Berita Daerah Terkini
BRGM Targetkan Rehabilitasi Mangrove di 9 Provinsi, Gatot: Perlu Kolaborasi Bersama Semua Pihak
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) telah memiliki target rehabilitasi mangrove di 9 provinsi, termasuk Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Kabupaten Berau menjadi daerah dengan ekosistem mangrove terbesar di Kalimantan Timur, dengan luasan mencapai 86.067 hektare.
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) pun telah memiliki target rehabilitasi mangrove di 9 provinsi, termasuk Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Target tersebut dipaparkan Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BRGM, Ir Gatot Soebiantoro, saat menjadi narasumber talkshow yang mengusung tema “Banyak Mangrove Banyak Rejeki: Inspirasi Warga Berau untuk Indonesia Lestari”, Senin (2/8/2021).
Dalam paparannya, sesuai dengan data BRGM, 9 provinsi masuk dalam perencanaan percepatan rehabilitasi mangrove,termasuk wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Baca juga: Keberadaan Mangrove Penting Bagi Masyarakat Kampung Tanjung Batu, Perlu Bimbingan Menjaga Ekosistem
Untuk wilayah Kalimantan Timur setelah revisi mendapatkan target 6.000 hektare dan Kalimantan Utara 3.635 hektare. Revisi target sesuai dengan SK Menteri LHK No 315/2021
Sementara itu, sesuai data realisasi keuangan berdasarkan Aplikasi SAS/Karwas per 27 Juli 2021, alokasi anggaran untuk wilayah Kaltim dan Kaltara sebesar Rp 245,368 miliar dan baru terserap 1,31 persen.

“Perencanaan sudah jalan baik untuk Kaltim dan Kaltara sedang berproses. Meski, progres fisik terbilang berproses lambat,” jelasnya kepada Tribunkaltim.co, Senin (2/8/2021).
Gatot menjelaskan, bahwa memang percepatan rehabilitasi juga tidak begitu mudah.
Pihaknya menemukan beberapa kendala saat terjun langsung ke lapangan, namun tetap optimistis untuk terus melakukan program.
Baca juga: Mangrove Kaltara Banyak Berubah Jadi Tambak, BRGM Siapkan Rp 1,5 T untuk Rehabilitasi di 9 Provinsi
Ia menjabarkan fakta lapangan seperti adanya konflik kepentingan, lokasi yang merupakan kepulauan, masyarakat yang tidak berada di lokasi serta kelimpahan sumber bibit.
Sebab itu, menurut Gatot, ada hal yang perlu diperhatikan terutama dalam beberapa point.
Misalkan penanaman mangrove sendiri bersifat site spesifik, baik untuk di daerah mangrove Tanjung Batu, Teluk Semanting dan daerah lainnya.
“Kalau kita lihat dari banyak kondisi, tentu tidak serta merta, harus kita lakukan kajian terlebih dahulu.
Perlu mengumpulkan informasi biofisik dan sosial, begitu juga dengan sosial dan hukumnya,” ungkapnya.
Baca juga: Peringati Hari Mangrove Sedunia, BRGM Percepatan Rehabilitasi Mangrove Berbasis Masyarakat
Penanganan mangrove dan rehabilitasi juga memerlukan kolaborasi bersama dengan multipihak. Konsisten dalam pengawasan tata ruang, khususnya areal mangrove.
Gatot juga memberikan apresiasi kepada 3 kampung di Kabupaten Berau yang mengawal ekosistem mangrove.
Dia menari kesimpulan pihak kampung sudah menggiring secara serius. Dan menariknya melibatkan anak-anak muda sebagai penggerak di lapangan .
Menurutnya, banyak hal yang perlu dibenahi, untuk bisa menuju tema bahwa banyak mangrove banyak rezekinya. Dan hal itu juga menjadi pekerjaan pihaknya.
Gatot menegaskan, untuk membangun ekosistem mangrove tidak begitu mudah dengan melihat fakta di lapangan.
Diharapkan kepada BUMK, masyarakat kampung untuk mengolah mangrove menjadi ekosistem baik perlu waktu yang cukup lama dan kerjasama pihak. Apalagi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Yang menjadi tugas sekarang, rehabilitasi mangrove seiring peningkatan kesejahteraan, agar terpenuhi rasa nyaman dan kebutuhan hidup,” tutupnya.
Gatot berpesan, jika kampung mengandalkan mangrove, sumber daya alamnya tentu akan semakin terjaga, kontribusi yang konsisten juga berujung baik untuk peningkatan masyarakat sekitar.
Talkshow virtual “Banyak Mangrove Banyak Rezeki” yang digelar Tribun bekerjasama dengan YKAN menghadirkan Ketua Tim Pengelola Mangrove Teluk Semanting Muhammad Rijal, Pengurus Pusat Informasi Mangrove Tanjung Batu Hermawan Saputra, Direktur Badan Usaha Milik Kampung Tabalar Muara Rukmana Paysal, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BRGM Ir Gatot Soebiantor MSc, dan Dr Erwiantono dari Peneliti Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Unmul.
(*)