Dinas Kelautan dan Perikanan Nunukan Beberkan Penyebab Menurunnya Kualitas Rumput Laut Petani
Dinas Kelautan dan Perikanan Nunukan Beberkan Penyebab Menurunnya Kualitas Rumput Laut Petani
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Kualitas panen rumput laut Kabupaten Nunukan akhir-akhir ini menurun.
Para petani rumput laut Nunukan mengaku produksi mereka terserang penyakit ais-ais.
Bahkan, Habir, koordinator rumput laut Nunukan belum lama ini mengatakan dugaan limbah industri yang ada di laut.
Baca juga: Calon Gubernur Petahana Dilapor, Begini Reaksi Ketua Bawaslu Kaltara Suryani
Baca juga: Mantan Pimpinan Bawaslu Kaltara Mumaddadah Laporkan Petahana, Ini Masalahnya
Baca juga: Pengerjaan Hampir Selesai, Dua Gereja Progam TMMD Ke 109 Kodim 0907 Tarakan Capai 96 Persen
Terkait hal tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan Nunukan membantah adanya limbah industri di laut.
Kasi Pembinaan Usaha Budidaya Ikan, Dinas Kelautan dan Perikanan Nunukan, Resky mengatakan analisis dari pihaknya adalah zat beracun dari botol plastik yang digunakan pembudidaya rumput laut jadi penyebab kualitas menurun.
Menurutnya botol plastik itu tidak direkomendasikan untuk dipakai dalam budidaya rumput laut.
"Pembudidaya rumput laut selama ini gunakan botol palstik sekali pakai.
Aturannya dua kali siklus produksi itu diganti, kalau tidak, zat beracun dari botol plastik itu bisa jadi hama rumput laut," kata Resky kepada TribunKaltara.com, saat ditemui di ruangannya, Selasa (13/10/2020).
Dia mengatakan, botol plastik yang jumlahnya sedikit mungkin bisa terdaur ulang oleh laut.
Sementara, botol plastik yang digunakan saat ini sangat massif, bahkan perairan di Nunukan hampir tertutup botol plastik tersebut.
"Ini yang buat hasil panen rumput laut Nunukan tidak seoptimal tahun sebelumnya," ucap Resky.
Menurut Resky, botol plastik tidak dianjurkan penggunaannya oleh Kementerian Kelautan kala itu.
"Kita sempat hadirkan narasumber dari Unido kerja sama dengan Kementrian Kelautan untuk berikan pemahaman terkait larangan penggunaan botol plastik untuk budidaya rumput laut.
Bahkan Menteri Susi Pudjiastuti kala itu juga melarang," tuturnya.
Saat ini ada 2.696 pembudidaya rumput laut di Nunukan, dan penggunaan botol plastik bisa menghasilkan 9 ton perbulan.
"Hitungannya satu bentang ada 6 botol plastik. Paling sedikit satu orang punya 200 bentangan.
Walaupun, kenyataan di lapangan bisa 5000 sampai 7000 bentangan, dan budidaya rumput laut sejak 2009," jelas Resky.

Baca juga: Kualitas Rumput Laut Nunukan Menurun, Diduga Terserang Hama Akibat Limbah Industri di Laut
Baca juga: Imbas Pandemi Covid-19, Petani Keluhkan Harga Jual Rumput Laut Nunukan Turun 50 Persen
Selain itu, aktivitas pemukat rumput laut di malam hari juga memberikan pengaruh pada kualitas rumput laut.
"Aktivitas mengaduk rumput laut bisa naikkan lumpur. Itu buat air keruh.
Hasil laporan dari dinas lingkungan hidup, kekeruhan air dapat berpengaruh pada kualitas rumput laut," ungkap Resky.
Tidak hanya itu, sunspensi bahan organik terlarut juga tinggi sekali.
Seperti, kandungan logam berat yang berasal dari perahu besi pemukat.
Apalagi, armada pemukat sampai dua ribuan lebih.
"Belum lagi limbah plastik makanan mereka malam hari termasuk limbah oli perahu. Begitupun limbah rumah tangga yang dibuang ke laut," terang Resky.
Resky mengaku, pihaknya sempat lakukan audiensi dengan pembudidaya dan pembudidaya rumput laut, bahkan ada surat edaran yang dikeluarkan 2018, terkait larangan aktivitas memukat di malam hari.
Sebab, ada laporan dari pembudidaya rumput laut, hasil bentangan sering hilang, saat mau panen hanya tinggal tali.
Resky menambahkan, November mendatang, pihaknya berencana memberikan pelampung jenis HDPE yang ramah lingkungan kepada pembudidaya rumput laut Nunukan.
"Khusus untuk 80 orang yang masuk dalam keluarga kurang mampu dan sudah teregister di dinas perikanan.
Nanti satu orang bisa dapat 40 pelampung," tambah Resky.
Terpisah, Musafir Penyuluh Perikanan, Dinas Perikanan Nunukan menjelaskan, akumulasi dari banyak kegiatan di laut menjadi penyebab turunnya daya dukung lingkungan.
"Ini sesuai analisa ahli lingkungan yang saya baca. Alternatif lain adalah istirahat sementara budidaya rumput laut. Biarkan ekosistem laut memulihkan dirinya.
Minimal setengah dari bentangan. Misalnya 1000 bentangan dikasi 500 dulu," jelas Musafir.
Meskipun konsekuensi dari keputusan ini yakni ekonomi masyarakat Nunukan terhenti.
Menurut Musafir, bukan hanya Nunukan, tempat lain yang memiliki budidaya rumput laut, juga sedang mengalami tren turun produksi.
Sedangkan, soal dugaan limbah industri sebabkan kualitas rumput laut menurun, pihaknya belum punya data lengkap terkait itu.
(TribunKaltara.com/ Felis)
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter TribunKaltara.com
Follow Instagram tribun_kaltara
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official