Berita Nasional Terkini

Perintah Terbaru Jokowi kepada Menkes, Harga PCR Maksimal Rp 550 Ribu, Hasil Diketahui 1x24 Jam

Presiden Joko Widodo meminta Menkes RI menurunkan harga swab PCR di kisaran Rp 450 ribu sampai Rp 550 ribu.

Editor: Amiruddin
TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH
ILUSTRASI Tampak aktivitas swab acak di Pelabuhan Malundung Tarakan belum lama ini. Terbaru, Presiden Joko Widodo meminta Menkes RI menurunkan harga swab PCR di kisaran Rp 450 ribu sampai Rp 550 ribu. TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH 

"Kita Kementerian Kesehatan akan sangat terbuka atas masukan dan bila perlu evaluasi terkait ini (harga tes PCR)," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Sabtu (14/8/2021).

Nadia menuturkan, harga tes PCR telah diatur dalam Surat Edaran Kemenkes.

Adapun penetapan harga eceran tertinggi (HET) swab mandiri telah melalui konsultasi dan pertimbangan dari berbagai pihak termasuk penyedia maupun auditor.

"Sudah ada penetapan batas tertinggi pemeriksaan PCR ini dan sudah dilakukan juga konsultasi dengan para pihak baik dari para peneydia maupun auditor," ungkapnya.

Perbedaan selisih harga yang terpaut 10 kali lipat ini mendapat sorotan sejumlah pihak.

Bahkan, mahalnya harga tes PCR ini dinilai sebagai penyebab rendah dan lambannya proses testing serta tracing Covid-19 di Tanah Air.

Baca juga: Ketatnya Prokes di Kantor Wapres, Sebelum Gendong Cucu Wapres Ma’ruf Amin Pun Harus Test PCR Swab

Tanggapan IDI

Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) turut memberikan tanggapan terkait dengan adanya perbedaan harga pelayanan test swab PCR yang cukup tinggi antara di Indonesia dengan beberapa negara lain termasuk India.

Menyikapi hal ini, Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto mengatakan, yang menjadi faktor utama mahalnya harga test di Indonesia itu adalah karena pajak barang masuk ke Indonesia cukup tinggi.

Perbandingan harga di Indonesia dengan negara lain juga kata Slamet tak hanya berlaku pada test PCR, melainkan segala keperluan obat-obatan dan laboratorium.

"Biaya masuk ke Indonesia sangat mahal, pajaknya sangat tinggi, Indonesia adalah negara yang memberikan pajak obat dan alat kesehatan termasuk laboratorium," kata Slamet saat dihubungi Tribunnews, Minggu (15/8/2021).

Padahal kata dia, pemberian pajak pada alat kesehatan maupun obat-obatan itu tidak tepat karena keperluannya untuk membantu orang yang sedang mengalami kesusahan.

Sedangkan pemberian pajak diberlakukan untuk masyarakat yang menerima kenikmatan seperti halnya pembelian barang atau kendaraan.

"Masa obat dan alat kesehatan dibebani pajak, yang dimaksud pajak kan kenikmatan, misal, dapet gaji beli mobil, beli handphone, beli rumah itu kenikmatan itu dikenai pajak oke, tapi orang susah jangan dibebani pajak, ini brunded ini," ucapnya.

Pihaknya bahkan kata Slamet telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait agar untuk sedianya memberikan keringanan kepada masyarakat yang ingin berobat.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved