Berita Tarakan Terkini
Soal Pernyataan TGUPP,Dirut Perumda Tirta Alam Tarakan Tegaskan SK Tarif Batas Atas dari Permendagri
Dirut Perumda Tirta Alam Tarakan Tanggapi Pernyataan TGUPP, Tegaskan SK Tarif Batas Atas Amanat Permendagri.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
“Tahun ini belum dihitung lagi. Sekitar 70 miliar membangun long storage, membangun IPA di Bengawan, membangun IPA di Indulung, long storage di Persemaian dan di Juata dan yang kita kembalikan kemarin ke Pemkot hanya Rp 4,3 miliar,” ujarnya.
Dengan angka perbandingan ini sangat timpang menurut Iwan Setiawan. Ia juga mengungkapkan, perusahaan daerah yang diberikan anggaran Rp 200 miliar lalu dikembalikan hanya Rp 4,3 miliar tentu tidak ada terjadi di perusahaan lain selain PDAM Tarakan.
Sehingga ia berharap, semangat dari Permendagri tersebut ke depan PDAM bisa mandiri dan tidak lagi ‘menyusu’ pada APBD Pemkot Tarakan.
Baca juga: Dirut PDAM Danum Benuanta Beber Harapan di Hari Jadi Kabupaten Bulungan dan Tanjung Selor
“Ini bukan membuka polemik. Seharusnya, TGUPP mendinginkan masalah dan bukan memanas-manasi orang. Seolah ini sepihak, seolah gubernur yang menginginkan. Seharusnya baca dulu aturan itu, bahwa Gubernur diamankankan Permendagri. Ya minta maaf saya ingin mengkritisi juga. Bolehkan saya mengkritisi TGUPP juga,” ungkapnya.
Lanjutnya lagi, setelah amanah dari Permendagri dijalankan Gubernur Kaltara lewat SK Gubernur Nomor 188.44/K.757/2021 tentang Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah BUMD Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Dalam Wilayah Provinsi Kaltara, maka selanjutnya PDAM yang akan melanjutkan amanah lewat SK Gubernur Kaltara.
“Kan begitu turunannya. Bukan seolah-olah ini permintaan PDAM. Ini permintaan amanat, aturan Permendagari itu. Jadi ini harus dipahami masyarakat dan harus diluruskan,” jelasnya.
Proses penyesuaian tarifnya sendiri kata Iwan Setiawan, di Tarakan saat ini pasca SK Gubernur keluar, PDAM saat ini dalam tahap melakukan sosialisasi bahwa tarif harus disesuaikan.
“Belum ada detik ini PDAM Tarakan memutuskan nominal tarif naik sekian. Begitu juga dari Wali Kota Tarakan. Kalau informasi dari Pak Muklis keterangannya dalam media, Dirut PDAM merekomendasikan 13 persen. Saya mau tanya Pak Muklis, dasar dia mengatakan 13 persen itu dari apa dan darimana, SK-nya mana?” ujarnya.
Sampai saat ini pihaknya menegaskan belum memutuskan nominal kenaikan tarif. Dan masih di tahap menyosialisasikan penyesuaian kenaikan tarif.
“Maksud saya, adu data. Jangan berpolemik di media. Saya berharap duduk satu meja dan saya jelaskan ke Pak Muklis. Beliau kan bagian hukum, seharusnya SK Gubernur keluar dia amankan. Bukan berpolemik di luar,” tegasnya.
Ia melanjutkan dari 2012 sampai 2020 tidak pernah mengalami kenaikan. Lalu di 2020 bulan November sempat disesuaikan 13 persen. Setelah 2021 ini sesuai perda, direktur diberikan wewenang untuk menaikkan tarif sebesar 15 persen per tahun.
“Tanpa persetujuan DPR. Itu amanah perda. Saya diberi wewenang maksimal 5-15 persen. Dan kami kan harus melaksanakan perda. Dalam Permendagri juga bahwa pemerintah untuk seluruh strata sosial, diberikan subsisi 10 meter kubik. Itu melalui kajian bahwa rerata pemakaian 10 meter kubik dan itu diberikan subsidi,” jelasnya.
Kemudian setelah 10 meter kubik maka diberikan tarif penuh. Saat ini masih dalam tahap pembahasan untuk menetukan tarif yang sesuai diterapkan di Kota Tarakan.
“Berapa sih yang cocok kemampuan masyarakat apalagi masih Covid-19. Berapa yang tidak membebani masyarakat. Nah, kalau naik 15 persen, tarif rata-rata PDAM hanya Rp 5.200. Artinya kalau dikalikan 15 persen hanya Rp 780 rupiah,” bebernya.
Dalam hal ini menurutnya, sejauh ini masyarakat belum menyampaikan keluhan mengenai wacana penyesuaian tarif ini. Justru lanjutnya yang tidak menerima adalah dari TGUPP.
“Yang mengeluarkan SK Pak Gubernur. Dibandingkan tarif PDAM dan air profil, jauh lebih murah. Begitu TGUPP komentar kan ini menjadi panas. Seharusnya TGUPP mendinginkan suasana. Jangan membuat konflik,” jelasnya.
Dalam hal ini, lanjutnya PDAM mengusulkan dan dibawah ke Biro Ekonomi Provinsi Kaltara dan selanjutnya meminta kajian dari Universitas Borneo Tarakan. Artinya perjalanan ini sangat panjang prosesnya mencapai 3 bulan.