Menyapa Nusantara

Sekolah Rakyat, Visi Presiden Prabowo Subianto Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pendidikan

Kantor Komunikasi Kepresidenan menilai Sekolah Rakyat menjadi salah satu visi besar dari Presiden Prabowo Subianto.

Editor: Amiruddin
Biro Pers Sekretariat Presiden
SEKOLAH RAKYAT - Presiden RI Prabowo Subianto saat mengumumkan kenaikan gaji untuk para hakim se-Indonesia, dengan kenaikan terbesar hingga 280 persen dalam upacara pengukuhan hakim se-Indonesia di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025). Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) menilai Sekolah Rakyat menjadi salah satu visi besar dari Presiden Prabowo Subianto untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan sehingga kelancarannya harus dikawal bersama. (Biro Pers Sekretariat Presiden) 

TRIBUNKALTARA.COM - Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) menilai Sekolah Rakyat menjadi salah satu visi besar dari Presiden Prabowo Subianto untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan sehingga kelancarannya harus dikawal bersama.

“Presiden memahami bahwa pendidikan menjadi kunci memutus kemiskinan, jangan sampai kemiskinan menjadi warisan,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Adita Irawati Adita dalam keterangan yang diterima di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Minggu malam.

Dia menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat menjadi salah satu implementasi Asta Cita nomor empat Presiden Prabowo Subianto, yang di dalamnya menempatkan pendidikan sebagai kunci utama peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sekolah Rakyat rintisan yang tersebar ke 100 lokasi di seluruh wilayah Indonesia itu akan di mulai secara resmi awal kalender tahun ajaran baru 2025/2026, pada Senin (14/7/2025). 

Pada tahap pertama program ini akan melibatkan 9.755 siswa, 1.554 guru dan 3.990 tenaga pendidikan sebagaimana yang dilaporkan Kementerian Sosial.

Para siswa dari keluarga dengan tingkat kesejahteraan terendah dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) itu akan mengawali seluruh rangkaian kegiatan di sekolah barunya dengan mengikuti rangkaian Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Program (MPLSP).

Menurut Adita, layanan yang membedakan dengan sekolah negeri adalah Sekolah Rakyat tidak hanya membebaskan biaya pendidikan, diberi makanan bergizi, seragam, hingga pembinaan karakter tetapi juga menyediakan tempat tinggal asrama.

“Sekolah negeri memang gratis, tetapi bagaimana dengan ongkos transportasi, uang saku, dan perlengkapan sekolah? Itu semua tetap menjadi beban keluarga. 

Sementara untuk makan sehari-hari saja mereka sudah kesulitan,” kata Adita.

PCO juga menilai kalau Sekolah Rakyat lebih dari sekadar membuka akses tapi juga menyiapkan keterampilan hidup dan pemetaan potensi siswa, sehingga lulusan siap menghadapi dunia kerja atau merintis usaha.

Adita memaparkan bahwa akses mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi menjadi satu kesatuan yang penting mengingat berdasarkan data terbaru BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 24,06 juta orang atau 8,57 persen, termasuk 3,17 juta jiwa kategori miskin ekstrem pada September 2024.

Selain itu, capaian angka partisipasi kasar (APK) jenjang SMA/SMK pada kelompok pengeluaran terendah (Dsil-1) tercatat hanya 74,45 persen. Sementara pada kelompok pengeluaran tertinggi (Dsil- 5) mencapai 97,37 persen.

Bahkan dipaparkannya angka persentase anak tidak sekolah terbesar nasional terbaru juga tercatat pada kelompok usia 16–18 tahun yakni sebesar 19,20 persen.

Menurut dia, keterbatasan biaya menjadi penyebab utama, disusul tekanan sosial dan keharusan anak membantu ekonomi keluarga. 

Data yang mereka himpun dari Kemendiktisaintek juga mencatat angka putus sekolah di tingkat SMP sebesar 1,12 persen dan SMA sebesar 1,19 persen.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved