Polemik UU Cipta Kerja

Pasal UU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan Usai Disahkan DPR, Dianggap Kontroversi, Pancing Amarah Buruh

Berikut Pasal UU Cipta Kerja yang jadi sorotan setelah disahkan DPR, dianggap kontroversi hingga memancing amarah buruh.

Kolase TribunKaltara.com / Tribunnews
ILUSTRASI - Demonstrasi buruh menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja Kolase (TribunKaltara.com / Tribunnews) 

TRIBUNKALTARA.COM - Berikut Pasal UU Cipta Kerja yang jadi sorotan setelah disahkan DPR, dianggap kontroversi hingga memancing amarah buruh.

DPR RI secara resmi telah mengesahkan UU Cipta Kerja sejak Senin, (5/10/2020) malam.

Pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law dinilai penuh kontroversi terlebih di bagian pasal-pasalnya.

Ada beberapa pasal yang memancing amarah buruh karena dianggap merugikan dan hanya menguntungkan pengusaha.

Kepala Tindi Thirtyana Berdarah Kena Lempar Besi, Demo Tolak UU Cipta Kerja di Semarang Ricuh

Setelah UU Cipta Kerja Omnibus Law Disahkan, Anies Baswedan Minta Gedung DPR Ditutup, Ini Sebabnya

Besok Polda Kaltara Terjunkan Personel Satgas Mantap Praja Amankan Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja

Aksi Pendemo Tolak UU Cipta Kerja Dengan Cara Bakar Ban di Depan Simpang Empat Lembuswana

Berikut ini item krusial dalam UU Cipta Kerja yang amat merugikan buruh seperti dinyatakan Presiden KSPI Said Iqbal.

Apa saja? Berikut rinciannya:

1. UMK bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus.

Said Iqbal menyatakan buruh menolak keras kesepakatan ini, lantaran UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Dimana UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.

Said Iqbal juga menjelaskan bahwa tidak benar jika UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya.

Hal itu lantaran jika diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia disebutnya jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.

UMSK ditegaskan harus tetap ada, dimana jalan tengahnya ialah penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.

Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada fairness.

Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.

Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.

“Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ujar Said Iqbal.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved