Genjot Hilirisasi Biji Kopi Petani Malinau, Ketua Apekimal : Terapkan Metode Pemasaran Satu Pintu
Genjot hilirisasi biji kopi petani Malinau, Ketua Apekimal : terapkan metode pemasaran satu pintu.
Penulis: Mohamad Supri | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU - Genjot hilirisasi biji kopi petani Malinau, Ketua Apekimal : terapkan metode pemasaran satu pintu.
Asosiasi Petani Kopi Malinau ( Apekimal) merupakan gabungan kelompok tani petani kopi di seluruh Malinau.
Didirikan sejak 2018 lalu, Apekimal memikul misi untuk meningkatkan mutu biji kopi lokal dan mensejahterakan petani kopi di Malinau.
Baca juga: Mahfud MD Bongkar Obrolannya dengan Ketua KPK di Twitter Setelah Edhy Prabowo Terjerat Kasus Korupsi
Baca juga: Termasuk Juventus dan Barcelona, Ini Daftar Tim yang Lolos ke Babak 16 Besar Liga Champions
Baca juga: Tak Cuma Menteri KKP yang Ditangkap KPK, Pejabat, Keluarga, hingga Istri Edhy Prabowo Ikut Diperiksa
Ketua Asosiasi Petani Kopi Malinau, Leri Mexredi mengatakan tujuan pembentukan Apekimal merupakan inisiatif bersama para petani kopi Malinau, Rabu (25/11/2020).
Melalui Apekimal, petani saling bertukar pikiran, berbagi pandangan mengenai prospek dan peningkatan mutu biji kopi dari petani kopi di Malinau.
"Asosiasi ini kita bentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya sebagai wadah komunikasi, informasi mengenai cara meningkatkan kualitas produk kopi Malinau," ujarnya kepada TribunKaltara.com
Menurut Leri, sebagian besar petani kopi di Malinau masih menerapkan cara tradisional dalam perlakuan biji kopi.
Baik metode budidaya, mengutip hasil panen, hingga perlakuan dan penyimpanan pascapanen, semua menggunakan metode konvensional.
Metode tersebut lanjut Leri, merupakan pengetahuan dasar yang diperoleh petani dari nenek moyang mereka sejak dulu.
"Saya masih ingat dulu masih kecil. Di sepanjang jalanan, orang-orang menjemur biji kopi. Cara-cara tradisional itu masih bertahan sampai sekarang," katanya.
Menurut Leri, industri kopi jatuh bangun di Malinau karena hasilnya belum terserap secara baik di pasaran.
Disinyalir karena minimnya pengetahuan para petani dalam menerapkan metode dan perlakuan untuk mempertahankan kualitas biji kopi.
Selain itu, penyaluran hasil panen juga menjadi dilema bagi petani kopi di Malinau. Hasil panen yang dikutip petani, biasanya dijual seadanya.
"Biji kopi dari petani belum terserap maksimal di pasaran. Selain karena kualitas, metode memasarkannya juga belum terwadahi," ucapnya.
Melalui pelatihan yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Malinau bekerja sama dengan Bank Indonesia, Apekimal melihat secercah harapan untuk masa depan petani kopi di Malinau.