Berita Daerah Terkini
Tak Temukan Kesepakatan, Persoalan Tapal Batas Daerah Wlayah IKN Diserahkan Kemendagri
Persoalan terkait dengan persiapan Tapal Batas antara wilayah Kabupaten Penajam Pase Utara (PPU) dengan Kabupaten Paser.
TRIBUNKALTARA.COM, PENAJAM - Persoalan terkait dengan persiapan Tapal Batas antara wilayah Kabupaten Penajam Pase Utara (PPU) dengan Kabupaten Paser yang juga sebagai daerah yang ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) yang baru hingga saat ini belum mencapai hasil yang disepakati. Akibatnya diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pasalnya, pertemuan kedua kembali digelar untuk membahas terkait tapal batasyang dihadiri oleh Bupati PPU Abdul Gafur Masud (AGM) dan Bupati Paser, Fahmi Fadli yang dipimpin oleh Tim Koordinasi VII Percepatan Penyelesaian Penegasan Batas wilayah Kementerian Dalam Negeri, Elfin Elyas, Kepala Biro Pemerintahan,Perbatasan dan Otda Setda Provinsi kalimantan Timur Denis Sutrisno, Surveyor Pemetaan Muda Badan Geospasial Elok Lestari Paramita yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Kaltim pada (20/5) lalu.
Disampaikan oleh AGM, dari pertemuan awal hingga kedua ini, dirinya tetap berpedoman melalui undang-undang Pemekaran wilayah no. 7 Tahun 2002 tentang pemekaran wilayah Kabupaten PPU.
Baca juga: Menteri PPN Suharso Menginap di Ibu Kota Negara Baru, Sepaku, Masyarakat Minta IKN Segera Dibangun
Baca juga: Begini Konsep Ibu Kota Negara Indonesia di Benua Etam Kaltim
"Pembahasan penyelesaian segmen penegasan batas daerah ini tetap mempertahankan batas wilayah yang telah ditentukan dan disahkan oleh negara bahkan yang telah mengikat baik secara kekuatan filosofis, kekuatan secara sisosiologi, hingga yang mengikat secara yuridis semuanya telah tertuang pada undang-undang pemekaran wilayah dengan luasannya adalah 3333,06 kilometer persegi," ujar AGM.

Menurut AGM, sudah semestinya persoalan tapal batas antara dua kabupaten ini sudah seharunya rampung, hal itulah juga tertuang dalam undang-undang dan telah ditandatangani oleh presiden pada saat itu.
"Sehingga penetapan terkait batas administrasi ini berpedoman dengan peraturan yang disahkan secara yuridis bukan lagi membahas batas adat, hukum adat maupun batas lain-lainnya bahkan para tokoh pemekaran dan saksi sejarah pemekaran masih ada hingga saat ini," jelasnya.
Baca juga: Upadate Covid-19 di Kabupaten Malinau, Bertambah 43 Kasus, Dinkes Tracing 14 Orang Pelaku Perjalanan
Sementara itu, Kabupaten Paser sendiri berpedoman dengan rujukan undang-undang no 47 Tahun 1999. Menurut AGM, jika Kabupaten Paser menggunakan rujukan tersebut tentu tidak akan mencapai hasil dari persoalan tapal batas tersebut, sebab Kabupaten PPU sendiri baru berdiri pada tahun 2002.
"Dan sejumlah letak wilayah yang dipaparkan tidak berkesesuaian dengan faktanya saat ini yang dicantumkan pada undang-undang pemekaran wilayah kabupaten PPU yang dengan jelas menyebutkan terkait penegasan batas wilayah yang ada," ujarnnya.
Baca juga: Fase Gerhana Bulan Total yang Akan Terjadi Rabu 26 Mei 2021, Bisa Diamati dengan Mata Telanjang
AGM mengatakan, selaku pejabat negara, sudah semestinya mengikuti aturan dalam perundang-undangan yang ada. Sehingga jika suatau daerah mengikuti pedoman dari undang-undang yang telah ditetapkan, tentunya tidak akan terjadi musyarawah mufakat antara pemerintah PPU dan pemerintah Paser seperti saat ini.
Tidak mencapai kesepakatan bersama, persoalan segmen diserahkan ke pemerintah pusat untuk menetapkan batas-batas tapal batas.
“Dengan diserahkannya persoalan ini kepada pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan hasil yang terbaik bagi kabupaten PPU karena jika diluar dari ketentuan yang sudah menjadi lembaga negara pasti menjadi keputusan yang kurang baik dan menjadi gejolak hingga ditingkat bawah," ujarnya
(*)