Korupsi di Kemensos
Bukan Hanya Juliari Batubara, 2 Mantan Menteri Sosial Ini Juga Pernah Tersandung Korupsi
Bukan hanya Juliari Batubara, 2 eks Menteri Sosial ini juga pernah tersandung korupsi
TRIBUNKALTARA.COM - Penetapan Menteri Sosial ( Mensos ), Juliari P Batubara ( JPB ) sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ), menyita perhatian.
Pasalnya, kurang dari dua pekan terakhir, terdapat dua menteri Joko Widodo yang tersandung kasus korupsi.
Sebelumnya telah ada, Menteri Kelautan dan Perikanan ( KKP ), Edhy Prabowo yang dicokok KPK, gegara dugaan korupsi benih benih lobster atau terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Minggu dini hari tadi, giliran Juliari P Batubara yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengelolaan dana bantuan sosial penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020.
Sebelumnya, KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (5/12/2020) dini hari.
Dari hasil OTT tersebut, KPK mengamankan enam orang. Dalam perkembangannya, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Sebagai penerima adalah JPB, MJS, dan AW. Sedangkan sebagai pemberi adalah AIM dan HS.
Dalam OTT ini, KPK juga menemukan uang dengan sejumlah pecahan mata uang asing.
Masing-masing yakni sekitar Rp 11,9 miliar, sekitar 171.085 dollar AS, dan sekitar 23.000 dollar Singapura.
Sebelum Juliari Batubara, setidaknya ada dua Mensos di periode berbeda yang juga harus berurusan dengan KPK .
Berikut daftar Mensos yang tersandung kasus korupsi:
Baca juga: Imbas Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Gerindra Mungkin Tak dapat Jatah Menteri di KKP, Ini Kata Pengamat
Baca juga: Terkait Aliran Dana Korupsi Menteri KKP Edhy Prabowo, Ketua KPK Firli Bahuri : Kita Bukan Peramal
Baca juga: Kepala Daerah Sering Terjaring OTT KPK, Firli Bahuri Ngaku Terlibat di Pilkada Serentak 2020
Bachtiar Chamsyah
Dikutip dari acch. kpk.go.id, pria kelahiran Aceh, 31 Desember 1945 ini merupakan mantan Menteri Sosial periode 2001-2009.
Bachtiar didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mesin jahit, pengadaan sapi potong, serta pengadaan sarung di Departemen Sosial (kini Kementerian Sosial) pada 2006-2008.
Tepat pada 5 Agustus 2010, KPK secara resmi menahan Bachtiar setelah beberapa bulan ditetapkan sebagai tersangka.
Pada 22 Maret 2011, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu dengan hukuman satu tahun delapan bulan penjara dengan denda Rp 50 juta.
Bachtiar terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyetujui penunjukan langsung pengadaan mesin jahit, sapi impor, dan kain sarung yang merugikan negara hingga Rp 33,7 miliar.
Majelis hakim menilai, Bachtiar hanya terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Ia tidak terbukti menikmati uang hasil tindak pidana korupsi dari pengadaan sapi impor, sarung, dan mesin jahit tersebut.
Baca juga: Seolah Beri Kode, Twitter Susi Pudjiastuti Disorot Sebelum KPK Tangkap Menteri KKP Edhy Prabowo
Baca juga: Tak Cuma Menteri KKP yang Ditangkap KPK, Pejabat, Keluarga, hingga Istri Edhy Prabowo Ikut Diperiksa
Baca juga: Kunjungi Kaltara, Ketua KPK Firli Bahuri Enggan Komentari Penangkapan Menteri Kelautan & Perikanan
Idrus Marham
Diberitakan Kompas.com (31/8/2018), mantan Menteri Sosial ( Mensos ), Idrus Marham ditahan KPK pada Jumat, 31 Agustus 2018 setelah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka.
Sebelumnya, Idrus ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau 1.
"Dalam proses penyidikan, ditemukan fakta baru, bukti, keterangan saksi, surat dan petunjuk dan dilakukan penyelidikan baru dengan satu orang tersangka, yaitu atas nama IM Menteri Sosial," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Idrus saat itu diduga telah menerima suap bersama-sama dengan tersangka Eni Maulani Saragih.
Patut diketahui, pada tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hanya menjatuhkan 3 tahun penjara serta harus membayar denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan pada Idrus.
Namun, pada tingkat banding, ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Idrus kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan MA pun mengurangi vonis tersebut menjadi 2 tahun penjara.
Saat masih menjalani masa penahanan di rutan KPK, Ombudsman RI menemukan pelanggaran prosedur dalam pengawalan terhadap Idrus saat berobat di RS Metropolitan Medical Center (MMC).
Pengawal tahanan Idrus saat itu yang bernama Marwan diketahui sering meninggalkan pengawasan terhadap Idrus dan melakukan pengawasan berjarak sehingga Idrus bisa bebas bertemu keluarga dan kuasa hukum.
Padahal, sesuai izin yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Negeri DKI Jakarta, Idrus hanya diperbolehkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di RS MMC, tanpa maksud lain.
Marwan diduga menerima uang sebesar Rp300 ribu karena memberikan pengawalan yang longgar. Atas perbuatannya, KPK sudah memecat Marwan.
Reaksi Jokowi Pasca Juliari jadi Tersangka Dugaan Suap

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) mengatakan sudah sejak awal ia mengingatkan kepada jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) untuk tidak melakukan korupsi.
Hal itu dikatakan Presiden menyikapi penetapan tersangka Menteri Sosial Juliari Batubara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dalam dugaan kasus suap Bantuan Sosial (Bansos).
"Perlu juga saya sampaikan bahwa saya sudah ingatkan sejak awal kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, jangan korupsi. Sudah sejak awal," kata Presiden di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/12/2020).
Tidak hanya itu Presiden juga mengaku telah berulangkali mengingatkan para pejabat baik itu di Pemerintah Pusat maupun daerah agar hati-hati menggunakan uang rakyat, baik itu yang ada di dalam APBN, APBD Provinsi, maupun APBD kabupaten atau kota.
"Apalagi ini terkait dengan Bansos dalam rangka penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Bansos itu sangat dibutuhkan oleh rakyat," tuturnya.
Selain mengingatkan untuk menjauhi korupsi, Presiden juga mengingatkan kepada menterinya untuk menciptakan sistem yang menutup celah praktik korupsi.
Oleh karenanya Presiden tidak akan melindungi siapapun yang melakukan korupsi.
"Pemerintah akan terus konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," pungkasnya.
Sebelumnya Menteri Sosial Juliari P Batubara , Matheus Joko Santoso , dan Adi Wahyono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sementara dua unsur swasta yakni Ardian I. M. dan Harry Sidabuke dijerat sebagai tersangka pemberi suap.
"KPK menetapkan lima orang tersangka, sebagai penerima: JPB, MJS, AW. Sebagai Pemberi: AIM, HS," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Baca juga: Amarah Presiden Jokowi di Twitter, Juliari Batubara Jadi Tersangka KPK, Janji Tak Lindungi Korupsi
Baca juga: TERSANGKA Korupsi Dana Bansos Covid-19, Berikut Fakta Juliari P Batubara Anak Buah Megawati di PDIP
Baca juga: Perbandingan Kekayaan Edhy Prabowo dan Juliari Batubara, 2 Anak Buah Jokowi jadi Tersangka Korupsi
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan, sebagai pemberi AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.