Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja

Kepala Tindi Thirtyana Berdarah Kena Lempar Besi, Demo Tolak UU Cipta Kerja di Semarang Ricuh

Kepala Tindi Thirtyana berdarah nena lemparan besi, demo tolak UU Cipta Kerja di Semarang ricuh.

TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Seorang mahasiswa yang tergabung dalam Pers Mahasiswa Dimensi dari Politeknik Negeri Semarang (Polines) terluka di bagian dahi hingga berdarah. TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA 

TRIBUNKALTARA.COM - Kepala Tindi Thirtyana berdarah kena lemparan besi, demo tolak UU Cipta Kerja di Semarang ricuh.

Beberapa laporan mahasiswa terluka, saat gelaran aksi demonstrasi tolak UU Cipta Kerja di beberapa daerah di Indonesia terus berdatangan.

Salah satunya mahasiswi dari Lembaga Pers Mahasiswa ( LPM ) Dimensi Polines Semarang, Tindi Thirtyana yang kepalanya berdarah karena terkena lemparan besi.

Sudah Ditetapkan KPU, Segini Batas Maksimal Pengeluaran Dana Kampanye Paslon di Pilkada Nunukan

Terima 2 Tuntutan Aksi, Wakil Ketua DPRD Tarakan, Yulius Dinandus Akan Akomodir Aspirasi Massa

Setelah UU Cipta Kerja Omnibus Law Disahkan, Anies Baswedan Minta Gedung DPR Ditutup, Ini Sebabnya

UPDATE Tambah 13, Kasus Covid-19 Kaltara Jadi 623, Kabupaten Tana Tidung tak Lagi Zero Virus Corona

Kepala seorang mahasiswa terluka kena lemparan besi dalam aksi depan Gedung DPRD Jawa Tengah Jalan Pahlawan Semarang, Rabu (7/10/2020).

Dalam peristiwa tersebut, sejumlah elemen mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi dan disusul serikat buruh melakukan aksi. 

Mereka menuntut agar legislatif mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja karena dinilai bisa menyengsarakan rakyat.

Ketegangan sempat terjadi ketika massa memaksa membuka pintu gerbang besi dan merangsek masuk ke gedung dewan.

NEWS VIDEO Tolak Omnibus Law Ciptaker, Aliansi Gempar Tarakan Demo

Ada Anak Buruh yang Juga Mahasiswi Unikarta Rela Turun Ikut Demo Menolak UU Cipta Kerja di Samarinda

Di ILC, Luhut Bocorkan World Bank Apresiasi UU Cipta Kerja dan Jokowi, Jangan Jadi Negara Alien

Terkait UU Cipta Kerja, Mantan Rektor Uniba Balikpapan Sarankan Pekerja Tingkatkan Kompetensi

Namun, aksi itu dihalangi aparat kepolisian.

Tak cukup di situ, mereka pun akhirnya mendobrak pintu gerbang dengan tinggi sekitar 2,5 meter dan panjang 10 meter hingga roboh.

Sejumlah personel kepolisian sempat menahan pintu gerbang agar tak roboh namun tindakan tersebut sia- sia.

Mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020).
Mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

Ketegangan masih berlanjut hingga seorang mahasiswa yang tergabung dalam Pers Mahasiswa Dimensi dari Politeknik Negeri Semarang (Polines) terluka di bagian dahi hingga berdarah.

Korban seorang perempuan diketahui bernama Tindi Thirtyana (20) dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi Polines Semarang.

• KABAR GEMBIRA! Daftar Bantuan Online Selain Prakerja, Cara Buat Kartu Prakerja, Bocoran Gelombang 11

• Kesalahan Besar AC Milan di Bursa Transfer, Liga Champions Bisa Jadi Hanya Sekadar Mimpi

"Tadi sedang foto aksi di depan. Tapi tiba- tiba ada besi yang dilemparkan massa mengenai kepalanya.

Lalu saya lihat ternyata sudah berdarah," kata rekan korban, Fachri Pasya.

Ia menduga lemparan besi yang dilemparkan tersebut merupakan potongan pintu besi yang sebelumnya dirobohkan massa.

Korban langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan menggunakan mobil ambulans dari kepolisian.

Selain meneriakkan orasi, massa di depan gedung DPRD Jateng membawa spanduk dan poster berisikan sejumlah tuntutan.

Mereka menuntut agar UU Cipta Kerja Omnibus Law dicabut.

Massa juga mendesak untuk bertemu anggota DPRD Jateng agar suara mereka dapat didengar dan disampaikan kepada pimpinan partai di pusat.

"Teman- teman tenang dulu. Jangan anarkis," kata seorang orator, Abi.

Ia lantas meminta agar perwakilan rakyat menemui mereka untuk berdiskusi terbuka dan meminta UU Omnibus Law Cipta Kerja dicabut.

• Ramalan Zodiak Cinta Rabu 7 Oktober 2020, Scorpio Bersiap Untuk Kejutan, Aries Belajar Merelakan

• Setelah Janda Bolong, Demam Keladi Juga Melanda Tanah Air, Harganya Capai Jutaan, Kini Sulit Dicari

Diketahui, pada Senin (5/10/2020), DPR RI mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.

Sidang tersebut dipimpin Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.

Di sisi lain, pengesahan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Hal itu disebabkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.

Seorang mahasiswa yang tergabung dalam Pers Mahasiswa Dimensi dari Politeknik Negeri Semarang (Polines) terluka di bagian dahi hingga berdarah.
Seorang mahasiswa yang tergabung dalam Pers Mahasiswa Dimensi dari Politeknik Negeri Semarang (Polines) terluka di bagian dahi hingga berdarah. (TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Apa itu Omnibus Law?

Istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019).

Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.

Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law.

Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.

Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa atau bahkan puluhan UU.

Isi Omnibus Law Cipta Kerja

Konsep omnibus law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi.

Pada Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan.

Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:

  • Penyederhanaan perizinan tanah
  • Persyaratan investasi
  • Ketenagakerjaan
  • Kemudahan dan perlindungan UMKM
  • Kemudahan berusaha
  • Dukungan riset dan inovasi
  • Administrasi pemerintahan
  • Pengenaan sanksi
  • Pengendalian lahan
  • Kemudahan proyek pemerintah
  • Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

UU Cipta Kerja, yang baru saja disahkan terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.

Dalam Omnibus Law yang terdiri dari 900 halaman tersebut, terdapat beberapa pasal yang dianggap merugikan pekerja:

Berikut poin-pon beserta pasal-pasalnya:

1. Penghapusan upah minimum

Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).

Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.

Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.

Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.

Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.

2. Jam lembur lebih lama

Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.

Ketentuan jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.

3. Kontrak seumur hidup dan rentan PHK

Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.

Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir.

Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan.

Sebab jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi.

Bahkan pengusaha dinilai bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.

4. Pemotongan waktu istirahat

Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Selain itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.

Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Hal tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.

5. Mempermudah perekrutan TKA

Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja.

Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Pengesahan RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA, karena perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja. (mam)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Terkena Lemparan Besi, Tindi Terluka saat Demo Tolak UU Cipta Kerja di Depan Gedung DPRD Jateng

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved