Berita Nasional Terkini
Anies Baswedan dan Politikus PDIP Terseret Kasus Korupsi Lahan Munjul, Ketua KPK Beri Isyarat
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan politikus PDIP Prasetyo Edi Marsudi terseret kasus korupsi lahan Munjul, Ketua KPK Firli Bahuri beri isyarat.
TRIBUNKALTARA.COM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan politikus PDIP Prasetyo Edi Marsudi terseret kasus korupsi lahan Munjul, Ketua KPK Firli Bahuri beri isyarat pemeriksaan.
Kasus korupsi lahan Munjul Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur belakangan ini turut menyeret nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan politikus PDIP Prasetyo Edi Marsudi.
Pasalnya sebagai Gubernur, Anies Baswedan dianggap mengetahui penyusunan APBD DKI Jakarta, hingga akhirnya muncul kasus korupsi lahan Munjul.
Pun demikian dengan politikus PDIP, Prasetyo Edi Marsudi yang bertindak sebagai Ketua DPRD DKI Jakarta.
Bahkan Ketua KPK, Firli Bahuri sudah mengisyaratkan bahwa Anies Baswedan dan politikus PDIP itu akan diperiksa.
Pemeriksaan Anies Baswedan dan Prasetyo Edi Marsudi bakal segera dilakukan KPK untuk membuat perkara korupsi ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp152,5 miliar semakin terang benderang.
"Terkait program pengadaan lahan tentu dalam penyusunan program anggaran APBD DKI tentu Gubernur DKI sangat memahami," kata Firli Bahuri, mengutip WartaKota.
"Begitu juga dengan DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemda DKI mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI.
Jadi tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Anies Baswedan Pecat ASN Dishub DKI Jakarta, Usai Viral Nongkrong di Warung Kopi saat PPKM Darurat
Menurut Firli Bahuri, KPK memahami keinginan masyarakat agar kasus ini diungkap secara tuntas demi kepastian hukum dan menimbulkan rasakeadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Rekam jejak kasus korupsi lahan Munjul
Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penindakan Setyo Budiyanto mengungkap konstruksi perkara ini.
Kasus ini berawal saat BUMD DKI Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) mencari tanah di wilayah Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
"Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PDPSJ dalam pengadaan tanah di antaranya adalah PT Adonara Propertindo yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan," kata Setyo.
Direktur Penyidikan KPK itu menyebut, pada 8 April 2019, disepakati dilakukannya penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Sarana Jaya antara pihak pembeli yaitu Yoory Corneles dengan pihak penjual yaitu Anja Runtuwene.
"Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening bank milik AR pada Bank DKI," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/5/2021).
Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory Corneles dilakukan pembayaran oleh Sarana Jaya kepada Anja Runtuwene sekira sejumlah Rp 43,5 miliar.
Setyo merinci, untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Cipayung, Jaktim tersebut, Sarana Jaya diduga melakukan empat perbuatan melawan hukum.
Pertama, tidak adanya kajian kelayakan terhadap Objek Tanah.
Kedua, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Ketiga, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate.
Keempat, adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
"Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar," ungkap Setyo.
Baca juga: PDIP dan Gerindra Usung Prabowo-Puan di Pilpres 2024? Anies Baswedan Berpotensi jadi Lawan Kuat
Ditetapkan empat tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi lahan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur pada 2019.
Salah satu tersangka yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya DKI, Yoory Corneles Pinontoan.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan pada tanggal 24 Februari 2021 dengan menetapkan 4 tersangka," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (27/5/2021).
"YRC (Yoory Corneles) Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, AR (Anja Runtuwene) Wakil direktur PT AP, TA (Tommy Adrian) Direktur PT AP, Korporasi PT AP (Adonara Propertindo)," ucap Ghufron.
Direktur Utama Pembangunan Sarana Jaya disebut telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Maret 2021. Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.
"Sejak hari Jumat (5/3/2021) ditetapkan tersangka oleh KPK," kata Riza Patria Senin (8/3/2021) malam.
Senada dengan Riza, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz juga mengatakan Yoory telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi.
"Berdasarkan info yang saya dapat dari asisten perekonomian, berita tersebut benar," kata Azis melalui pesan singkat, Senin (8/3/2021).
Adapun Yoory telah dinonaktifkan dari jabatan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Plt Kepala BP BUMD Provinsi DKI Jakarta Riyadi mengatakan, penonaktifan tersebut dilakukan berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 212 Tahun 2021 tentang Penonaktifan Direktur Utama dan Pengangkatan Direktur Pengembangan Sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
"Pak Gubernur saat itu langsung mengambil keputusan untuk menonaktifkan yang bersangkutan.
Atas kasus tersebut, Yoory akan mengikuti proses hukum dengan menganut asas praduga tak bersalah," kata Riyadi dalam keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Setelah penonaktifan Yoory, Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra Sukmono Arharrys ditunjuk sebagai pelaksana tugas.
Indra akan mengemban tugas sebagai Plt Dirut Pembangunan Sarana Jaya paling lama tiga bulan terhitung setelah ditetapkan dengan opsi dapat diperpanjang.
(*)