Kabar Artis

Erina Gudono Cerita Momen Unik Foto Prewedding dengan Kaesang Pangarep yang tak Kunjung Kelar

Erina Gudono bagikan cerita momen foto preweddingnya dengan Kaesang Pangarep yang tak kunjung kelar

Editor: Hajrah
Instagram/@erinagudono
ERina Gudono berbagi cerita ragkaian foto preweddingnya dengan Kaesang Pangarep yang tak kunjung tuntas (Instagram/@erinagudono) 

"Lalu pengantin putri membawa tiga. Tiga sebagai lambang amal dan iman. Manten putra ditambah satu dia punya kedudukan sebagai imam. Jadi pengantin putra yang mengawali putra yang mengakhiri. Kakung kang miwiti kakung kang mungkasi," ungkapnya.

Prosesi yang ketujuh, pengantin putri akan membersihkan kaki suami dalam upacara Ranupada.

Ranupada sebagai simbol pengakuan bahwa suami adalah pemimpin keluarga.

Dimana dijelaskan, air sebagai lambang pengetahuan, air merupakan lambang hidup dan kehidupan.

Sementara prosesi kedelapan, upacara mecah tigan atau memecah telur.

"Dari kata mecah tiga yakni lahir, jodoh dan mati adalah kuasa tuhan dan manusianya hanya sekedar menjalani. Kemudian (telur) dipecah dinampan sebagai simbol agar kedua mempelai dikaruniai anak sebagai penyambung sejarah," jelasnya.

Kesembilan, pengantin berjalan searah jarum jam berada di samping kirinya pengantin putra yang diikuti ayah dan ibu mempelai putri menuju ke pelaminan.

Sepuluh, prosesi bubak kawah ngunjuk rucat degan.

Baca juga: Gibran Rakabuming akan Sumbang 10 Lagu di Resepsi Pernikahan Erina Gudono dan Kaesang Pangarep

"Itu menandai mantu yang pertama. Juga sejarah mataram dimana Ki Ageng Giring merelakan air kelapa muda kepada Ki Ageng Pemanahan, sehingga Ki Ageng pemanahan punya putra Danang Sutawijaya, Panembahan Senopati dan seterusnya," ungkap Wigung.

"Harapan dari prosesi ini adalah agar pernikahan ini menurunkan anak-anak keturunan yang memiliki kelebihan. Diberikan kelebihan yang baik oleh tuhan," sambungnya.

Prosesi kesebelas yakni upacara Tompo Koyo, atau dalam Panggih Surakarta disebut Kacar Kucur.

Prosesi ini memiliki simbol pengantin pria dalam hal ini menuangkan benih bahwa benih-benih itu hanya untuk istri lalu dilanjut dengan menuangkan uang receh (koin).

"Kemudian mata uang receh bahwa tidak ada besar tanpa kecil. Tidak ada banyak tanp sedikit," jelasnya.

Dua belas, pengantin pria juga menyerahkan dlingo bengle (empon-empon) yang menyimbolkan kedua mempelai diberi kesehatan.

Selain itu bunga setaman juga turut disertakan sebagai wujud sikap keutamaan.

"Itu diterima istri tidak boleh ada yang tercecer, lalu diikat diserahkan kepada ibu mempelai putri," ungkap pria yang pernah dipercayai memandu pernikahan putri Kraton Yogyakarta.

Proses tiga belas yakni Dhahar Klimah atau kedua pengantin makan nasi kuning.

Jika menurut adat Solo, Wigung menerangkan kedua pengantin saling suap-suapan.

Baca juga: Erina Gudono Mendadak Curhat Soal Kisah Cinta yang Rumit Jelang Dinikahi Kaesang: Tidak akan Mudah

"Tapi kalau pengantin Jogja maboten (tidak) yakni pengantin putra yang memberi, pengantin putri yang nikmati nasi. Dhahar klimah ing kakung artinya patuh pada oerintah suami. Kemudian pada lambang sandang pangan dan papan," terang dia.

Upacara terakhir yakni methuk besan atau menjemput besan.

"Bu Gudono dan mas Alen (kakak Erina) akan menyambut pak Jokowi dan ibu Iriana. Setelah disambut diantar ke tempat duduk besan (posisi kiri pengantin) Kemudian Bu Gudono sungkem. Sungkemnya diawali dengan manten putra diikuti manten putri," jelas Wigung.

(*)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved