Berita Nasional Terkini

Transisi Energi yang Adil, Bukan Sekadar Menurunkan Emisi Karbon

Transisi Energi yang Berkeadilan sangat penting diterapkan dalam upaya menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mencapai target 31,89 persen.

Editor: Sumarsono
HO
Penampakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU di laut Jawa. 

Solusi berbasis pemanfaatan sumber daya lokal

 Terhadap target energi terbarukan, untuk transisi energi, Tommy Pratama, Direktur Eksekutif Traction Energy Asia berpandangan, angka 23 persen untuk dicapai di 2025 kurang realistis.

Pasalnya, pemerintah masih bertumpu pada sektor bioenergi yaitu biofuel atau bahan bakar nabati dan biomassa yang digunakan PLTU co-firing dengan batu bara.

Padahal biofuel (Bahan Bakar Nabati) dan biomassa justru bisa menghasilkan emisi yang lebih tinggi dari energi fosil jika dilihat dari rantai produksi secara keseluruhan.

“Saat ini kontribusi biofuel pada target ET berkontribusi besar yakni sekitar 11-12 persen.

Yang dibutuhkan saat ini adalah diversifikasi energi rendah karbon untuk dapat dikembangkan di Indonesia, seperti solar panel, tenaga angin, micro hydro, dan arus laut bukan justru mengembangkan energi terbarukan yang emisinya akan lebih tinggi dari bahan bakar fosil,” tuturnya.

Tommy menambahkan bahwa bioenergi atau biomassa sifatnya hanya sementara.

Karena, misalnya, penggunaan sawit untuk biofuel, itu sempat membebani APBN hingga 2,7 triliun.

“Biodiesel saat ini rentan untuk mempertajam kompetisi antara sawit untuk pangan atau energi.

Artinya sawit tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan di sektor energi tersebut, sehingga dibutuhkan biodiesel dari generasi kedua atau ketiga, seperti penggunaan minyak jelantah dan bahan baku ganggang di pesisir laut,” jelasnya.

Sebagai upaya menemukan solusi untuk transisi energi yang adil, Traction Energy Asia sendiri telah melakukan riset perbandingan dampak lingkungan sosial dan ekonomi dari PLTU ( Pembangkit Listrik Tenaga Uap ) Jawa 7 untuk pasokan listrik Jawa Bali yang berbahan bakar batu bara dengan PLTB ( Pembangkit Listrik Tenaga Bayu ) Sidrap 1 di Sulawesi Selatan.

Baca juga: Mulai Ditetapkan Pemerintah di Beberapa Wilayah Indonesia, Kenali Manfaat Uji Emisi Kendaraan

Perbandingan tersebut menghasilkan bahwa polusi pencemaran dari PLTU Jawa 7 berdampak negatif pada para nelayan karena tidak dapat dapat mencari ikan akibat polusi pencemaran air yang cukup tinggi.

Sementara itu PLTB Sidrap 1 justru tidak mengeluarkan polusi udara, sehingga masyarakat bisa beraktivitas dengan baik.

“Diversifikasi energi rendah karbon yang adaptif dengan konteks lokal inilah yang seharusnya dikembangkan oleh pemerintah dengan mengundang investor asing,” ungkap Tommy.

Diversifikasi energi juga diamini oleh Torry, ”Energi berkeadilan layaknya akses pada pangan perlu adaptif menyesuaikan dengan daya dukung pulau atau lokasi tertentu dalam konteks sumber energi untuk bertransisi.”

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved