Dua Saksi Sudutkan Pinangki, Sebut Asal Usul Rp 1,709 Miliar Untuk Pembelian Mobil BMW SUV X5

Dua saksi kasus dugaan gratifikasi kepengurusan fatwa MA untuk Djoko Tjandra, buka-bukaan soal kehidupan mewah Jaksa Pinangki Sirna Malasari

Editor: Ade Mayasanto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. 

TRIBUNKALTARA.COM, JAKARTA - Dua saksi kasus dugaan gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, buka-bukaan soal kehidupan mewah Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Terbaru, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dr Olivia Santoso selaku dokter kecantikan langganan jaksa Pinangki dan Yeni Pratiwi selaku Sales Center PT Astra dalam sidang yang digelar, Rabu (2/12/2020).

Dalam sidang tersebut terungkap asal-usul uang Pinangki untuk membeli mobil mewah BMW tipe SUV X5 dan pengeluaran Pinangki untuk melakukan perawatan kecantikan.

Yeni Pratiwi selaku Sales Center PT Astra dalam sidang Rabu (2/12/2020) membenarkan bila Pinangki membeli mobil BMW SUV X5 secara tunai dengan beberapa kali pembayaran dan uang muka Rp31 juta.

Pembayaran itu dimulai sejak 5 Desember 2019 sebesar Rp475 juta.

Pembayaran kedua pada 9 Desember 2019 Rp490 juta.

Selanjutnua pada 11 Desember 2019 Pinangki melakukan pembayaran ketiga sebesar Rp 490 juta.

Lalu pada 13 Desember 2019 Pinangki membayarkan Rp 100 juta lewat transfer Panin Bank.

Kemudian pada 13 Desember 2019 dibayarkan Rp129 juta.

Sehingga total pembayaran mobil BMW SUV X5 mencapai Rp 1,709 miliar.

"Iya (cash) ditambah biaya asuransi Rp 31 juta dan pajak progresif Rp 10,6 juta," ucap Yeni dalam persidangan.

Berkenaan dengan pembelian mobil itu, jaksa kemudian kembali mengonfirmasi kepada Yeni terkait alasan sumber uang yang disampaikan Pinangki.

Mengingat Pinangki membeli mobil tersebut secara tunai.

"Saksi nanya, kenapa beli tunai dan sumber uang?" tanya jaksa.

"Waktu itu menang kasus," jawab Yeni.

Terkait pembelian mobil itu, jaksa lalu menanyakan apakah pembelian itu dilaporkan Pinangki ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sebab Pinangki merupakan pegawai negeri sipil (PNS) yang berprofesi sebagai jaksa.

"Melaporkan ke PPATK nggak?" tanya jaksa.

"Menawarkan ke PPATK, tapi (Pinangki) keberatan," jawab Yeni.

"Kenapa keberatan? Alasannya apa?" tanya jaksa.

"Kalau customer keberatan kita tidak memaksa," jawab Yeni lagi.

Yeni menyampaikan demikian lantaran perusahaan tempatnya bekerja hanya menyediakan formulir pengisian ke PPATK untuk pembelian mobil secara tunai.

Namun, formulir itu tak wajib diisi setiap pelanggannya.

Lantas, hakim mempertegas kesaksian Yeni yang sempat menyebut Pinangki membeli mobil dari hasil menang kasus.

"Saya ingin mencari keterangan terdakwa terkait menang kasus tadi ya. Apakah betul terdakwa yang menyampaikannya?" tanya hakim.

"Saya lupa, waktu itu saya menanyakan emang itu dari kantor itu menanyakan mau cash atau leasing. Kalau cash itukan ditanya dari mana (asal uang)," jawab Yeni.

"Saudara kan di BAP, kebetulan ada budget habis menang kasus tapi saudara tidak menanyakan lebih jauh kasus apa, gitu ya?" tanya hakim lagi.

"Iya," kata Yeni.

Menyikapi keterangan saksi, Pinangki pun membantahnya.

Ia membantah bila dirinya menyebut uang pembelian mobil tersebut berasal dari hasil memenangkan sebuah kasus.

Menurutnya pernyataan itu tidak mungkin ia sampaikan kepada seorang sales yang baru pertama kali ia temui.

"Tidak logis saya mengatakan begitu pada seorang sales, ketemu juga baru kan," kata Pinangki dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/12/2020).

Pinangki pun membantah keterangan saksi yang menyebut dirinya ogah melaporkan pembelian mobil BMW X5 ke PPATK.

Pinangki mengklaim semua mobil yang pernah dibelinya sudah dilaporkan ke PPATK, termasuk yang teranyar pembelian mobil BMW tipe SUV X5.

"Saya selama ini pembelian mobil saya sebelumnya adalah cash, dan itu sudah by system dilaporkan PPATK semua. Jadi tidak ada seorang sales menawarkan PPATK, tidak ya, tidak ada," kata Pinangki.

Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum.
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ratusan juta untuk kecantikan

Sementara itu, dokter Olivia Santoso mengungkapkan, biaya perawatan jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai pasiennya mencapai Rp 100 juta per tahun.

"Dalam satu tahun bisa Rp 100 juta lebih, dari dulu seperti itu," ujar Olivia saat bersaksi untuk terdakwa Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/12/2020) dilansir dari kompas.com.

Olivia mengaku telah mengenal Pinangki sejak tahun 2013.

Olivia mengenal Pinangki ketika masih bekerja di sebuah klinik.

Kala itu, Pinangki datang ke klinik tempat Olivia bekerja untuk berobat karena kelelahan dan suntik vitamin C.
Menurut keterangan Olivia, Pinangki telah menjadi pasien tetapnya selama 2013-2020 untuk suntik multivitamin.

Olivia pun menjadi dokter "home care" untuk Pinangki.

Artinya, Olivia yang mendatangi rumah Pinangki.

Menurut dia, biaya untuk sekali konsultasi tergantung keluhan dan pengobatan yang diberikan.

"Untuk obat-obatan tarifnya sekitar Rp 800.000 sampai Rp 1 juta sedangkan untuk jasa konsultasi kalau 'weekdays' siang hari Rp 300.000 per kedatangan, untuk malam hari atau 'weekend' harganya Rp 500.000," tutur dia.

Perawatan lain yang pernah diberikan Olivia kepada Pinangki adalah suntikan botoks kolagen.

Olivia juga membenarkan bahwa Pinangki pernah membayar biaya rapid test Covid-19.

"Suntik botoks biayanya Rp 7 juta, untuk 'rapid test' Rp 9-19 juta benar? Apakah ini semua dibayar terdakwa?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung KMS Roni.

"Iya," jawab Olivia.

"Dari Agustus 2019 sampai Juni 2020 pembayaran totalnya Rp 170-an juta, apakah sebagai dokter tidak bertanya dari mana penghasilannya sampai pengeluaran seratusan juta?" tanya jaksa Roni.

"Karena saya sudah kenal sejak 2013 dan 'care' sama kesehatan baik diri sendiri dan teman-temannya," jawab Olivia.

Dalam surat dakwaan, total biaya perawatan yang ditransfer Pinangki ke Dokter Olivia sebesar Rp 176.880.000 selama Oktober 2019-Juli 2020.

Uang itu diduga bersumber dari hasil kejahatan atau uang suap yang diterima dari Djoko Tjandra.

Baca juga: Beda 41 Tahun, Ini alasan Jaksa Pinangki Nikahi bekas petinggi Kejaksaan Djoko Budiharjo

Baca juga: Terungkap, Jaksa Pinangki Minta Seorang Polisi Tukarkan Uang Dollar Hasil Pemberian Djoko Tjandra

Pengeluaran fantastis 

Kemudian dalam sidang sebelumnya, Pungki Primarini menjadi saksi dalam sidang kakaknya, Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/11/2020).

Dalam sidang, Pungki mengungkap soal pengeluaran fantastis Pinangki setiap bulannya.

Setiap bulan pengeluaran Pinangki mencapai Rp 80 juta.

Hal tersebut terungkap saat jaksa penuntut umum bertanya kepada Pungki soal besaran uang yang tertera dalam dokumen pengeluaran Pinangki.

Diketahui dalam beberapa tahun terakhir, Pungki diminta Pinangki mengatur pembayaran sejumlah keperluan keluarganya.

"Kurang lebih biasanya satu bulan itu Rp 70- 80 juta," kata Pungki di hadapan majelis hakim.

Pungki menyebut uang puluhan juta itu berasal dari simpanan valuta asing milik Pinangki atau bawaan dari mantan suaminya terdahulu, Djoko Budiharjo yang juga merupakan seorang jaksa.

"Setahu saya itu dari simpanan. Simpanan ada di kotak brankas. Isinya duit semua. Dalam bentuk uang asing. Yang jelas bukan dalam bentuk rupiah," katanya.

Akhirnya terjawab di Mata Najwa, alasan kenapa Djoko Tjandra menangis di persidangan Jaksa Pinangki. Acara Mata Naja edisi Rabu 11 November 2020 membahas kasus Djoko Tjandra, dengan tema
Akhirnya terjawab di Mata Najwa, alasan kenapa Djoko Tjandra menangis di persidangan Jaksa Pinangki. Acara Mata Naja edisi Rabu 11 November 2020 membahas kasus Djoko Tjandra, dengan tema "Lanjutan Cerita Djoko Tjandra". (KOLASE YOUTUBE MATA NAJWA & TRIBUNNEWS)

Dijelaskan Pungki, uang tersebut digunakan untuk membayar sejumlah keperluan mulai dari delapan gaji asisten rumah tangga yang dipekerjakan Pinangki, baik itu sopir, juru masak, perawat, hingga baby sitter.

Bahkan ia mengaku kerap ditransfer uang paling kecil Rp 100 juta dan paling besar Rp 500 juta dari Pinangki.

Nominal uang tersebut diberikan untuk memenuhi keperluan keluarga selama 6 bulan.

"Keperluan rumah tangga selama 6 bulan," kata Pungki.

Diketahui dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang 500.000 dollar AS dari Djoko Tjandra, melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta pemufakatan jahat.

Uang suap itu diduga terkait kepengurusan fatwa di MA.

Fatwa menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara. (tribunnews.com/ kompas.com/ danang/ Devina Halim)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved