Berita Nunukan Terkini
Tradisi Paskah Toroja di Nunukan, Bersihkan Jasad Leluhur yang Sudah 33 Tahun Meninggal Dunia
Ada tradisi unik Toroja di Nunukan saat merayakan Paskah atau tradisi Ma'nene, yakni membersihkan jasad leluhur yang sudah 33 tahun meninggal dunia.
Penulis: Febrianus Felis | Editor: Sumarsono
Biasanya di kampung, untuk jasad pria akan dikenakan pakaian yang rapi, lengkap mulai dari jas sampai kacamata.
Sedangkan, jasad wanita akan dikenakan gaun pengantin. Setelah pakaian baru terpasang, jasad tersebut dibungkus dan dimasukkan kembali ke Patane.
Kemudian prosesi adat ditutup dengan Sisemba. Sisemba merupakan momen silaturahmi antar keluarga, yang dilakukan dengan makan bersama.
"Makanan yang dihidangkan besok tidak boleh sembarangan disajikan, karena harus berasal dari sumbangan setiap keluarga leluhur.
Dan ibadat nanti di lakukan di tanah kosong atau lapangan terbuka. Karena pada umumnya orang tidak mau makan kalau makanan disajikan di rumah keluarga jenazah itu," ungkapnya.
Pasutri itu ditempatkan dalam sebuah bangunan rumah yang berukuran, panjang 7 meter dan lebar 5 meter termasuk kaki lima.
"Jadi petinya ditempatkan beda liang lahat. Hanya saja satu bangunan rumah. Untuk membuat bangunan rumah itu biayanya hampir Rp 80 juta.
Anak yang ditinggalkan, kalau dari kakek ada 5 orang, sedangkan dari nenek 6 orang. Karene nenek dua kali menikah. Kalau cucu 17 orang, sementara cicit 10 orang," imbuhnya.
Dikutip dari travel.tribunews.com, tradisi Ma'nene di Tana Toraja itu, memiliki cerita dari masa lalu yang melatarbelakanginya.
Baca juga: Chord Gitar dan Lirik Lagu Sahur Tiba - Gigi: Puasa Hari Esok karena Allah Semata
Terlepas dari cerita itu adalah fakta atau bukan, yang jelas suku Toraja percaya bahwa memanusiakan orang yang sudah meninggal adalah perbuatan yang mulia.
Pada suatu hari ada seorang pemburu bernama Pong Rumasek yang menemukan sesosok mayat tergeletak di tengah jalan dengan kondisi memprihatinkan.
Hal ini membuat hati Pong Rumasek tergerak. Akhirnya, dilepaskanlah bajunya untuk dikenakan kepada jasad yang tinggal menyisakan tulang-belulang itu.
Lalu dipindahkannya ke tempat yang layak. Ketika pulang ke rumahnya, Pong Rumasek terkejut karena mendapati lahan pertaniannya sudah siap panen, padahal seharusnya belum waktunya.
Tak hanya itu, keberuntungan demi keberuntungan senantiasa menyertai hidup Pong Rumasek.
Ritual Ma'nene ini biasanya diadakan setiap tiga tahun sekali setelah masa panen. Atau bisa juga dilaksanakan sesuai dengan petunjuk dari sesepuh.
Ritual Ma'Nene bukan hanya soal membersihkan jasad dan memakaikannya baju baru.
Lebih dari itu, ritual ini memiliki makna mendalam, yaitu mencerminkan betapa pentingnya hubungan antar anggota keluarga.
Terlebih bagi sanak saudara yang telah terlebih dahulu meninggal dunia. (*)
Penulis: Febrianus Felis