Inggris dan Rusia Umumkan Resesi, 19 Negara Lain Berpotensi Menyusul, Bagaimana Nasib Indonesia?
Inggris dan Rusia hampir secara bersamaan mengumumkan resesi, ada 19 negara lainnya yang potensial menyusul, lalu bagaimana nasib Indonesia?
TRIBUNKALTARA.COM - Inggris dan Rusia hampir secara bersamaan mengumumkan telah masuk ke dalam jurang resesi, ada 19 negara lainnya yang potensial menyusul, lalu bagaimana nasib Indonesia?
Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt mengumumkan bahwa negara tersebut mengalami resesi.
Inggris mengumumkan resesi pada Kamis (17/11/2022).
Inggris lalu meluncurkan penghematan anggaran 55 miliar pounds (Rp 1 kuadriliun) dari kenaikan pajak dan pemotongan dana belanja.
Hunt menegaskan, langkah-langkah menyakitkan diperlukan untuk membawa stabilitas keuangan setelah gejolak baru-baru ini, dan menyatakan bahwa mereka akan meringankan daripada memperburuk penurunan.
Sementara Rusia, konflik dengan Ukraina memasuki hari ke-267 pada Kamis (17/11/2022).
Konflik ini berlanjut dengan resesi yang dialami Rusia hingga Rusia-Ukraina sepakat memperpanjang ekspor gandum.
Rusia dikabarkan mengalami resesi setelah sembilan bulan melancarkan serangannya ke Ukraina.
Jika melihat laporan tradingeconomics.com, terlihat bahwa Produk Domestik Bruto Rusia menyusut dalam waktu dua kuartal berturut-turut.
Pada kuartal 2 2022, PDB Rusia berada di minus 4,1 persen, sementara pada kuartal 3, PDB Rusia anjlok lagi di minus 4 persen.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov memuji respons Presiden Amerika Serikat Joe Biden terkait insiden rudal di Polandia.
Kondisi listrik di Ukraina perlahan-lahan mulai pulih pascaserangan Rusia.
Setidaknya ada tujuh wilayah Ukraina yang listriknya mulai bisa berfungsi dengan baik, termasuk ibukota Kyiv.
Pejabat Ukraina melaporkan bahwa kesepakatan yang memungkinkan Ukraina mengekspor gandum melalui Laut Hitam diperpanjang empat bulan lagi.
Ini artinya jatuh tempo kesepakatan ekspor gandum ini akan berakhir lagi pada bulan Maret 2023.
Rusia dan Inggris jatuh ke dalam jurang resesi setelah pertumbuhan ekonomi minus untuk dua kuartal berturut-turut.
Resesi yang dialami dua negara di luar Uni Eropa itu diprediksi akan segera menular ke negara-negara Uni Eropa lainnya.
Bank Sentral Eropa melihat kemungkinan peningkatan resesi di 19 negara yang menggunakan mata uang euro.
Penyebab utamanya adalah melonjaknya harga energi dan inflasi tinggi akibat perang Rusia di Ukraina.
Hal itu meningkatkan risiko kerugian perbankan dan gejolak di pasar keuangan.
"Masyarakat dan perusahaan sudah merasakan dampak kenaikan inflasi dan perlambatan aktivitas ekonomi.
"Risiko terhadap stabilitas keuangan telah meningkat, sementara resesi teknis di kawasan euro menjadi lebih mungkin terjadi," kata Wakil Presdien Bank Sentral Eropa (ECB) Luis De Guindos.
Menurut data ECB, peluang terjadinya resesi di zona euro dan Inggris Rata setahun ke depan sebesar 80 persen.
Sedangkan peluang resesi di Amerika Serikat selama setahun ke depan sebesar 60 persen.
Adapun lebih dari setengah anggota negara Uni Eropa mengalami inflasi dua digit oada Oktober lalu.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi ekonomi dunia akan masuk jurang resesi di tahun 2023, seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan sebagian besar bank sentral di dunia secara bersamaan.
Pihaknya mengatakan, proyeksi resesi ekonomi di tahun depan mengacu pada studi Bank Dunia (World Bank) yang menilai kebijakan pengetatan moneter oleh bank-bank sentral akan berimplikasi pada krisis pasar keuangan dan pelemahan ekonomi.
"Kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Senin (27/9/2022).
Tren kenaikan suku bunga tercermin dari bank sentral Inggris yang sudah menaikkan suku bunga sebanyak 200 basis poin (bps) selama 2022. Begitu pula dengan bank sentral Eropa yang sudah menaikkan 125 bps, serta bank sentral Amerika Serikat (AS) yang sudah menaikkan 300 bps.
- Apa itu resesi?
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), resesi adalah suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk, yang terlihat dari produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Sedangkan melansir Forbes, (15/7/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Selama resesi ekonomi, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun. Lantas, ketika terjadi resesi 2023, barang apa saja yang harganya naik atau turun drastis?
- Jenis resesi
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan, kenaikan berbagai sektor akan bergantung pada jenis resesi. Jika yang terjadi adalah demand recession, maka menurutnya dampaknya akan sebentar.
"Ada resesi yang sifatnya demand, terjadi karena selama pandemi ada kebijakan yang membuat jumlah uang beredar besar sekali," kata Eddy kepada Kompas.com, Kamis (17/11/2022).
"Kemudian pemerintah harus menaikkan suku bunga sekarang dan mengurangi jumlah uang beredar, maka terjadilah resesi. Jadi ada resesi yang alami dan cuma sebentar," sambungnya.
Namun, resesi yang dikhawatirkan adalah ketika menuju depresi. Misalnya, pertumbuhan ekonomi beberapa negara negatif.
Menurutnya, hal itu bisa berlangsung lebih lama dan tentu saja akan berdampak pada berbagai sektor.
- Sektor yang turun saat resesi
Ia menjelaskan, sektor-sektor tersebut akan bergerak pada tiga kondisi, yaitu cyclical, defensif, dan stabil atau stagnan.
"Cyclical itu sangat sensitif terhadap perekonomian, jadi kalau perekonomian naik, dia ikut naik, kalau ambruk ikut ambruk," jelas dia.
Menurutnya, sektor properti jelas akan masuk kategori ini atau mengalami penurunan harga. Sebab properti bukan kebutuhan prioritas di saat-saat resesi.
"Kalau transportasi dan logistik saya kira juga cyclical, apalagi produk investasi kemungkinan menurun lah," ujarnya.
- Sektor yang naik saat resesi
Sementara itu, Eddy menuturkan beberapa sektor juga akan bersifat defensif ketika resesi. Sektor-sektor ini diprediksi akan mengalami kenaikan ketika resesi, seperti barang baku dan konsumen primer.
"Kemudian energi kemungkinan juga kemungkinan naik, kesehatan juga," ujar Eddy.
- Sektor yang cenderung stabil
Eddy menjelaskan, sektor perindustrian ketika resesi akan tetap stabil, bahkan cenderung turun ketika terjadi resesi.
Selain itu, sektor konsumen non-primer, teknologi, dan infrastruktur juga akan tetap stagnan, karena cukup kuat.
(*)