Jejak Islam di Kaltim
Perjalanan Dakwah Pangeran Noto Igomo, Menyebarkan Agama Islam Sembari Membuka Perkebunan
Statusnya sebagai menantu dari Sultan Aji Muhammad Alimuddin turut memudahkan Pangeran Noto Igomo untuk berdakwah.
TRIBUNKALTARA.COM - Statusnya sebagai menantu dari Sultan Aji Muhammad Alimuddin turut memudahkan Pangeran Noto Igomo untuk berdakwah.
Tercatat wilayah dakwahnya tersebar mulai Tenggarong hingga kawasan Maloy yang kini berada di Kutai Timur. Selain berdakwah Pangeran Noto Igomo juga membuka wilayah perkebunan baru.
Sosok Habib Muhammad Bin Ali Bin Hasan bin Thaha bin Yahya atau dikenal Pangeran Noto Igomo merupkan mufti mahsyur di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martapura pada masa kekuasaan Sultan Aji Muhammad Alimuddin.
Melalui salah satu keturunan beliau yakni Habib Mubarak, Tim Tribun Kaltim mencoba menggali sosok Pangeran Noto Igomo sebagai ulama yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Kalimantan Timur.
Dikisahkan selama memangku jabatannya, Pangeran Noto Igomo aktif mengajarkan ilmu syariat, tauhid mau pun tasawuf kepada masyarakat.
Baca juga: Masjid Tertua di Tarakan, Jami Nurul Islam jadi Saksi Sejarah Perang Dunia Masa Penjajahan Belanda
Kedudukannya sebagai menantu Sultan Aji Muhammad Alimuddin turut memudahkan beliau dalam berdakwah, juga beliau gunakan untuk melakukan ekspansi dakwah dengan membuka wilayah perkebunan.
Di antaranya ada kebun karet di kawasan Gunung Gandek, Tenggarong (sekitar Pasar Tangga Arung), kebun karet di Bukit Jering Kecamatan Muara Kaman, lalu kebun rotan di Susuk Sandaran, Kutai Timur dan kebun kelapa di Pulau Senumpak, seberang Maloy, Kutai Timur.
Di tempat ini pula Pangeran Noto Igomo mengajarkan Islam kepada penduduk setempat.
Selain mengurus dan mengajarkan agama, kata Habib Mubarak, beliau juga tak lupa akan memperhatikan masalah kesejahteraan masyarakat.
Beliau telah menghabiskan umurnya untuk menuntu ilmu, dan mengabdi untuk kepentingan syiar agama Islam, serta untuk kepentingan kemaslahatan umat dan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu keturunan Pangeran Noto Igomo Habib Mubarak menuturkan, bahwa beliau dikenal sebagai sosok yang mendakwahkan agama Islam ajarannya Rasulullah SAW.

“Dengan peran ilmu agamanya, beliau merantau ke Kutai Kartanegara tepatnya untuk menyampaikan agama Islam ajaran Rasulullah di Kesultanan Kutai Kartanegara,” ujarnya.
Berdasarkan riwayat perjalannya, saat berkunjung ke pedalaman, camat dan para petinggi membantu mengumpulkan penduduk.
Di situlah beliau menyampaikan dakwah, serta membangun mentalitas masyarakat.
Dalam berdakwah, beliau menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, serta sesuai dengan keadaan masyarakat yang didakwahi.
Baca juga: Raja Aji Dilanggar, Ulama Sekaligus Umara Penyebar Agama Islam di Wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara
”Banyak di antara nasihat beliau adalah kondisi tentang keadaan dunia di masa kini dan masa mendatang,” kata Habib Mubarak.
Antara lain tentang perpecahan umat, banyaknya perempuan yang menyerupai laki-laki.
Beliau juga memberikan nasihat tentang keutamaan shalawat dan pentingnya istiqamah.
Kemudian terhadap ajaran-ajaran aneh yang muncul di masa mendatang, beliau memberikan nasihat agar janganlah mudah goyah tapi janganlah pula mencela.
Keteladan dalam kesehariannya, beliau tunjukkan ketika makan.
Bahwa kebiasaan Pangeran Noto Igomo jika makan adalah menghabiskan makanan di piring dengan cara mencampurkan air lalu meminumnya hingga tak ada lagi yang tersisa di piring.
Hal ini secara tidak langsung, beliau mengajarkan untuk menghindari perilaku mubazir.
Karena mubazir adalah pekerjaan syaitan.
“Beliau sangat berhati-hati dalam memelihara kehormatan diri, sesuai dengan tuntutan Allah SWT dan Rasulnya Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Sosok Aji Raja Mahkota, Raja Pertama Penganut Islam di Kerajaan Kutai Kartanegara
Sikap ini tetap terjaga sampai akhir hayat beliau” tutur Habib Mubarak.
Sebagai seorang yang alim, sangat banyak keistimewaan yang merupakan karomah-karomah beliau yang pernah disaksikan masyarakat semasa zaman beliau.
Di antaranya adalah suatu hari di tahun 1945, Habib Qasim Baragbah menginap di rumah Pangeran Noto Igomo.
Setelah shalat dzuhur, beliau bercerita mendapat isyaroh bahwa pendudukan Jepang Insya Allah berakhir bertepatan dengan momen bulan suci Ramadan pada bulan Agustus.
Benar saja, Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Kekuasaannya tidak lagi mencengkeram Nusantara.
Bahkan, Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Setelah berakhirnya penjajahan Jepang, beliau mengadakan acara syukuran.
Acara ini bertepatan dengan hari kedua Hari Raya Idul Fitri yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat dan ulama dari Samarinda sekitar 200 orang.
Membludaknya para tamu tersebut tidak mencukupi persediaan nasi, sedangkan tidak ada lagi waktu untuk menanak nasi.
Baca juga: Islam Masuk Lewat Kutai Lama, Perjuangan Datuk Tunggang Parangan Adu Kesaktian Berujung Syahadat
Lalu Pangeran Noto Igomo menuju sebuah panic yang tertutup nyiru tempat nasi tersebut.
Sejenak beliau berdoa, kemudian memindahkan tasbihnya dari tangan kanan ke tangan kiri sambil menepuk tutup panic tersebut seraya berkata “ambil nasi yang ada di panci ini tapi jangan melihat ke dalamnya dan jangan berkata-kata.”
Subhanallah, hingga akhir acara, nasi yang diambil seakan tidak pernah habis dan Alhamdulillah mencukupi semua tamu yang hadir. (*)
Penulis : Ary Nindita Intan RS
Batu Indra Giri, Penanda Hubungan Diplomatik Masuknya Islam di Paser, Kalimantan Timur |
![]() |
---|
Al Quran Tulisan Tangan Asli Khatib Muhammad Saleh, Jejak Penyebaran Islam di Paser |
![]() |
---|
Masjid Jami Darul Ibadah, Saksi Bisu Perkembangan Islam di Ujung Selatan Kalimantan Timur |
![]() |
---|
Sosok Datu Bejambe, Leluhur Tokoh Penyebar Agama Islam di Paser |
![]() |
---|
Makam Kuno Bertuliskan Arab Jejak Syiar Islam di Desa Pasir Mayang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.