Berita Malinau Terkini

Potensi Hutan Kayan Mentarang 'Paru-paru' Dunia akan Dijaga untuk Kepentingan Masyarakat Malinau

Potensi Hutan Kayan Mentarang sebagai paru-paru dunia akan terus dijaga untuk kepentingan masyarakat Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

|
Penulis: Mohamad Supri | Editor: Sumarsono
HO
Bupati Wempi W Mawa dan isteri ketika disambut oleh masyarakat saat berkunjung ke desa Agung Baru, Sungai Boh, Malinau Kaltara, Senin (18/12/2023) 

TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU – Potensi Hutan Kayan Mentarang sebagai paru-paru dunia akan terus dijaga untuk kepentingan masyarakat Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

Memiliki wilayah luas tetapi tidak bisa dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan memang menjadi dilema tersendiri.

Apalagi sebagian dari wilayah luas itu tidak dapat dikelola dengan sesukanya karena terkait posisi strategis wilayah tersebut.

Namun bagi Pemkab Milanau, Kalimantan Utara tidak ada pilihan untuk melakukan sesuatu terhadap sebagian wilayah kabupatennya.

Bupati Milanau Wempi W Mawa berencana menjaga Taman Nasional Kayan Mentarang yang merupakan paru-paru dunia yang luasnya 900 ribu hektare (ha).

Taman ini tidak hanya dibutuhkan oleh Kabupaten Malinau atau Indonesia, tetapi dibutuhkan oleh dunia.

Namun demikian, jika kawasan ini tidak dijaga kelestriannya sebagian masyarakat Malinau tidak akan menikmati kesejahteraan. Padahal ini amanat Pembukaan UUD 1945.

Baca juga: Pesan Taprof Lemhanas RI AM Putut Prabantoro: Jaga dan Jangan Jual Tanah Adatmu

Orang nomor satu di Malinau itu mengutarakan rencananya tersebut saat berbincang-bincang dengan Taprof (pengajar) Bidang Ideologi Lembaga Ketahanan Nasional ( Lemhannas ) AM Putut Prabantoro dan Lucius Gora Kunjana dari Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia ( PWKI ).

Pembicaraan itu berlangsungh di sela-sela acara HUT ke-25 Paroki St Lukas Apau Kayan, di Stasi St  Maria Goreti, Agung Baru, Sungai Boh, Malinau, Kaltara, 18-19 Desember 2023.

“Taman Nasional Kayan Mentarang luas totalnya 1,35 juta hektare, 400 ribu masuk wilayah Kabupaten Nunukan, sisanya ada di Malinau.

Taman Nasional Kayan Mentarang ini seharusnya bisa memberi jaminan kepada masyarakat lokal bahwa mereka akan sejahtera dengan kawasan itu.

Taprof Bidang Ideologi Lemhannas RI AM Putut Prabantoro menerima penghormatan memakai pakaian adat Dayak.
Taprof Bidang Ideologi Lemhannas RI AM Putut Prabantoro menerima penghormatan memakai pakaian adat Dayak. (HO)

Nah bagaimana membuat mereka berdaya di kawasan ini, itulah yang harus kita lakukan bersama-sama,” tutur Bupati Wempi.

Setelah ditetapkan sebagai cagar alam atau hutan lindung oleh Menteri Pertanian pada 1980, pada tahun 1996, status Kayan Mentarang meningkat menjadi Taman Nasional dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.

Oleh karena itulah, pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang  tidak diserahkan ke daerah melainkan di bawah dua kementerian tersebut.

“Dunia dan Indonesia membutuhkan hutan cadangan oksigen tersebut karena itu tugas kita adalah bagaimana Taman Nasional Kayan Mentarang ini bisa kita kelola dan kita jaga sebagai paru-paru dunia sekaligus masyarakat di dalamnya sejahtera.

Pengelolaan itu harus menyejahterakan masyarakat sekitar terutama. Dan itu bisa ditempuh dengan berbagai cara.

Salah satunya adalah dijadikan destinasi wisata alam sehingga mendatangkan devisa demi kemakmuran masyarakat, terutama mereka yang masuk dalam daerah 3 T ( terluar, terdepan, dan tertinggal ).

Inilah yang sedang kita rencanakan,” ujar Wempi.

Baca juga: Perkenalkan Keindahan Alam Taman Nasional Kayan Mentarang, Balai TNKM Adakan Bahau Camp 2022

Terkait pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang ini, Bupati Wempi akan menawarkan kerja sama kepada pihak luar.

Pihak luar ini harus bekerjasama  dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Bagaimana detail proyek bersamanya tentu akan dibahas lebih lanjut dengan BUMD bersangkutan.

Satu hal yang dilupakan banyak orang bahkan dunia, urai Wempi, bahwa tanpa diperintah negarapun masyarakat Dayak terus menjaga hutan.

lehanas wempi
Bupati Wempi W Mawa dan isteri ketika disambut oleh masyarakat saat berkunjung ke desa Agung Baru, Sungai Boh, Malinau Kaltara, Senin (18/12/2023)

Habitat mereka memang ada di hutan. Tetapi dari sudut kebangsaan, masyarakat Dayak ini sangat nasionalis secara alami, yakni mencintai dan menghargai adat istiadat, juga jaga lingkungan alamnya melalui budaya dan adat istiadat.

Hutan bagi masyarakat Dayak adalah kehidupan.

“Kalau ditanya lebih loyal kepada budaya atau bangsa dan negara itu beda-beda tipis.  Mereka yang paling pertama adalah lebih banyak loyal kepada budaya.

Kepada bangsa dan Negara kan setelah budaya. Dan hidup kita sehari-hari juga diatur oleh budaya itu sendiri. Perilaku dan adat istiadat leluhur kita itu yang menuntun kita sehari-hari,” urai Wempi lebih lanjut.

Oleh karena itu, pemerintah mendukung  sikap dan karakter natural masyarakat secara adat.

Selain itu, pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Malinau juga mengarahkan dan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) agar mereka menjaga kelestarian h utan melalui program kebijakan.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Melandai, Balai Taman Nasional Kayan Mentarang Malinau Promosikan Potensi Ekowisata

“Kita kan punya 5 program yang kebetulan kemarin kita terapkan dalam situasi Covid.

Sehingga kami dapat reward sebagai kabupaten satu-satunya yang mampu mengatasi terjadinya kemiskinan ekstrem nol persen berdasarkan data BPS terhadap dampak kebijakan program daerah di masa Covid.

Kemiskinan memang ada, tapi kemiskinan ekstrem kita tidak ada,” beber Bupati Wempi.

Adapun kelima program itu adalah program RT Bersih,  program Wajib Belajar Malinau Maju, program Milenial Mandiri, program Desa Sarjana, dan program Beras Daerah (Rasda).

Program Milenial Mandiri ini menjawab solusi terhadap generasi muda yang tidak dapat mendapat peluang pendidikan formal.

Taprof Bid. Ideologi Lemhannas RI, AM Putut Prabantoro (ketiga dari kiri), Dandim  0910 / Malinau Letkol Inf. Alisun dan isteri (keempat  dan kelima dari kiri) berfoto bersama serta anggota BABINSA di depan bandara yang sangat sederhana di Mahak, Sungai Boh, Malinau, Kaltara.
Taprof Bid. Ideologi Lemhannas RI, AM Putut Prabantoro (ketiga dari kiri), Dandim 0910 / Malinau Letkol Inf. Alisun dan isteri (keempat dan kelima dari kiri) berfoto bersama serta anggota BABINSA di depan bandara yang sangat sederhana di Mahak, Sungai Boh, Malinau, Kaltara. (HO)

“Jadi mereka dilatih melalui seminar, kursus, diklat yang kita arahkan sesuai dengan potensi desa. Dan orang-orang yang dilatih ini mau untuk dibekali pengetahuan dan ketrampilan secara maksimal,” ujarnya.  

Terkait dengan penjagaan keamanan wilayah perbatasan, Wempi mengatakan, Malinau memiliki panjang perbatasan 500 km.

Hanya saja, petugas keamanan jauh dari ideal. Karena ini garis perbatasan, diharapkan bahwa setiap 1 km, ada satu petugas keamanan.

Jadi yang dibutuhkan untuk mengamankan perbatasan di wilayah Malinau, dibutuhkan sekitar 500 orang.

Melibatkan Semua Pihak

Lebih jauh Bupati Wempi mengungkapkan bahwa Pemkab Malinau berkomitmen untuk membangun desa-desa di wilayahnya demi kesejahteraan masyarakat.

Dalam tiga tahun terakhir di masa kepemimpinannya, Pemkab  Malinau menggelontarkan dana rata-rata Rp180 miliar/tahun.  Dan, ini melibatkan semua pihak terkait.

“Jadi selama tiga tahun APBD saya gelontorkan hampir Rp500 miliar dan itu tersebar di RT-RT. Dana ini untuk program air bersih per RT Rp260 juta.

Dalam sejarah republik ini belum ada dana yang digelontorkan dari APBD sebesar itu. Ide saya sederhana saja, mereka tidak bisa mengatasi persoalan mereka kalau saya tidak memberikan kekuatan.

Caranya saya memberi regulasi dan memberikan kewenangan anggaran kepada mereka,” ucapnya.

Baca juga: Lemhanas RI Minta Kadis di Pemkab Nunukan Sowan ke Kementerian/ Lembaga di Jakarta: Cari Anggaran

“Yang mau kita capai adalah program di dalam RT bersih itu, yakni rapi, tertib, indah, sehat dan harmonis.

Saya ingin lima program RT ini tercapai dengan semangat warga sendiri. Maka dengan dana hampir Rp500 miliar yang digelontorkan dalam 3 tahun ini banyak persoalan bisa diselesaikan dengan cepat.

Misalnya jika ada warga tidak mampu meninggal, ya mereka bisa langsung memakai dana itu, misalkan Rp2 juta -3 juta bisa diberikan untuk kebutuhan warga yang sedang kesusahan.

Dana Rp 260/tahun itu bisa digunakan RT sesuai kesepakatan warga,” katanya.  

Di luar dana APBD, lanjut Wempi, pihaknya juga menggelontorkan dana desa sebesar Rp600 juta.

Ia juga tak segan-segan untuk memberikan reward kepada desa yang berhasil mengelola potensi pariwisata lokal hingga Rp5 miliar.

“Saya berikan reward agar bisa menopang kegiatan mereka lagi lebih maju. Sukses salah satu desa peraih reward ini kemudian mendorong Menparekraf datang ke Malinau.

Karena Menteri sendiri tidak pernah menggelontorkan dana sebesar itu untuk pariwisata”, ujarnya tersenyum.  (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved