Berita Tarakan Terkini
Soal Pernyataan TGUPP,Dirut Perumda Tirta Alam Tarakan Tegaskan SK Tarif Batas Atas dari Permendagri
Dirut Perumda Tirta Alam Tarakan Tanggapi Pernyataan TGUPP, Tegaskan SK Tarif Batas Atas Amanat Permendagri.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Di tengah wacana penyesuaian kenaikan tarif yang masih digodok Perumda Tirta Alam Kota Tarakan, muncul pernyataan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Hukum dan Regulasi, Muklis Ramlan.
Muklis Ramlan dalam pernyataannya kepada media menilai kebijakan ini tidak tepat di tengah masyarakat sedang kesulitan. Selain itu tertulis pula rencana kenaikan tarif PDAM bukan bersumber dari SK Gubernur Kaltara melainkan usulan dari PDAM Tarakan.
Dirut Perumda Tirta Alam Kota Tarakan, Iwan Setiawan menanggapi pernyataan Muklis Ramlan yang termuat dalam salah satu media di Kota Tarakan.
Dikatakan Iwan Setiawan, terkait adanya rencana kenaikan tarif Perumda Tirta Alam Kota Tarakan ia membenarkan itu adalah usul dari PDAM Kota Tarakan. Bahwa PDAM mengusulkan tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Baca juga: Gubernur Keluarkan SK Baru Aturan Tarif Batas Bawah & Atas Air PDAM, Diberlakukan 1 Januari 2022
“Batas atas sudah jelas menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2020, bahwa tarif batas atas adalah 4 persen dari UMK kota per 10 meter kubik air. Artinya jika UMK Tarakan Rp 3.774.378, dikalikan 4 persen, maka per kubik tidak bisa melebihi dari Rp 15 ribu per meter kubik. Keluarlah tarif batas atas,” ujarnya.
Dalam hal ini, ia mengungkapkan pernyataan TGUPP Muklis Ramlan yang menyatakan tarif tidak boleh lebih dari 4 persen, menurutnya persepsi TGUPP salah.
“Dia tidak membaca dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2020. 4 persen dimaksud adalah 4 persen dari UMK per 10 meter kubik. Bukan tarif airnya yang naik 4 persen,” ujarnya.
Selanjutnya persoalan tarif batas bawah, ia menegaskan, yang mengusulkan adalah PDAM. Sementara, tarif batas atas sudah diatur dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 bahwa tidak boleh lebih dari 4 persen dari UMK per 10 meter kubik air.
“Nah kalau tarif batas bawah adalah jumlah operasionalnya PDAM dibagi air yang diproduksi. Itu namanya tarif batas bawah. Artinya semangat dari Permendagri ini agar PDAM bisa FCR atau Full Cost Recovery,” jelasnya.
Baca juga: Lampaui Target Pendapatan, Bupati Ibrahim Apresiasi PDAM Tana Tidung: Tak Pernah Terjadi Sebelumnya
Kemudian lanjut Iwan Setiawan, TGUPP juga mempermasalahkan kenaikan tarif PDAM adalah perintah Gubernur Kaltara. Iwan Setiawan meluruskan, ini bukanlah perintah gubernur.
“In ikan bias lagi. Bukan perintah Gubernur Kaltara. Gubernur diamanatkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 untuk menetapkan tarif batas bawah dan tarif batas atas. Ini seolah saya diadu domba dengan Gubernur. PDAM untuk menetapkan tarif itu harus ada batas atas dan bawah dan sudah keluar dari Gubernur berdasarkan Permendagri,” bebernya.
PDAM mengacu pada SK Gubernur Kaltara. Sehingga menurutnya pernyataan TGUPP harus ia luruskan. Ia mengungkapkan, seharusnya TGUPP mendorong PDAM untuk sehat.
“Bisa bayangkan tarif PDAM di Tarakan hanya Rp 5.200 dan kalah dengan di Balikpapan Rp 9.400. Lalu Nunukan sudah Rp 5.600 padahal ini daerah perkotaan. Seharusnya TGUPP memikirkan, kalau tarif tidak naik bagaimana dia memikirkan bankeu dari provinsi datang ke PDAM supaya harga pokok produksi bisa turun,” ujarnya.

Bukan justru membuka polemik seperti ini dan terkesan membuat panas situasi lanjut Iwan Setiawan. Ia mengharapkan keberadaan TGUPP menjernihkan persoalan SK Gubernur Kaltara.
“Mendinginkan masalah bahwa SK Gubernur sudah keluar. Yang harus dipahami bahwa SK Gubernur Kaltara mengenai tarif batas atas dan bawah sudah melalui proses. Diusulkan oleh PDAM ke Biro Ekonomi dan dibahas di Biro Ekonomi melalui tiga FGD,” ujarnya.
Dan lanjutnya, salah satunya sudah ia sampaikan bahwa PDAM itu, dalam hal ini Pemkot Tarakan menginvestasikan kurang lebih Rp 200 miliar kepada PDAM Tarakan selama 10 tahun.