UMKM Kaltara

Kisah Katarina, Pelaku UMKM di Nunukan yang Mahir Tenun Sarung dan Selendang Khas NTT

Warga Nunukan ini mahir menenun sarung dan selendang khas Nusa Tenggara Timur. Dialah Katarina, pelaku UMUM yang bakat menenunnya turunan dari ibunya.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ FEBRIANUS FELIS
Katarina (52), warga Jalan Persemaian, RT 010, Kelurahan Nunukan Barat, Kabupaten Nunukan sedang menenun selendang khas NTT di Cafe Floresta Nunukan, Sabtu (30/07/2022), sore. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Katarina (52), warga Jalan Persemaian, RT 010, Kelurahan Nunukan Barat, Kabupaten Nunukan mahir menenun sarung dan selendang khas Nusa Tenggara Timur (NTT).

Saat ditemui disela aktivitasnya menenun selendang khas NTT, pelaku UMKM asal Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) ini mengatakan keahlian menenun ia warisi dari sang ibu.

"Menenun ini turun dari ibu saya. Bahkan alat tenun yang saya pakai sekarang buatan ibu saya," kata Katarina kepada TribunKaltara.com, Sabtu (30/07/2022), sore.

Katarina bergabung di kelompok usaha hasil hutan bukan kayu yang digagas oleh UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), di Nunukan sejak 2017.

Baca juga: Penipuan Atas Namakan BRI Marak Terjadi, Kacab BRI Nunukan Imbau Nasabah Jaga Data Pribadi

Bahkan Katarina yang memberikan pelatihan menenun kepada kelompok tenun yang sudah dibentuk oleh KPH di Nunukan.

"Pada 2017 saya rangkul semua kelompok tenun yang sudah ada, lalu berikan pelatihan. Tahun 2019 baru kelompok itu mulai menenun untuk dijual. Saat itu kami buat selendang dan sarung NTT hanya beberapa saja, karena pakai modal sendiri," ucapnya.

Untuk jenis benang, Katarina awalnya terbiasa mengunakan benang toko atau pasaran.

Namun, setelah melalui pelatihan yang dibuat oleh KPH, Katarina dan kelompoknya akhirnya bisa menggunakan benang sutera.

"Benang toko saya pesan dari Lewoleba, Kabupaten Lembata, NTT karen di sini tidak ada. Untuk benang sutera, kami pesan telor ulat sutera melalui KPH di Gowa, Sulawesi Selatan," ujarnya.

Lanjut Katarina,"Menetas di sini, lalu dipelihara. Setelah itu kami pintal jadi benang, lalu pakaikan pewarna alami dari dedaunan dan buah-buahan," tambahnya.

Menurut Katarina, pemakaian benang pasaran atau benang sutera dalam menenun tergantung permintaan dari konsumen.

Namun, kata Katarina lebih mudah menggunakan benang pasaran ketimbang benang sutera dalam proses memintal.

"Secara kualitas memang benang sutera. Begitupun harga selendang atau sarung tenunan dengan bahan baku sutera lebih mahal. Tekstur benang sutera tipis kalau dipintal bisa putus.

Kalau benang sutera sampai sepuluh helai benangnya, baru bisa sama dengan satu helai benang pasar," tuturnya.

10 Kg hasil pintalan benang sutera Katarina bisa menenun selendang sampai 20 lembar. Sedangkan untuk sarung hanya bisa 3-4 lembar.

Baca juga: Penipuan Atas Namakan BRI Marak Terjadi, Kepala Cabang BRI Nunukan Imbau Nasabah Jaga Data Pribadi

"Selendang dengan lebar 30 cm dan panjang 1,5 cm (satu meter lima puluh centimeter) harganya Rp 500.000.

Kalau lebar hanya belasan kisaran Rp 200.000. Untuk sarung ada harga Rp 700.000-Rp 1,2 Juta. Tergantung motif," ungkapnya.

Untuk bisa jadi sarung, Katarina butuhkan 2-3 bulan proses menenun. Berbeda dengan selendang, ia hanya butuhkan waktu paling cepat 1 minggu.

"Sarung bisa lama karena dibuat dua kali prosesnya. Selendang kalau ada permintaan buat tulisan bisa 1 bulan baru selesai," imbuhnya.

Konsumen Masih Warga Lokal NTT

Ketua kelompok tenun Floresta di Nunukan, Lorensius Pati menyebut pelanggan sarung dan selendang di tempat mereka masih sebatas warga lokal Nunukan dari etnis NTT.

Promosi hasil tenunan yang mereka lakukan selama ini melalui sosial media dan kanal berita online.

"Untuk pesanan baik sarung maupun selendang masih warta NTT lokal Nunukan. Rata-rata mereka pesan selendang," pungkas Lorensius Pati.

Saat ini ada 3 kelompok tenun Floresta. Tiap kelompok beranggotakan 5 orang.

Alat tenun yang digunakan berjumlah 5 unit. Tiga unit hasil urungan kelompok, dan dua unit lagi sumbangan dari Disperindagkop Kaltara.

Baca juga: Pesta Rakyat Simpedes BRI Kantor Cabang Nunukan, Unit Sei Nyamuk Peroleh Hadiah Grand Prize Mobil

"Sempat satu kali diikutkan dalam kegiatan pameran dalam rangka pekan daerah di Tanjung Selor. Untuk jadwal tenun di cafe tiap hari Selasa dan Jumat. Selebihnya di rumah. Hasil tenunnya disimpan di outlet cafe," terang Lorensius.

Sebagian besar ibu-ibu yang ikut dalam kelompok menenun juga membantu suami sebagai tukang kebun.

Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved