Ia memulainya dengan melakukan asesmen diagnosis secara kognitif dan nonkognitif. Setelah kemampuan anak terpetakan, Bu Jum membuat bahan ajar sesuai dengan kemampuan anak.
Bu Jum melibatkan orangtua untuk mendampingi anak belajar dan membacakan buku cerita.
Setiap orangtua mendapatkan buku cerita berbeda, tergantung dari level kemampuan membaca sang anak.
Setiap bulan Bu Jum melakukan asesmen guna menilai tingkat perkembangan anak. Setelah tiga bulan hasilnya sangat menjanjikan.
Sebanyak 62 persen siswa mencapai level lancar membaca dan 19 persen siswa sudah di level membaca pemahaman.
Kesiapan guru dalam pemulihan kemampuan belajar seperti yang ditunjukkan Bu Jum menjadi modal Bulungan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara masif.
Baca juga: Pemulihan Pembelajaran di Bulungan Alami Kemajuan, Syarwani: Kurikulum Merdeka Tekan Learning Loss
Studi Pusat Standar Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kemendikbudristek dan INOVASI menemukan bahwa kurikulum yang fleksibel mendorong pemulihan pembelajaran dua kali lebih cepat dibanding kurikulum 2013.
Metode pembelajaran yang menggunakan asesmen diagnostik, pembelajaran berdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum yang menitikberatkan pada kemampuan dasar esensial seperti literasi dan numerasi berkontribusi kepada pemulihan pembelajaran.
Yang menggembirakan faktor-faktor kunci ini menjadi karakteristik dan prinsip utama dalam Kurikulum Merdeka.
Hasil yang mengembirakan ini telah dirangkum dalam buku Bangkit Lebih Kuat; Studi Kesenjangan Pembelajaran (2023).
Buku ini telah diluncurkan Nadiem Makarim, Mendikbudristek dan Steve Scott, Wakil Duta Besar Australia beberapa waktu lalu di Jakarta (*)