Berita Tarakan Terkini
Walikota Tarakan Khairul Sebut Tiga Penyebab Potensi Stunting, Ini Upaya Turunkan Angka Kasus
Data elektroik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyaraka kasus stuntting di Tarakan ada 12 anak yang mengalami. Walikota sebut 3 penyebabnya.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Tercatat data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, Tarakan mencapai 25,9 persen angka stunting pada anak.
Kemudian data elektroik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM), angka tingkat stunting di Tarakan mencapai 8,19 persen atau dari 12 anak terdapat satu anak mengalami stunting.
Dikatakan Wali Kota Tarakan, dr. Khairul, M.Kes, kasus stunting itu juga cukup membuat pihaknya kaget karena angka tersebut yang cukup tinggi.
Baca juga: Anggota Komisi IX DPR RI Imbau Perusahaan Anggarkan Dana CSR Tuntaskan Stunting, 2025 Generesi Kuat
“Tetapi itu hasil survei y akita harus akui validasi validitas metode yang digunakan,” ujarnya.
Ia melanjutkan, saat ini dinas OPD terkait terutama Dinas Kesehatan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Tarakan, sudah memiliki data real angka yang dipegang saat ini. Jika diprevalensikan angkanya mencapai 8,9 persen.
“Itu data terakhir dan posisi anak-anaknya juga sudah diketahui. Makanya program dari dinas terkait bersama lintas sektor untuk melakukan penanganan dan intervensi,” ujarnya.
Baca juga: Peringati Harganas 2022, Kodim 0907/Tarakan Gelar Program Keluarga Berencana Cegah Stunting
Ia kembali menyampaikan, intervensi hanya untuk recovery dan tidak bisa sampai 100 persen. Angka stunting sendiri jika tubuh dalam kondisi pendek sulit langsung diubah menjadi tinggi.
“Atau pembentukan sel otak sudah terbangun itu tidak bisa terlalu banyak melakukan rekayasa. Tapi yang utama program berikutnya adalah melakuakan pencegahan terjadinya penambahan stunting. Itu menjadi fokus saat ini. Mudahan jika bisa jangan terjadi karena dampaknya luar biasa,” ujarnya.
Pencegahan dilakukan jika melihat teorinya yang kekurangan gizi jangka panjang terutama kalori dan protein dan kebutuhan mineral.

“Jika dilihat itu karena pertama, yang mau dimakan tidak ada. Dan berkolerasi dengan angka kemiskinan. Semakin tinggi angka kemiskinan suatu daerah persoalan stunting akan semakin tinggi,” ujarnya.
Angka kemiskinan Tarakan semakin tahun semakin menurun dan jauh dari rata-rata nasional sehingga korelasi data stunting tidak terkoneksi.
“Kalau dihubungkan dengan kemiskinan. Kemudian persoalan kedua, ketidaktahuan. Asal makan tanpa tahu kandungan asupan gizi. Yang masuk hanya carbo saja misalnya, tidak ada protein dan mineral dan vitaminnya. Komposisi gizi tidak sempurna, itu dikhawatirkan,” ujarnya.
Baca juga: Hasil Survei SSGI, Stunting Tarakan 25,9 Persen, Bentuk 87 Kelompok Pendamping di Setiap Kelurahan
Kemungkinan sang anak sudah diberikan makan namun bukan sesuai komposisi gizi alias tidak terpenuhi untuk dampak terhadap pertumbuhan otak dan lainnya pada anak.
Ketiga lanjutnya, kemungkinan karena penyakit. Misalnya terkena penyakit cacingan atau ada kelainan bawaan sejak lahir jika diberikan makan tidak berpengaruh karena ada gangguan dan menyebabkan proses metabolism terganggu.
“Saya kira data yang ada kita minta dinas terkait lakukan tracing data case by name dan apa masalah di kasus yang ditemukan sembari ke depan pencegahannya meningkatkan pengetahuan ibu-ibu hamil dan baru menikah,” ujarnya.