Berita Nunukan Terkini

Rupiah Tembus Rp4.000 per Ringgit, Harga Sembako Malaysia di Nunukan Kaltara Melonjak

Anjloknya nilai Rupiah terhadap Ringgit Malaysia kisaran Rp4.000 per Ringgit kembali memukul masyarakat perbatasan, utamanya Nunukan.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / FELIS
GULA PASIR MALAYSIA - Heri, seorang pedagang di Pasar Jamaker Nunukan, Kalimantan Utara, sedang memegang gula pasir asal Malaysia. Foto diambil pada 2021. TRIBUNKALTARA.COM/FEBRUANUS FELIS 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN -  Anjloknya nilai Rupiah terhadap ringgit Malaysia hingga menembus kisaran Rp4.000 per ringgit kembali memukul masyarakat perbatasan, utamanya Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara ( Kaltara ).

Di Kabupaten Nunukan, di mana harga kebutuhan pokok melonjak karena sebagian besar pasokan masih bergantung dari Tawau, Malaysia.

Kenaikan harga ini membuat daya beli masyarakat kian tertekan. Barang kebutuhan sehari-hari seperti beras, gula, hingga ikan, mengalami lonjakan tak terkendali. 

Ironisnya, harga-harga tersebut lebih dipengaruhi kurs ringgit dibandingkan kebijakan ekonomi nasional.

Baca juga: Sambut Irau 2025, Jalan Panjang Warga Perbatasan Demi Hadiri Pesta Budaya dan HUT Malinau Kaltara

Pejabat Fungsional Perdagangan, Dinas Koperasi, UMKM, Perdagangan dan Perindustrian (DKUMKMPP) Nunukan, Abdul Rahman, mengatakan gejolak harga biasanya baru dirasakan sehari hingga dua hari setelah nilai ringgit naik.

"Seperti ikan, kadang tunggu sehari atau dua hari baru ada kenaikan. Begitu juga gula, mayoritas gula di Nunukan asalnya dari Malaysia, jadi pasti ikut naik kalau ringgit naik," ujar Abdul Rahman kepada TribunKaltara.com, Senin (29/09/2025), sore.

Selain ikan dan gula, sejumlah produk lain asal Malaysia seperti makanan kemasan dan minuman juga diperkirakan akan ikut menyesuaikan harga.

"Tidak langsung hari ini ringgit naik, lalu harga barang ikut naik. Biasanya ada jeda waktu sekitar dua sampai tiga hari. Tapi kalau ringgit stabil tinggi, harga barang asal Malaysia di Nunukan otomatis ikut terdongkrak," kata Rahman.

Ketergantungan yang Mengikat

Pengamat ekonomi dari Bersama Institute, Mega, menilai fenomena ini mencerminkan rapuhnya kemandirian ekonomi di perbatasan.

"Selama harga sembako di Nunukan masih dikendalikan kurs ringgit, berarti kedaulatan ekonomi kita belum kokoh," tegasnya.

Menurut Mega, ketergantungan masyarakat Nunukan terhadap produk Malaysia bukan tanpa sebab. 

Rantai logistik lintas batas jauh lebih efisien dibandingkan jalur distribusi dari dalam negeri.

Ia menilai, solusi jangka pendek seperti operasi pasar tidak akan cukup menahan gejolak harga.

Pemerintah perlu menyiapkan langkah strategis dengan membangun industri pengolahan berbasis sumber daya lokal.

Baca juga: Minimnya Listrik Buat Gelap di Perbatasan, Warga Lumbis Nunukan Kaltara Masih Andalkan Pelita

"Nunukan punya potensi besar di sektor perikanan dan perkebunan. Kalau dikelola dengan hilirisasi, daerah ini bisa mengurangi ketergantungan, bahkan berbalik menjadi eksportir ke Malaysia," ujarnya.

Mega menekankan perlunya perubahan paradigma ekonomi di perbatasan.

"Kuncinya adalah transformasi dari daerah konsumtif menjadi daerah produktif. Tanpa itu, masyarakat Nunukan akan terus terjebak dalam tekanan harga akibat fluktuasi kurs," pungkasnya.

Penulis: Februanus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved