan akan selamat dari tabrakannya dengan atmosfer Bumi," jelas Moorhead.
Dengan kata lain, meteor jatuh tidak akan terbakar seluruhnya, dan beberapa sisa meteorit akan jatuh ke tanah.
(*)