Wawancara Eksklusif

Cerita Dubes Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi, Pengusaha Jepang Antusias Sambut Omnibus Law

Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Heri Akhmadi mengungkapkan, puluhan pengusaha kelas kakap Jepang sangat antusias menyabut Undang-undang Omnibus Law

Editor: Sumarsono
TRIBUNNEWS.COM
Dubes RI untuk Jepang Heri Akhmad melakukan wawancara eksklusif dengan jajaran Tribunnews melalui zoom meeting. 

TRIBUNKALTARA.COM - Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Heri Akhmadi mengungkapkan, puluhan pengusaha kelas kakap Jepang sangat antusias menyabut Undang-undang Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.

Bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Heri sempat menemui 20 pengusaha besar di Jepang pada akhir tahun lalu.

Saat itu Heri dan Luhut menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia memangkas berbagai alur birokrasi yang selama ini menyulitkan investor untuk berinvestasi.

Pemangkasan dilakukan menggunakan Omnibus Law Cipta, agar proses perizinan berusaha dan berinvestasi di Indonesia jauh lebih mudah.

"Intinya 20 perusahaan (besar Jepang) itu merespon (Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja) sangat positif," ujar Heri saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Senin (22/3).

Baca juga: SAH! Jokowi Teken UU Cipta Kerja, Hilang Kesempatan Jadi Karyawan Tetap? Ini Pasalnya di Omnibus Law

Baca juga: Jokowi Tegur Anak Buahnya, Moeldoko Akui Komunikasi Publik Para Menteri Jelek Terkait Omnibus Law

Bukan hanya pengusaha kelas kakap, kata Heri Pemerintah Jepang juga sangat antusias menyambut Omnibus Law Cipta Kerja.

Antusiasme Pemerintah Jepang untuk berinvestasi di Indonesia muncul seiring terbentuknya lembaga sovereign wealth fund (lembaga pengelola investasi milik negara) yang bernama Indonesia Investment Authority (INA).

INA merupakan lembaga pengelola investasi milik negara yang didirikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berdasarkan amanat Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Pembentukan INA menarik perhatian Pemerintah Jepang yang kemudian menyatakan akan berkomitmen sebesar 4 miliar USD pada Indonesia.

"Sudah dikonfirmasi oleh surat dari perdana menteri Jepang kepada Presiden Jokowi bulan lalu. Bahwa partisipasi Jepang untuk sovereign wealth fund 4 miliar USD. Intinya responnya sangat antusias," jelas Heri Akhmadi.

Kendati demikian, lanjut Heri, Pemerintah Jepang juga memberikan catatan agar Pemerintah Indonesia bekerja secara profesional.

"Sekalipun perdana menteri memberikan konfirmasinya bahwa Jepang akan berpartisipasi 4 miliar USD, tetapi dia juga memberikan catatan bahwa hendaknya program INA itu juga dilakukan secara profesional. Ada proses due dilligence dan lain-lain," jelas Heri.

Saat berbincang dengan Tribun Network, Heri juga membahas hubungan iklim perdagangan antara Indonesia dan Jepang.

Nilai ekspor Indonesia ke Jepang mengalami kenaikan signifikan mencapai sekira 13 miliar USD.

Sedangkan angka impor Indonesia dari Jepang kini sebesar 9 miliar USD. Angka ini membuat Indonesia masih surplus sekitar 3 miliar USD.

Selain itu Heri juga mengungkapkan kiat sukses Pemerintah Jepang menangani pandemi Covid-19.

Mulai dari masyarakatnya yang disiplin menerapkan protokol kesehatan Covid-19, hingga pemberlakuan sanksi tegas.

Kata Heri warga asing yang melanggar ketentuan terkait penanganan Covid-19 di Jepang akan dideportasi.

Untuk menekan laju penularan Covid-19 bahkan Pemerintah Jepang turut menggunakan metode pelacakan pada ponsel. Berikut petikan wawancara lengkap Tribun Network dengan Heri Ahmadi.

Sebelum pandemi kita menerbitkan Undang-undang Cipta Kerja. Reaksi Jepang kepada Undang-undang Omnibus Law bagaimana?

Waktu itu saya dengan Pak Luhut ketemu lebih dari 20 pengusaha kelas kakap. Pertemuan dengan 10 pengusaha itu dilakukan di wisma kedutaan, 10 lagi dilakukan di kantor Kementerian Ekonomi dan Trade Jepang.

Intinya 20 perusahaan itu merespon sangat positif. Itu termasuk Pemerintah Jepang menyampaikan komitmennya untuk berpartisipasi di dalam sovereign wealth fund (pengelola dana investasi milik negara).

Kita mengetahui urusan Indonesia Investment Authority (INA) itu juga bagian dari Omnibus Law. Itu mendapat sambutan yang besar.

Antusiasme yang kemudian terbukti, dua minggu lalu Pak Agus (Menteri Industri Agus Gumiwang Kartasasmita) ke sini, komitmen investasi juga besar.

Pemerintah Jepang juga berpartisipasi untuk sovereign wealth fund Indonesia sebesar 4 miliar USD. Itu sudah dikonfirmasi oleh surat dari perdana menteri Jepang kepada Presiden Jokowi bulan lalu.

Baca juga: Hasil Piala Menpora 2021, Saling Balas Gol Tendangan Bebas, Madura United Tundukkan PS Sleman

Bahwa partisipasi Jepang untuk sovereign wealth fund yang 4 miliar USD. Intinya responnya sangat antusias.

Jepang juga akan menunggu bagaimana konsistensi pada level implementasi Omnibus Law. Sekalipun perdana menteri memberikan konfirmasinya bahwa Jepang akan berpartisipasi 4 miliar USD, tetapi dia juga memberikan catatan bahwa hendaknya program INA itu juga dilakukan secara profesional. Ada proses due dilligence dan lain-lain.

Inilah kira-kira bahwa memang responnya sangat positif tapi kita jangan lalai. Persoalan bisnis itu bukan persoalan sehari dua hari.

Bisnis pada hakekatnya adalah masalah kepercayaan. Saya kira itu yang harus kita jalankan.

Langkah-langkah strategis apa yang akan dilakukan RI untuk meningkatkan ekspor sekaligus menarik investasi lebih banyak lagi?

Baca juga: Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah Belum Pastikan Masjid Istiqlal Sebagai Lokasi Akad Nikah

Kebijakan semuanya ditentukan oleh pusat. Jadi yang bisa kita lakukan di sini langkah-langkah taktisnya.

Tapi strategi dan segala macam ditentukan di pusat. Kami ada diskusi juga dengan menteri perdagangan, satu yang jadi sasaran yang kami sudah sepakat.

Bahwa kita ingin melakukan revisi dari Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Itu adalah ujung tombaknya di Indonesia adalah kementerian perdagangan.

Itu yang kita dorong seperti itu.

Untuk investasi banyak kementerian terkait. Maka itu yang selalu kita koordinasikan supaya kemudian kita mempertajam seperti itu.

Kami sudah mendapat arahan dari Kementerian Luar Negeri maupun dari kementerian lain. Arahannya seperti apa?

bahwa sekarang ini kita akan menarik penanam modal di Indonesia di bidang industri adalah yang mampu melakukan substitusi impor bahan baku dan komponen utama industri.

Yang lebih spesifik dari itu dalam industri farmasi. Ibu Menteri Luar Negeri menggariskan bahwa semua perwakilan harus mendorong upaya untuk mendukung kemandirian di bidang kesehatan.

Baru ketahuan waktu krisis Covid-19 kemarin, ternyata 90 persen lebih komponen dari obat-obatan industri farmasi kita itu diimpor. Ketika rantai pasoknya terganggu, kewalahan benar pada waktu itu.

Kami sudah punya peminat calon investor yang di pusat industri Petrokimia. Itu misalkan industri metanol, kemudian dikaitkan dengan amonia, saya sudah bicara juga dengan menteri ESDM bahwa yang akan diberikan peran besar adalah pupuk Indonesia.

Farmasi kita harapkan akan meningkat, kita sedang mencari juga perusahaannya farmasi yang bukan mengekspor obat ke kita. Tapi menanamkan modal untuk bahan baku dari obat sendiri.

Hubungan perdagangan antara Indonesia-Jepang setidak-tidaknya sampai di Q4 tahun 2020?

Dari Kementerian Pedagang, masing-masing atase atau perwakilan Indonesia di luar negeri itu sudah ditetapkan target peningkatan ekspornya.

Secara umum, kita bersyukur Indonesia sejak akhir triwulan keempat itu sudah menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang baik. Kita rata-rata masih minus dua pertumbuhan ekonomi kita, tapi trennya meningkat.

Kita berharap masuk triwulan pertama sudah ada tanda-tanda kita sudah bisa mencapai nilai positif. Pada keseluruhan triwulan kita perkirakan bisa mencapai tiga atau empat persen Year to Year pertumbuhan ekonomi kita.

Jepang juga menunjukkan geliat ekonomi yang cukup besar. Kemarin ada kesukaran rantai pasok terutama di industri mobil yang terkait microchip untuk mobil itu, di mana pasokan dari China, Taiwan dan lain-lain banyak terganggu.

Termasuk dari Malaysia. Tetapi trend ekonomi di Jepang juga sudah mulai naik. Jepang diperkirakan akan tumbuh sekitar satu persen pada triwulan pertama sekarang ini. Itu perkiraan awal.

Omzet atau volume perdagangan Indonesia-Jepang itu memang menurun. Yang sangat drastis menurun justru impor kita (ke Jepang).

Ekspor kita masih lumayan besar, masih sekitar 13 miliar USD. Tetapi impor kita hanya sekitar 9 miliar USD.

Saya tidak serta merta senang, tapi minimnya impor ini juga menandakan bahwa industri kita di dalam negeri lesu. Kondisinya kita masih surplus cukup besar hampir 3 miliar USD.

Tahun 2020 juga tahun yang berat sekali bagi Jepang. Jepang ini mengalami hantaman yang luar biasa, tiga kali dia mendapat hantaman.

Pertama akhir 2019 ada mulai kenaikan pajak penjualan dari 4 persen menjadi 10 persen. Jadi ini sudah mulai memukul ekonominya.

Kedua adanya topan hagibis yang sangat luar biasa, yang memporak-porandakan beberapa tempat. Ini juga mengakibatkan perekonomian Jepang memburuk.

Ditambah dengan Covid-19 yang meledak di Jepang sekitar Februari-Maret 2020. Tiga hal ini jadi pemukul besar untuk Jepang kemudian mengalami resesi.

Covid-19 juga membuat penundaan olimpiade yang diharapkan bisa menjadi rebound perekonomian Jepang, tapi malah mengalami penundaan.

Di tahun ini kemungkinan besar tetap dilaksanakan tetapi tanpa adanya penonton dari luar negeri.

Ini juga agak menghambat perekonomian Jepang karena mereka sangat berharap dari para wisatawan luar negeri untuk datang dan mengembalikan perekonomian mereka.

Penurunan tersebut mengakibatkan ekspor Jepang, tidak hanya ke Indonesia, tapi ke beberapa negara lain, mengalami penurunan yang sangat drastis.

Di satu sisi kita bersyukur kita mengalami surplus perdagangan pada 2020, namun kalau lebih cermat, itu disebabkan adanya penurunan impor yang jauh lebih besar dibandingkan penurunan ekspor Indonesia ke Jepang. Tahun lalu kita surplus hampir sebesar 13 miliar USD.

Jadi 2,99 miliar USD. Disebabkan penurunan impor Indonesia yang lebih besar. Impor Indonesia dari Jepang itu sekitar 10 miliar USD, sedangkan ekspor kita 12,88 miliar USD. Hampir 3 miliar USD nilai surplus kita. (tribun network/lucius genik)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved