Kadis DP3AP2KB Nunukan Akui Belum Maksimal Sosialisasi UU 16 Tahun 2019, Ini Dampaknya
DP3AP2KB Nunukan belum maksimal sosialisasi UU 16 tahun 2019 picu tingginya kasus pernikahan dini di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara
Penulis: Febrianus Felis | Editor: Cornel Dimas Satrio
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Nunukan, Faridah Aryani akui belum maksimal dalam melakukan sosialisasi Undang-undang (UU) nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Wanita yang akrab disapa Faridah itu mengatakan, masih banyak kasus pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Pasalnya, UU nomor 16 tahun 2019 itu belum maksimal disosialisasikan di lingkungan masyarakat Kabupaten Nunukan.
"UU 16 tahun 2019 memang belum semua tersosialisasikan di Nunukan.
Masih banyak kasus pernikahan dini, bahkan angka perceraian yang disebabkan pernikahan dini juga terbilang besar.
Saya belum lihat data pastinya. Tapi dari informasi penyuluh agama dan KUA, masih banyak anak belum usia menikah, meminta rekomendasi atau dispensasi kepada pengadilan agama agar memberikan persetujuan menikah," kata Faridah kepada TribunKaltara.com, Sabtu (28/11/2020), pukul 15.00 Wita.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Nunukan Total 12 Kasus, 8 Orang dari Tenaga Kesehatan RSUD Nunukan
Baca juga: Antisipasi Pandemi Covid-19, Imigrasi Klas II Nunukan Terapkan Eazy Passport dan Sarankan Ini
Baca juga: KPU Kaltara Dahulukan Distribusi Logistik Pilkada untuk 10 Kecamatan Perbatasan di Malinau & Nunukan
Menurut Faridah, ada penambahan usia minimal perkawinan pria maupun wanita dalam UU nomor 16 tahun 2019 itu, yakni perempuan 19 tahun demikian juga laki-laki.
Tidak hanya itu, Faridah mengaku pernikahan dini disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya termasuk biologis.
"Perempuan dan laki-laki sama yaitu 19 tahun. Apalagi faktor biologis, yang mana remaja itu rentan coba-coba akhirnya terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.
Kadang kasus kematian ibu pada usia perkawinan muda juga ada, di mana reproduksi belum dikatakan matang.
Dikatakan matang setelah perempuan hampir mencapai dewasa. Umur yang dikatakan matang untuk melahirkan itu 19, 20 bahkan 21 tahun.
Bisa aja melahirkan usia muda, tapi pinggul belum besar," ucap Faridah.
Sebagai bentuk antisipasi pernikahan dini, Faridah menjelaskan perlu adanya perubahan pola asuh di dalam keluarga.
"Tidak hanya pemrintah daerah, orang tua memiliki peran besar dalam mendoktrin anaknya, utama perempuan untuk tidak melakukan perkawinan sebelum benar-benar matang baik secara usia, fisik maupun pemikiran.
Berikan semangat kepada anak-anak untuk sekolah lebih dulu.
Diberikan pemahaman generasi berencana, dia harus siap menjadi seorang istri atau suami ke depannya," tuturnya.
Sementara itu, Camat Nunukan, Haini mengatakan, pihaknya senantiasa bersinergi dengan DP3AP2KB, dalam melakukan sosialisasi pernikahan dini.
"Di wilayah kerja saya belum ada dan semoga tidak ada ke depannya. Pernikahan dini jangan sampai terjadi di Nunukan. Apalagi kekerasan terhadap anak," ujar Haini.
Haini menambahkan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi di setiap program di wilayah kerjanya, perihal pernikahan dini, mulai dari desa hingga kelurahan.
"Ibu Bupati sempat berpesan untuk lakukan sosialisasi baik bahaya narkoba, dan hal negatif lainnya sebagai upaya pencegahan di semua lini.
Saya juga arahkan staf untuk memberikan arahan kepada anak muda di lingkungan sekitarnya, agar hindari hal negatif," ungkapnya.
Sekadar informasi, jenis kasus KDRT tahun 2020 sebagai berikut:
- Korban perempuan: 7 kasus, diantaranya kekerasan fisik ada 3 kasus, kekerasan psikologis ada 2 kasus, penelantaran ekonomi ada 2 kasus.
- Korban anak: 3 kasus, yang terdiri dari sengketa hak asuh anak ada 3 kasus.
Untuk kasus non KDRT tahun 2020, sebagai berikut:
- Korban perempuan: 0 kasus.
- Korban anak: 13 kasus, diantaranya kekerasan seksual ada 2 kasus, kekerasan fisik ada 2 kasus, anak berurusan hukum 9 kasus.
Sementara itu, jenis kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tahun 2020, sebagai berikut:
- Korban perempuan dan laki-laki: 0 kasus.
- Korban anak: 1 kasus, diantaranya eksploitasi ekonomi.
Kemudian, jenis kasus terlantar tahun 2020, ada 2 kasus.
(*)
(TribunKaltara.com/ Felis)