Pilkada 2020
Selain Protokol Kesehatan, Berikut Hal yang Perlu Diperhatikan saat Pilkada 9 Desember 2020
Selain protokol kesehatan, berikut hal yang perlu diperhatikan saat Pilkada 9 Desember 2020.
TRIBUNKALTARA.COM - Selain protokol kesehatan, berikut hal yang perlu diperhatikan saat Pilkada 9 Desember 2020.
Masyarakat Indonesia akan menggelar pesta demokrasi darah alias Pilkada, pada Rabu 9 Desember 2020.
Pilkada di tengah pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara maupun masyarakat pemilih.
Demi mencegah meluasnya penyebaran Covid-19, Ahli Epidemiologi Universitas Gajah Mada (UGM) dr. Riris Andono Ahmad mengingatkan, pentingnya protokol kesehatan ketat diterapkan dalam penyelenggaran Pilkada 9 Desember 2020.
Panitia diharapkan menyediakan berbagai kebutuhan peserta penyoblosan sebagai langkah pencegahan penularan Covid-19.
Baca juga: Apel Persiapan Pengamanan Pilkada Serentak, AKBP Agus Nugraha : Polres Malinau Kerahkan 190 Personel
Baca juga: KPU Bulungan Dorong Pemerintah Sediakan Internet, Aplikasi Sirekap Bantu Rekapitulasi Suara Pilkada
Hal itu diungkap Riris dalam virtual talkshow Strategi Rumah Sakit Rujukan Tangani Peningkatan Angka Positif Covid-19 yang digelar BNPB secara virtual, Senin (7/12/2020).
"Pilkada mau tidak mau harus dilakukan. Yang harus dilakukan adalah agar panitia harus melakukan protokol kesehatan dengan baik, bagaimana kebutuhan masyarakat yang datang ke TPS bisa terlayani, tempat cuci tangan, masker, hand sanitizier," ujarnya.
Dalam hal ini, masyarakat juga diminta aktif untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
Dilansir Kompas.com KPU telah membuat sejumlah peraturan saat pencoblosan.
Peraturan KPU tersebut di antaranya:
Setiap TPS maksimal dibatasi maksimal 500 pemilih.
Setiap pemilih diminta hadir sesuai waktu yang dijadwalkan dalam Model C Pemberitahuan KWK, demi menghindari kerumunan.
Pemilih harus selalu mengenakan masker sejak datang hingga kembali ke rumah.
Wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pencoblosan.
Tempat duduk tempat antrian diatur dengan diberi jarak 1 meter.
Dicek suhu tubuhnya sebelum memasuki area TPS, bagi yang memiliki suhu di atas 37,3 akan diarahkan mencoblos di bilik khusus.
Membawa alat tulis sendiri untuk mengisi daftar hadir dan tanda tangan.
Pemilih tidak mencelupkan jari pada tinta, namun tinta akan diteteskan oleh petugas.
Petugas telah melakukan tes cepat sebelum bertugas.
Petugas mengenakan masker, sarung tangan, dan face shield selama bertugas.
Area TPS dilakukan desinfektan.
Segala perlengkapan yang digunakan dalam proses pemilihan telah sesuai dengan protokol kesehatan.
Pemilih yang berusia lanjut atu memiliki sakit berisiko maka akan didatangi petugas, tidak datang ke TPS.
Bawaslu Sebut Ada 1.023 Penyelenggara Pemilu Daerah Positif Corona
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mencatat ada 1.023 penyelenggara pemilihan yang masih terkonfirmasi positif Covid-19.
Data ini merupakan hasil pemetaan TPS rawan yang dilakukan Bawaslu pada 5 - 6 Desember 2020.
"1.023 penyelenggara pemilihan positif terinfeksi Covid-19," kata Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin dalam keterangannya, Senin (7/12/2020).
Afifuddin mengatakan petugas KPPS yang terkonfirmasi positif Covid-19 merupakan indikator kerawanan.
Pasalnya mereka yang positif Corona tidak bisa menjalankan tugasnya. Apalagi tidak ada KPPS pengganti.
Polda Banten melakukan rapid test kepada anggota yang bertugas untuk pengamanan pilkada di TPS.
Rapid test dilakukan di Mapolda Banten, Kota Serang, Senin (7/12/2020).
Polda Banten melakukan rapid test kepada anggota yang bertugas untuk pengamanan pilkada di TPS.
Sehingga kata dia, TPS yang memiliki petugas positif Corona akan bekerja di masa pemungutan dan penghitungan suara dengan formasi yang tidak lengkap.
"Hal itu membuat petugas yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas, padahal tidak ada KPPS pengganti," jelasnya.
Selain itu, berdasarkan data pemetaan TPS rawan, Bawaslu juga mendapati 1.420 TPS yang penempatannya tidak sesuai standar protokol kesehatan.
Padahal di masa pandemi Covid-19 semestinya penjagaan jarak perlu diterapkan agar tidak berpotensi memunculkan kerumunan pemilih.
"Pemungutan suara yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-18 membutuhkan kesigapan petugas TPS untuk memastikan pemilih senantiasa menjaga jarak sepanjang hari pemungutan dan penghitungan suara.
Oleh karena itu, penempatan lokasi TPS yang tidak memungkinkan penegakan protokol kesehatan sesuai pedoman KPU berpotensi memunculkan kerumunan pemilih," tegas Afifuddin.
KPU Siap Gelar Pilkada 9 Desember 2020
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan lebih banyak dampak buruk jika menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020.
Sebab, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember merupakan hasil penundaan dari rencana awal September 2020 sebagai imbas dari pandemi Covid-19.
Selain itu, tahapan penyelenggaraan Pilkada juga sudah berjalan.
"Saya bilang karena ini sudah berjalan jauh lebih banyak dampak buruknya kalau kita tunda lagi," kata Arief dalam webinar '9 Desember, Gunakan Hak Pilihmu', yang digelar KompasTV bersama KPU, Senin (7/12/2020).
Selain itu, Arief beralasan KPU telah mengeluarkan banyak energi dan anggaran untuk mendukung penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Jaga 393 TPS di Pilkada Serentak 2020, Polres Bulungan Kaltara Terjunkan 256 Personel
Karena itu, Arief mengatakan KPU siap menggelar Pilkada Serentak 2020.
Tentunya juga dengan dukungan berbagai pihak, termasuk peran dari media.
"Kita siap melaksanakan 9 Desember 2020.
Tetapi untuk membuat pelaksanaannya baik, maka kami butuh dukungan dari berbagai pihak termasuk teman-teman media," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik mengatakan, pelaksanaan pilkada 9 Desember merupakan wujud negara patuh terhadap Undang-Undang.
Selain itu, tidak ada yang menjamin kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
Baca juga: Rilis Indeks Kerawanan Pilkada 2020, Mochammad Afifuddin : Provinsi Kaltara Menduduki Urutan ke-9
"Undang-undang kan sudah memutuskan bahwasanya pilkada ini sudah kita tunda sampai 9 Desember.
Jadi sesungguhnya klausul penundan yang diinginkan oleh publik itu sudah terpenuhi tanggal 9 Desember," kata Akmal.
Lebih dari itu, menurut Akmal, daerah membutuhkan pemimpin dengan legitimasi yang kuat.
Sebab, apabila kembali ditunda, banyak daerah yang dipimpin oleh pelaksana tugas (plt).
"Kita membutuhkan pemimpin dengan legacy yang kuat.
Kita semua sepakat untuk menangani covid secara bersama-sama sinergi, sinergi itu butuh partisipasi, partsisipasi bisabhadir ketika kita memiliki pemimpin yang betul-betul dipilih oleh masyarakat," ujarnya.
(*)