Cerita Pendiri NII Crisis Center: Teroris Manfaatkan Perempuan, Modus Perampokan Sehari Bisa Rp 1 M
Cerita Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan, terorisme manfaatkan perempuan dalam melakukan aksinya. Jadi modus perampokan, sehari bisa dapat Rp 1 M
Ken Setiawan mengatakan, bagi mereka yang menganut paham radikal mengambil harta orangtua adalah halal hukumnya.
"Karena kita menganggap harta di luar kelompok boleh diambil. Harta musuh kita ambil untuk perjuangan. Termasuk mengambil harta orang tua.
Ini juga yang banyak dilakukan kalangan milenial yang sudah tergabung kelompok radikal saat ini," kata Ken.
Baca juga: Sinopsis dan Link Nonton Ikatan Cinta Jumat Malam Ini, Al Yakin Elsa Ada Hubungan dengan Kasus Roy?
Ken sendiri adalah mantan perekrut kelompok radikal awal dekade 2000-an.
Dia mengaku lembaganya menerima banyak laporan kasus penipuan anak terhadap orangtuanya untuk membiayai kegiatan kelompok mereka.
Ada seorang anak yang mengaku dihipnotis dan menghilangkan motor milik kawannya kemudian datang bersama kawannya tersebut dan mengadu kepada orangtuanya.
Padahal kawannya tersebut juga bagian dari kelompok radikal.
Ada pula seorang mahasiswa asal Bandung yang kuliah di universitas ternama di Yogyakarta mengaku kepada orangtuanya memecahkan alat laboratorium seharga Rp 300 juta.
Orangtuanya awalnya tidak percaya anaknya tergabung dalam kelompok radikal karena anaknya tersebut selalu berkomunikasi dengannya.
"Bahkan telepon katanya anaknya di kampus, padahal kata dosennya anaknya sudah drop out, dan mereka sudah tergabung ke kelompok radikal," kata dia.
"Anaknya jadi DPO karena merekrut kawan-kawannya. Jadi akhirnya kalau memang di kampus, telepon terus bertemu di ruangan.
HP dimatiin, sampai sekarang anaknya hilang entah di mana," ujarnya.
Baca juga: Viral di TikTok, Seorang Pria Tidur di Pelaminan, Terkejut saat Bangun di Hadapan Pengantin
Ada pula mahasiswa kampus di Jawa Barat yang menipu orangtuanya dengan cara lain.
Mahasiswa yang sempat bergabung di NII namun kini pindah ke organisasi lain itu, kata Ken, melamar ke empat perusahaan teknologi informasi dengan identitas palsu.
Setelah bekerja satu bulan, ia mengatakan kepada rekan dan atasan di kantornya bahwa orangtuanya meninggal dan meminta sumbangan.