Pemindahan IKN
Keluhan Warga Desa Mentawir di Sekitar IKN Nusantara, Khawatir Direlokasi dan Hak Tidak Terpenuhi
Warga di Desa Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, khawatir akan direlokasi imbas pembangunan Ibu Kota Negara.
TRIBUNKALTARA.COM - Warga di Desa Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, khawatir akan direlokasi imbas pembangunan Ibu Kota Negara.
Kekhawatiran mengenai dampak pembangunan IKN Nusantara tersebut disampaikan ketua adat Suku Paser di Mentawir, Sahnan.
Menurut Sahnan, dia sebagai Ketua Adat Desa Mentawir maupun warga lainnya tidak pernah mendapat sosialisasi mengenai pembangunan IKN.
Tiba-tiba saja, kata Sahnan, ada informasi mengenai rencana pemerintah untuk merelokasi mereka dari lokasi tinggal saat ini.
Padahal dia dan warga lainnya sudah hidup selama enam generasi di Desa Mentawir.
Informasi relokasi berkaitan dengan pembangunan IKN tersebut pun hanya didengar dari teman-temannya.
Tidak pernah ada sosialisasi langsung dari pihak yang berwenang.
"Jangan jauh-jauh, seperti pembangunan persemaian bibit IKN jaraknya 4 kilometer dari sini. Tapi kami ga pernah diundang ke sana," ungkapnya kepada tim Kompas.com Sabtu (21/5/2022).
Baca juga: Kawal Pembangunan IKN Nusantara, Rektor Uniba Usulkan Isran Noor Jadi Calon Wakil Presiden 2024
Sahnan merujuk kepada rencana pembangunan Persemaian Mentawir (nursery) yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dalam pernyataan tertulisnya, Menteri LHK Siti Nurbaya menerangkan adanya persemaian untuk meningkatkan tutupan hutan hingga 75 persen.
Sahnan berujar, seharusnya pemerintah memberikan sosialisasi kepada lurah maupun dirinya sebagai tokoh adat.
"Kami ga diundang. Saya yang datang ke sana kan lucu. Harusnya mereka datang ke Mentawir, ketemu tokoh adat, lurah dan lain-lain. Itu ga ada," keluhnya.
Kecemasannya makin menjadi setelah dia mendengar isu yang santer beredar, bahwa mereka akan direlokasi.
Apalagi, tanah warga setempat tidak bisa diurus sertifikatnya karena masuk sebagai KBK (Kawasan Budidaya Kehutanan).
"Ketakutan adanya IKN hak-hak kami tidak dihargai. Karena kami di sini untuk surat tanah paling mentok segel," jelasnya.
Belum lagi kekhawatiran mengenai bagaimana nasib kuburan nenek moyang mereka.
"Kuburan nenek moyang kami bagaimana kalau kami direlokasi?" tanyanya.
Baca juga: Profil Agus Bei, Pejuang Mangrove yang Siap Ikut Membangun IKN dengan Cara Melestarikan Lingkungan
Ajak berdialog
Keputusan Pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur sudah seharusnya mendapat dukungan seluruh masyarakat dan stakeholder.
Secara kepastian hukum pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara di Sepaku, Penajam Paser Utara telah diatur dalam Undang-undang tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).
Sebagaimana Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Hal ini membuktikan segala sesuatu yang dilakukan dalam Negara Indonesia harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dengan adanya UU Nomor 3 tahun 2022 tentang IKN yang telah disahkan DPR RI dapat digunakan sebagai acuan dalam segala kegiatan pembangunan, pemindahan bahkan kegiatan pemerintahan IKN baru.
Hal itu dikemukakan pengamat hukum dari Universitas Mulia Balikpapan Okta Nofia Sari, SH.MH kepada Tribun di Balikpapan, Rabu (27/4/2022).
Menurutnya, landasan hukum pembangunan IKN Nusantara sudah kuat, yakni UU Nomor 3 tentang IKN.
Terkait lahan yang digunakan untuk lokasi pembangunan IKN, Ketua Prodi Hukum Fakultas Humaniora dan Kesehatan Universitas Mulia ini mengatakan, untuk mengatasi persoalan lahan bisa mengacu Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Disebutkan, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Akan tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan lahan, karena berkenaan dengan masyarakat lokal.
Pemerintah bisa melakukan dialog dengan masyarakat setempat serta dengan keterbukaan menunjukkan dampak positif dan negatif adanya pembangunan IKN tersebut.
“Hadirnya IKN Nusantara tidak mengurangi kesejahteraan masyarakat, bahkan meningkatkan ekonomi daerah, sehingga ke depannya masyarakat dan pemerintah bersinergi dalam mengembangkan IKN Nusantara,” ujar Okta Nofia.
Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan Kalimantan Timur sebagai daerah yang dimilih menjadi lokasi IKN baru, hal pertama yang ramai diperbincangkan adalah soal jual beli lahan.
Masyarakat lokal mulai ramai akan menjual tanah-tanah yang dimiliki dengan harganya melambung tinggi.
Akan tetapi permasalahan kepemilikan lahan seiring berjalannya waktu juga akan bertambah dengan adanya klaim-klaim tanah.
Okta mengimbau kepada masyarakat sebelum melakukan jual beli lahan perlu menelusuri seluruh alas hak hingga dinyatakan bahwa benar lahan tersebut memiliki kekuatan hukum yang kuat, sehingga tidak akan menimbulkan sengketa dikemudian hari.
Solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi konflik lahan dalam masyarakat dengan adanya pembangunan IKN ini lanjutnya, banyak sumber daya manusia dan instansi terkait yang terlibat.
Masyarakat harus mampu memberikan kekuatan hukum hukum atas lahan yang dimiliki dengan melakukan pengurusan atas hak atas lahannya.
Hal ini dilakukan dengan pemantauan Badan Pertanahan sebagai wakil dari pemerintah di bidang pertanahan.
Selain itu dengan adanya Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pengendalian Peralihan, Penggunaan Tanah dan Perizinan di kawasan IKN dan penyangga IKN dapat digunakan sebagai landasan hukum dan harus dipahami seluruh masyarakat.
Dalam perjalanannya pembangunan IKN, pemerintah pusat telah menilai kawasan ini berpotensi membuka ekonomi serta mendorong pertumbuhan, termasuk membuka lapagan pekerjaan.
Oleh karena itu dengan penyebarluasan ekonomi maka dapat mendorong kesejahteraan masyarakat. Pemerintah harus bergerak dengan semangat untuk masyarakat sehingga dapat berjalan dengan lancar pembangunan yang dilaksakan.
Perhatian khusus yang diberikan kepada masyarakat adat dan kelompok tani yang sudah puluhan tahun tinggal dilokasi sangat perlu sekali.
Hal ini dapat dilihat secara fakta di lapangan bahwa masyarakat tersebut mengelola lahan untuk kebutuhan hidupnya.
Hal itu harus sejalan dengan Pasal 18B ayat (2) undang-undang Dasar 1945 yaitu Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dengan undang-undang.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Ada IKN Ini Kami Merasa Waswas, Khawatir Hak Masyarakat Adat Tak Dihargai"", Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2022/05/22/081859578/ada-ikn-ini-kami-merasa-waswas-khawatir-hak-masyarakat-adat-tak-dihargai.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltara/foto/bank/originals/jokowi-dan-ikn-040522_3.jpg)